Nanda dan Ariel langsung menuju ke butik milik Ryo. Ariel yang sedang menyetir mobil tidak bisa lagi menyembunyikan ekspresi kesalnya pada desainer menyebalkan itu, ia tidak membuka mulut selama diperjalanan. Nanda bisa mengira mungkin akan ada pertengkaran yang sengit antara Ariel dan Ryo. Walaupun ia sendiri tidak akrab dengan Ariel tapi Nanda juga jengkel dengan desainer sombong dan sok hebat itu. Nanda berpikir, jika ia menjadi Ariel mungkin ia akan menghajar habis-habisan gadis sombong itu karena membuat orang pusing saja.
Akhirnya, mereka sampai di depan bangunan rumah barbie itu. Ariel langsung bergegas, berlari menuju butik begitu turun dari mobil, langsung-langsung ia masuk tanpa permisi lagi sementara Nanda mengikutinya dari belakang. Tampak Ryo sedang sarapan dengan sandwich dan segelas anggur merah dengan santainya.
"Asyik sekali kau, santai-santai saja di sini dan meninggalkan kewajibanmu!" labrak Ariel tiba-tiba dan sukses membuat Ryo yang sedang meneguk anggurnya tersedak.
"Uhuk-uhuk…" Ryo menaruh gelasnya di meja lalu menengadahkan wajahnya dengan ekspresi menggeram ke arah Ariel. "Kau ini tidak tahu sopan santun ya, Riel? Kau masuk di sini tanpa permisi!" teriaknya membentak.
"Ya, aku memang tidak tahu sopan santun jika ada orang yang diberi kepercayaan malah dengan santainya lari dari amanahnya!" timpal Ariel.
"Oh… kau menyinggungku?"
"Baguslah kalau kau sudah tahu diri!" seru Ariel marah, "apa maksudmu marah-marah kemudian pergi dan meninggalkan kewajibanmu? Apa kau masih bisa bilang dirimu seorang desainer? Oh… aku ingat waktu kau menawarkan diri untuk bisa bekerja di Kotowari Fashion, kau sering mengatakan bahwa kau desainer yang professional. Apa ini yang kau bilang professional?"
Ryo mendengus marah karena tidak terima ucapan Ariel yang terkesan mengejeknya. Ia lalu berdiri dan membusungkan dada tepat di hadapan Ariel.
"Ya, aku memang tidak professional!" kata Ryo dengan intonasi membentak, "memangnya kenapa, hah? Salah sendiri kenapa kau mengajakku ke dalam proyek murahan itu, cih!"
"Tapi kau menyetujuinya!" balas Ariel.
"Ho… benarkah?!" sergah Ryo, "mana buktinya? Kontrak saja tidak ada!"
"Kau dikontrak untuk bekerja di Kotowari Fashion, dan proyek ini adalah proyek Kotowari Fashion!"
"Yayayaya!" Dengan mata melotot Ryo mendekatkan wajahnya ke wajah Ariel, "aku tidak peduli dan itu masalahmu, Nona bangsawan!" Ia lalu mendorong bahu Ariel hingga Ariel mundur selangkah, "bukannya kau ini orang hebat, hah?" Ia mendorong lagi bahu Ariel kemudian memajuinya, "katanya kau ini bisa melakukan apa saja… semua orang memujimu sampai gendang telingaku mau pecah mendengarnya!" Ia mendorong Ariel lagi, "lalu… kenapa bukan kau saja yang mengerjakan sendiri?!" Ia lalu mendorong keras Ariel hingga punggung Ariel membentur dinding, "semua orang mengatakan kalau kau gadis yang hebat, kalau begitu… kau desain pakaian saja sendiri!"
Ryo terlihat seperti kerasukan, ia memajui Ariel dan hendak menjambak rambut Ariel. Tapi, sebelum itu terjadi Nanda menahan lengannya, mencengkramnya kuat-kuat lalu mendorongnya. Ia pun terlempar keras hingga menimpa kursi.
"Aaaaah…" Ryo meringis kesakitan setelah tersungkur di lantai.
