Share

Fitnah Ibu

Author: Ilyas One
last update Last Updated: 2022-06-15 14:05:59

KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULI

Part 4

"Nggak mungkin, Nay. Oke. Gini aja, gimana kalau uang nafkahnya aku tambahin lagi?" tanyaku membuat penawaran.

"Nggak! Aku nggak mau. Kalau kamu nggak mau ngasih aku yang kelola gaji kamu. Yaudah, aku sama Daffa mau pulang aja kerumah Abi."

Deg!

Apa Naya akan pulang kerumah orang tuanya? Terus siapa nanti yang akan mengurus semua kebutuhanku?

"Kamu ngancam aku?" desisku tidak percaya dengan ucapan Naya barusan. Bagiamana bisa dia mengancam aku dengan ancaman begitu.

"Aku serius, Mas!" tegasnya lagi.

"Cukup ya, Nay. Aku nggak mau bertengkar cuma gara-gara masalah sepele," ucapku menyudahi pembicaraan yang menurutku tidak ada ujungnya.

Kemudian aku berdiri dan berjalan ke dapur. Rencananya aku akan minum air putih banyak-banyak. Agar rasa laparku sedikit terobati.

"Sepele kamu bilang, Mas? Rumah tangga kita sedang tidak baik-baik saja, Mas." 

Naya kembali mengatakan sesuatu yang membuatku terpaksa berhenti melangkah. Kubalikkan tubuhku menghadap ke arahnya, menatap seksama. Menemukan dimana letak kesalahan yang membuat Naya bertingkah.

"Kamu jangan berpikir berlebihan. Rumah tangga kita baik-baik saja," ucapku kemudian kembali ke dapur untuk minum.

Sesaat setelah aku selesai minum, tidak kutemukan lagi Naya di sana. Mungkin dia sudah masuk ke dalam kamar. Aku segera menyusulnya masuk.

Benar dugaanku, Naya sudah tidur meringkuk di bawah selimut tebal kesayangannya. Aku segera mengambil langkah untuk segera tidur juga.

Rasanya sungguh tidak enak Naya bersikap acuh begini. Aku merasa seperti hidup sendiri dan Naya sebagai orang lain. Kutatap punggung Naya yang tidur membelakangiku.

Aku bukannya tidak mempercayai semua keluhan Naya tadi. Aku hanya tidak ingin semuanya semakin runyam. Bagaimanapun Naya adalah istriku. Dan Ibu adalah orang yang telah mengandung dan melahirkan aku.

Sebelumnya aku memang tidak pernah melihat adegan dimana Ibu dan Lela membuat semena-mena pada Naya. Hanya saja aku menemukan kebenaran di mata Naya tadi. Aku tau dia, karena dia istriku.

Sebagai seorang suami, sebenarnya aku ingin membuat Naya bahagia. Di sisi lain, aku juga ingin membuat Ibu bahagia. Seperti kejadian kemarin saat aku memberikan uang pada Lela dan Ibu.

Tidak ada seorang Abang yang ingin melihat adiknya kesusahan. Makanya aku memberikan uang untuk Lela. Jujur, aku tidak tau harus memihak kemana. 

Sepertinya aku memang harus bertemu dengan Ibu dan Lela. Untuk menanyakan kebenaran atas semua keluhan Naya tadi. Jika memang benar, aku harap mereka bisa berubah. Karena sikap mereka sedikit keterlaluan.

Kubalik tubuhku menghadap ke arah Naya. Merengkuh tubuh Naya ke dalam pelukan. Naya semakin kurus.

"Maafkan, Mas," bisikku pelan.

"Maaf," lirihku lagi sambil berusaha memejamkan mata. Tidak ada reaksi apa-apa, mungkin Naya sudah tidur.

Entah berapa lama aku tertidur dengan posisi memeluk Naya. Tiba-tiba saja aku terbangun karena perut terasa perih. Mungkin saja lambungku kambuh, karena malam ini aku belum makan nasi.

Kulepaskan dekapan Naya. Lalu aku turun dari ranjang. Mencoba meminum obat yang selalu tersedia di dapur.

Entah berapa gelas air yang sudah aku minum. Tapi tidak ada reaksi yang berarti. Kulirik jam yang menggantung di dinding rumah. Menunjukkan pukul sembilan malam. 

Sepertinya Ibu belum tidur. Aku akan kerumah Ibu untuk numpang makan. Dari pada lambungku semakin menjadi. Tidak butuh waktu lama, aku sudah sampai di depan rumah Ibu.

Tok Tok Tok!

"Assalamualaikum."

Aku mengetuk pintu rumah Ibu sambil memberi salam. Tidak lama setelahnya terdengar suara jawaban dari dalam.

"Waalaikumsalam."

"Eh, Man. Kok kamu kesini malam-malam. Mana hujan, masuk-masuk." Ibu terkejut saat melihatku datang malam-malam begini. Apalagi di luar sedang hujan.

Wajah Ibu terllihat sedikit lemas, mungkin tadi Ibu sudah tidur. Tapi bangun lagi karena aku datang.

Akupun masuk ke dalam rumah, tempat dimana aku tinggal dulu bersama Ibu dan Lela.

"Maaf, Buk. Aku ganggu malam-malam gini," ucapku ketika sudah duduk di sofa millik Ibu.

Dulunya ini sofa punya Naya. Dulu dia bekerja sebagai pengajar di pesantren millik Ayahnya. Dan ini adalah sofa yang dibeli dengan gaji pertamanya.

Namun ketika akan pindah kerumah yang kami tempati sekarang. Ibu melarang kami untuk membawa sofa ini. Alasannya karena dirumah Ibu belum ada sofa. Bukan hanya sofa ini sebenarnya, ada beberapa barang kami yang lainnya dilarang oleh Ibu.

Tapi dulu Naya hanya diam dan patuh sama permintaan Ibu. Makanya sekarang aku bingung, kenapa Naya bisa berubah menjadi pembangkang. