MasukDi dalam presidential suite hotel, dokter pribadi baru saja selesai merawat luka di punggung Leon. Dia masih terlihat pucat karena kehilangan terlalu banyak darah.Aku duduk di tepi ranjangnya sambil membawa segelas air hangat, menatapnya yang tertidur lelap. Hanya setelah itu aku baru bisa merasa tenang.Tak lama kemudian, pintu kamar diketuk perlahan.Itu Yohan.Dia berdiri di ambang pintu sendirian, tanpa pengawal, tanpa aura berkuasa yang dulu selalu mengelilinginya.Tatapannya bertemu denganku. Tatapan itu penuh dengan penyesalan, nyaris memohon."Jianna .…" Suaranya serak, "Bisa kita ... bicara sebentar?"Aku menutup pintu kamar Leon. Lalu berjalan bersama ke dekat jendela setinggi langit-langit di ruang tamu."Jianna, aku salah," ujarnya sambil menatap mataku. Matanya merah karena kelelahan. "Sejak kamu menghilang, aku baru sadar betapa bodohnya aku. Aku teringat, bagaimana kamu belajar tiga tahun demi membuat sup bergizi untukku karena perutku sensitif. Nggak peduli betapa laru
"Jesscia," kataku tenang, suaraku sedingin berbicara dengan orang asing. "Ini hotel pribadi. Kalau kamu terus membuat masalah di sini, aku akan menyuruh petugas keamanan mengantarmu keluar.""Mengantarku keluar?!" Dia tertawa terbahak-bahak seolah-olah mendengar lelucon terbesar di dunia. "Jianna, dasar jalang! Kamu menghancurkan segalanya, pernikahanku, reputasiku dan sekarang kamu berani bertingkah seperti wanita simpanan yang angkuh di sini? Kalau bukan karenamu, bagaimana mungkin aku berakhir dalam kekacauan ini!"Matanya membara dengan kebencian, seolah ingin mencabik-cabikku. "Bahkan Yohan ... dia mengabaikanku untukmu, dasar jalang! Kamu pikir kamu benar-benar menang?"Sebelum Jessica sempat menyelesaikan kalimatnya, dia menerjangku seperti orang gila, mencakar tepat ke wajahku.Sebelum aku sempat mundur, sesosok tubuh menghalangi jalanku.Itu Leon, pelanggan tetap kafe yang mengundangku ke sini sekaligus pewaris hotel ini. "Nyonya, tolong kendalikan dirimu." Leon mencengkeram
Keesokan harinya, aku menerima pesan terakhir dari kontak rahasiaku. Isinya adalah sebuah tautan berita ekonomi, laporan tentang Yohan.Berita itu menulis bahwa pewaris keluarga mafia yang dulu dikenal berpengaruh itu sudah berbulan-bulan tak pernah muncul di depan publik. Semua urusan keluarga kini telah dia serahkan sepenuhnya kepada wakilnya. Artikel itu juga memuat sebuah foto hasil jepretan diam diam Yohan yang tengah berdiri sendirian di halaman tempat terjadinya kecelakaan itu.Tubuhnya tampak kurus dan tanpa ekspresi.Aku menatap foto itu cukup lama. Hatiku tidak lagi menyimpan dendam atau kebencian, hanya ketenangan yang tidak bisa dijelaskan.Penyesalannya mungkin tulus, tapi memangnya kenapa?Aku bukan lagi 'istrinya' yang menjadi tameng atas kepura-puraan dirinya dan aku juga tidak ingin menerima tebusan atas segala kesalahannya."Nona Jenna." Suara itu memecah lamunanku, suara pria yang sudah menjadi pelanggan tetap di kafe.Aku menoleh dan dia berdiri di samping mejaku.H
Meski begitu, aku tetap meminta kontak rahasiaku mengirimkan ringkasan laporan akhir.Laporannya sangat singkat. Setelah diceraikan oleh suaminya dan diusir dari keluarga mafia, Jessica benar-benar menghilang dari lingkaran sosial para bangsawan. Sedangkan Yohan, setelah menggunakan segala daya dan kekuatannya untuk mencariku hingga hampir separuh dunia, tetap tidak menemukan apa pun. Menurut laporan, sudah lama dia tidak muncul di hadapan publik. Kini dia menjadi sosok yang muram dan terobsesi. Sama sekali bukan lagi pria yang dulu kukenal.Aku menatap laporan itu tanpa ekspresi, lalu menghapus seluruh data kontak rahasia dan laporan tersebut, selamanya.Dia mulai menyesal, tapi aku sudah lama pergi dari dunianya。Semua penyesalan dan kasih sayang yang datang terlambat itu bagiku hanyalah lelucon."Jenna, latte art-mu cantik sekali!" Suara ceria pelayan baru di bar membuyarkan pikiranku.Aku segera mendorong cangkir ke arahnya sambil tersenyum lembut. "Cuma gambar mawar biasa. Cepat,
Email terjadwal yang kukirim itu adalah pengadilanku sendiri untuk Yohan, sekaligus perpisahan terakhirku dengan pernikahan tidak masuk akal yang pernah kami jalani.Ketika email itu seperti bom tepat sasaran meledak di dunianya, aku sedang duduk di sebuah apartemen kecil di kota pegunungan dingin yang asing, jauh dari segala masa lalu.Di sini, tidak ada keluarga mafia, tidak ada Yohan. Hanya sebuah kamar sunyi dan jendela yang menghadap ke puncak gunung.Aku memulai hidup baru dengan identitas baru, yaitu Jenna dan sepenuhnya mengucapkan selamat tinggal pada Jianna. Perempuan yang dulu harus berhati-hati dan selalu berusaha keras untuk membuktikan dirinya.Tidak ada seorang pun yang tahu di mana aku bersembunyi, dan tak seorang pun yang tahu bahwa aku sudah lama bersiap untuk menghabiskan sisa hidupku dalam kesunyian ini.Saat pertama kali pindah ke kota kecil ini, aku menolak berbicara dengan siapa pun.Hari-hariku hanya dihabiskan antara dua tempat, kafe tempatku bekerja dan aparte
Yohan terpaku sesaat, lalu dengan cepat mencengkeram kerah seragam anak buah itu. Seketika auranya menjadi kejam. "Apa kamu bilang barusan?!"Anak buah itu tergagap gugup, "B … Bos … Nyonya bilang dia ingin naik sendiri. Lalu, tiba-tiba terdengar suara tembakan dan balon udara itu langsung meledak jatuh ke laut.""Nyonya terlihat sangat murung sebelumnya. Ini jelas bunuh diri!""Mustahil! Aku nggak percaya! Dia nggak mungkin melakukan itu!" Yohan memotong perkataan bawahannya, suaranya serak. "Kenapa nggak ada satu pun yang memberitahuku saat dia naik balon udara sendirian?!"Anak buah itu ragu sejenak, lalu menjawab dengan hati-hati, "Bos, aku sudah mencoba meneleponmu sepanjang malam. Tapi, ponselmu nggak aktif …."Yohan segera merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel. Layarnya hitam total, tidak responsif dengan tekanan apapun.Dia mencoba menyalakan ponsel itu sambil menoleh tajam ke arah Jessica. Sorot matanya sedingin es. "Kamu yang matikan ponselku?"Jessica terdiam sesaat karena