Sebenarnya, Nanda tidak berniat bertindak keras padanya tapi karena dia mulai melakukan kekerasan pada Ariel, Nanda pun tidak bisa tinggal diam lagi pula ia juga jengkel melihat tingkah desainer sombong itu. Ia lalu menengadahkan wajahnya ke arah Nanda dan menggeram lalu ia berusaha bangkit. "ARIIIIIIIIIIIIIEL!" teriaknya menggelegar, "kau sengaja membawa preman untuk melawanku, kan?!"
"Aku memang preman!" teriak Nanda tak kalah kerasnya sambil menatapnya dengan tatapan membunuh.
Ryo shock menatap Nanda, ia diam dengan mata membelalak. Sepertinya ia ketakutan melihat reaksi Nanda tadi.
"Kau…" lalu tiba-tiba saja gadis berambut pink itu terlihat seperti mengalami sesak nafas hingga ia tersungkur kembali di lantai hingga terlentang sembari memegang lehernya. Nanda sendiri merasa aneh dengan tingkah gadis itu yang tiba-tiba. Ia sedikit membungkuk untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi padanya.
"Kenapa tiba-tiba dia seperti itu?" gumam Ariel yang sudah berdiri di samping Nanda.
Nanda pun tidak mengerti kenapa Ryo seperti itu. Masa iya karena takut atau kaget melihat reaksi Nanda tadi. Ryo mulai kejang-kejang dan sesak nafasnya semakin menjadi-jadi. Apa dia cuma acting atau apa? Entahlah, tapi dia benar-benar terlihat sesak nafas berat.
"Nona Ryo!" teriak seorang wanita bertubuh tinggi berambut hitam pendek yang tidak lain adalah asisten Ryo yang bernama Jackie, cepat-cepat ia melihat keadaaan majikannya lalu memeriksa sandwich bekas Ryo. "Astaga… sandwich ini ada selai kacangnya!" serunya berujar, "Nona Ryo alergi kacang!"
"Apa?" Nanda terperangah serentak dengan Ariel. "Kalau begitu apa yang kau tunggu lagi? Cepat panggil ambulans!" sergah Nanda pada asisten itu, dan kejang-kejang Ryo semakin parah saja.
Jackie lalu berlari ke dalam untuk menghubungi ambulans. Ariel berjongkok di samping Ryo, mengangkat sedikit dagu Ryo dengan telunjuknya agar Ryo bisa bernafas melalui mulutnya, kemudian mengecek nadi di pergelangan tangannya.
"Nadinya semakin lemah…" kata Ariel lirih, Ariel lalu membuka kancing baju Ryo hingga bra gadis itu terlihat.
"Hei, kau mau apa?" tanya Nanda tidak mengerti apa yang Ariel lakukan.
Ariel tidak memperdulikan pertanyaan Nanda, ia lalu mengambil tasnya dan mengambil sesuatu yang menyerupai pen. Nanda bisa menebak apa yang gadis itu ingin lakukan, cepat-cepat ia menahan tangan Ariel. "Kau tidak bermaksud ingin menusuk dadanya, kan?" tanyanya serius.
"Aku harus melakukannya!" Ariel melepaskan genggaman Nanda dengan paksa, "kalau terlambat nyawanya bisa melayang!" lalu ia mencelupkan pen itu ke dalam gelas berisi anggur.
Nanda kembali menahan tangannya. "Kau bukan dokter!" ucap Nanda bernada tinggi untuk memperingatkan Ariel, "kalau salah, kau bisa membunuhnya! Asisten itu tahu riwayat alergi Ryo, pasti Ryo punya obatnya. Tunggu di sini! Aku akan mencari obatnya, jangan lakukan apa pun!"
Nanda lalu bergegas menggeledah semua laci dan lemari, mungkin ada obat alergi, inhaler atau apalah itu. Tapi, ia sudah mencari dan membongkar bahkan mengeluarkan semua isi laci tapi Nanda tidak menemukan obat apa pun di sana.
"Aku sudah menelfon ambulans dan tidak lama la…. NONA RYOOOOOO!"
Teriakan Jackie mengagetkan Nanda dan saat Nanda menoleh ia pun sangat terkejut melihat kondisi Ryo, ternyata Ariel sudah menancapkan pen-nya ke dada desainer itu.
***
"Terima kasih banyak, Nona Ariel… kalau saja kau tidak ada, mungkin nyawa Nona Ryo tidak tertolong…"
"Iya sama-sama…"
"Maaf ya, kalau kami sudah banyak menyusahkan Nona Ariel… mungkin setelah ini Nona Ryo harus beristirahat penuh…"
"Iya tidak apa-apa…"
"Sekali lagi terima kasih banyak Nona…"
Jackie berkali-kali berterima kasih pada Ariel karena berkat tindakan Ariel sehubungan kegawatdaruratan telah berhasil menolong nyawa Ryo walaupun tindakan tersebut sebenarnya sangat berbahaya jika bukan dilakukan oleh ahlinya. Para dokter di UGD pun terheran-heran, awalnya mereka mengira Ariel adalah seorang dokter atau mahasiswa kedokteran. Nanda pun benar-benar tidak menyangka dia mampu melakukannya.
Nanda dan Ariel pun meninggalkan rumah sakit setelah Ariel pamit ke Jackie. Mereka kembali ke Royal Soul setelah makan siang bersama.
Nanda berdiri di tepi pintu memandangi Ariel yang sedang duduk bergeming sambil memandangi tumpukan kain-kain yang belum diproses. Tatapannya murung, bisa dibayangkan betapa pusingnya gadis itu. Dia tidak mengeluarkan kata-kata apa pun, mengeluh pun tidak. Nanda bisa menduga bahwa proyek ini tidak akan berjalan lancar, bahkan mungkin terhenti sampai di sini. Benar-benar miris, awalnya Ariel sangat semangat dan penuh keyakinan menjalankan proyek ini. Sekarang? Apa… hanya sampai di sini?
Tiba-tiba Ariel mengambil buku desain milik Ryo yang ada di atas meja, membukanya, mengambil pencil dan mulai menggambar sesuatu…
"Apa yang kau lakukan?" tanya Nanda sambil berjalan mendekati Ariel untuk melihat apa yang gadis itu gambar. Ternyata… dia mencoba mendesain…
"Kau mendesain?"
"Iya, apa lagi?" sahut Ariel sambil terus berkutat dengan pensil dan buku desain.
Nanda menghela nafas. "Ariel… jika memang kau bersikeras diri melanjutkan proyek ini setidaknya mungkin kau harus mencari desainer lagi, kau tidak bisa melakukannya sendiri," kata Nanda.
"Aku tidak yakin desainer lain bisa mengerjakannya hanya dalam waktu seminggu..."
"Lalu, kau yakin kalau kau bisa?" balas Nanda.
Ariel menghentikan aktivitasnya, ia menengadah ke arah Nanda dan menatapnya tajam, mata bulatnya berkilat-kilat menatap Nanda. "Iya, aku yakin!" sahutnya dengan intonasi yang lebih tinggi.
Nanda mengalah, gadis ini memang tipe gadis yang keras kepala dan tipe over percaya diri. Ia mundur, membiarkan gadis itu melakukan apa yang ia ingin lakukan. Tapi, Nanda tidak habis pikir dengan gadis itu, dia mencoba mencari jalan keluar sendiri, bertindak sendiri. Memang dia gadis yang pintar tapi melakukan suatu pekerjaan yang bukan keahlian sendiri sama saja bunuh diri.
Walaupun Nanda tidak setuju dengan apa yang dilakukan Ariel, ia tetap menunggunya hingga Ariel selesai. Nanda pikir, mungkin tindakan Ariel barusan karena ia sudah putus asa dan setelah berpikir jernih, ia akan berhenti lalu pulang untuk beristirahat karena hari ini banyak sekali yang terjadi. Tapi, ternyata Nanda salah, gadis itu kini sedang memotong kain dan menjahitnya, berniat membuat gaun yang telah ia desain.
.
TBC
Nanda melirik jam tangannya, sudah jam sebelas malam lewat. Ia lalu melirik Ariel yang masih sibuk berkutat dengan mesin jahit. Gadis itu benar-benar tak patah semangat rupanya tapi Nanda tetap menunggunya, duduk melantai di dekat pintu dan menyandarkan punggung di dinding. "Huff…. akhirnya, jahitannya selesai…" gumam Ariel sambil memeriksa hasil jahitannya, "besok saja dilanjut…" ia lalu beranjak dari mesin jahit menuju lemari dan menaruh hasil jahitannya. Setelah itu, ia meregangkan kedua tangannya ke atas sambil berbalik ke arah pintu. "Lho, kau masih di sini, Nanda?" Ariel tampak heran menatap Nanda, dia tidak menyadari keberadaannya ternyata. "Ya…" sahut Nanda lalu berdiri. Gadis itu lalu terkikik. "Rupanya kau perhatian juga…" "Aku tidak enak meninggalkanmu sendirian karena aku juga bagian dari proyek ini!" terang Nanda agar gadis itu tidak salah paham. Sejenak Ariel terdiam menatap Nanda sebelum berjalan mendekatinya, sudut bibi
AkhirnyalaunchingRoyal Soultiba saatnya. Beruntung semua pekerjaan Ariel, Nanda dan para penjahit telah rampung. Para desainer terkenal mulai berdatangan dan disambut ramah oleh Ariel. Sedangkan Nanda mengambil tugas di belakang layar bersama Yohana. "Hei, Ariel!" seru desainer yang sangat terkenal berpenampilan eksentrik dengan kacamata persegi yang tebal dan rompi tanpa lengan, ia bernama Justin Oliver. "Aku sangat bersemangat datang di acaramu ini, waktu aku tahu kaulah yang memegang proyek ini, aku yakin pasti kau akan menampilkan karya desainer yang sangat fantastik!" Ariel hanya tertawa meringis menanggapi seruan Justin. Sebenarnya, ia sendiri tidak yakin apakah karyanya sendiri akan benar-benar fantastik. "Silahkan masuk!" ucap Ariel sambil mempersilahkan masuk desainer berpenampilan eksentrik itu. Ya, kadang-kadang beberapa desainer memang suka berpenampilan aneh bin ajaib. Semua tamu sudah berkumpul. Hideyoshi dan ibunya, ba
Seorang gadis cantik yang duduk di depan cermin seorang diri, menyisir pelan ujung-ujung rambut panjangnya yang berwarna coklat karamel dan tergerai indah ke samping, menutupi sebelah dadanya. Mata coklatnya yang seakan-akan menatap ke arah cermin kini membayangkan sosok seorang pria bertubuh tinggi tegap, berambut silver dan memiliki mata musim gugur yang menatap tajam. Irene Wilson, seorang model cantik nan seksi,icondari produk Kotowari Fashion, kini hatinya sedang bermekaran rupanya. Ia tidak bisa melupakan sosok pria tampan yang telah membantunya ketika terjatuh di atascatwalk. Walaupun model-model yang lain menganggap pria itu begitu menakutkan karena kening pria itu tak henti-hentinya mengerut, semuanya menduga bahwa pria itu mungkin memiliki sifat yang kasar. Namun bagi Irene, kerutan di kening pria itu malah membuat sang pria terlihat semakin tampan dan… macho. Matanya terlihat
Nanda memasuki klub malam. Musik morena daridisc jockeymengalun begitu kencang diikuti goyangan heboh para pengunjung yang berjoget ria serta lampu warna-warni yang berkelap-kelip. Berminggu-minggu kerja ternyata membuat Nanda rindu pada dunianya. Nanda mengambil duduk di depan counter bar seorang bartender pria bertubuh tinggi besar, berambut coklat tua bergelombang dan berkulit eksotis. "Hai, Chad…" sapa Nanda ke sang bartender yang sedang beraksi dengan lemparan-lemparan botol berisi beberapa jenis minuman alkoholnya itu. "Hai, Nanda… apa kabar?" balas si bartender bernama Chad, sahabat Nanda sejak Nanda kuliah di luar negeri, tepatnya di Cambridge, Amerika Serikat. Waktu itu, Chad juga sedang menempuh pendidikan khusus untuk menjadi seorang bartender profesional karena kakeknya memiliki banyak koleksi wine yang sudah disimpannya bertahun-tahun lamanya. Sewaktu di Cambridge, apartemen mereka bersebelahan dan karena asal negara mereka sama, mere
"Nanda… kau tidak apa-apa, Nak?" Nanda mendengar suara wanita… suara lembut dan itu adalah suara ibunya. Ini pertama kalinya lagi aku mendengar suara ibunya lagi… "Nanda…" Nanda mengerjap-ngerjapkan matanya. Ternyata tadi ia memimpikan ibunya tapi ini pertama kalinya ia memimpikan ibunya setelah ibunya tiada. Nanda terbangun dan mendapati dirinya kini berada di dalam suatu kamar yang bukan sama sekali kamarnya. Nanda tidak tahu kamar siapa itu, ia langsung bangkit duduk dan… "Aaaaaaahh…" tiba-tiba Nanda merasakan rasa sakit yang terasa menjalar di bagian betis dan mata kakinya saat sedikit menggerakkan kakinya. "Nanda, kau sudah sadar?" Nanda menoleh ke samping. Ariel duduk di kursi samping ranjang tempat Nanda berbaring sekarang, tangannya memegang bungkusan berisi bongkahan es batu. Nanda lalu mengingat kejadian waktu menunggang kuda, ia ingat kalau ia tadi terjatuh rupanya dan… Sialan kuda itu! &nbs
Dua bulan lebih Nanda telah bekerja di Kotowari Fashion. Pelan-pelan ia mulai terbiasa dengan lingkungan kerjanya dan ia jadi berkeinginan untuk bekerja serius, bahkan ia tak segan-segan lagi bertanya pada Kiki. "Kiki, bisa jelaskan ini bagaimana?" tanyanya pada Kiki sambil memperlihatkan beberapa lembaran dokumen. Kiki pun menjelaskan sedetail-detailnya dan Nanda memperhatikan dengan seksama penjelasan Kiki. Nanda mengangguk mengerti akan penjelasan Kiki. Sementara Kiki masih menjelaskan, Nanda menengadah sebentar untuk berpikir lalu kembali menatap ke arah lembaran dokumen namun ia refleks menengadah kembali ke arah yang tadi. Dari jauh terlihat Ariel sedang berjalan bersama Wulan sambil tertawa bersama. Perhatian Nanda kini beralih ke Ariel, ia terus memandang wajah gadis itu, wajah gadis yang kini sedang tertawa lepas. Nanda bahkan enggan melepaskan pandangannya sehingga Kiki kini sedang berbicara sendiri. "Nanda… Nanda?" panggil Kiki yang sadar bahwa Nan
Selesai acara pernikahan putra Bu Yohana, Ariel mengajakNanda ke belakang gedung. Kata Ariel, di sana ada taman dengan danau kecil dan ia sangat ingin ke sana menikmati pemandangan sambil menunggu sopir keluarga Kujo datang menjemputnya. Beberapa ranting pohon yang mulai gundul dan daun-daun kecil kering yang beterbangan, ah… benar-benar pemandangan indah. Ariel mengajak Nanda untuk duduk di kursi taman panjang yang berada di dekat danau, di danau terlihat ada sepasang angsa yang sedang mengapungkan diri. Sambil tersenyum Ariel menatap sepasang angsa itu. "Hal yang paling membahagiakan… ketika kita tahu orang yang kita cintai ternyata juga mencintai kita, mengetahui perasaan sendiri tidak bertepuk sebelah tangan lalu bersatu di pernikahan…" kata Ariel pelan, "bukankah begitu, Nanda?" "…Kurasa tidak." Ariel menoleh ke a
Seorang wanita berambut hitam sebahu berkimono tidur berwarna putih menghentikan langkahnya begitu ia menyadari kamar yang baru saja ia lewati masih terang. Ia mundur selangkah lalu menoleh ke arah pintu kamar tersebut, mata bulatnya yang lembut menatap ke celah pintu yang tak tertutup rapat. Pemilik mata itu bukanlah milik Ariel, melainkan seseorang yang begitu identik dengannya namun lebih dewasa, Hana Kujo, kakak kandung Ariel. Hana memegang gagang pintu lalu mendorongnya pelan hingga tak menimbulkan suara, takut-takut jika si pemilik kamar yang mungkin sedang tertidur akan terbangun karenanya. "Ariel…" panggilnya dengan suara yang amat pelan, dari dalam ruangan nampak sosok adiknya yang sedang duduk menyandar di ranjang, kedua tangannya memegang buku, gadis itu sedang membaca. Yang dipanggil pun tidak memberi sahutan, pandangan Ariel begitu fokus ke arah buku, begitu seriusnya ia membaca hingga tidak menyadari kini Hana tengah memasuki kamarnya. "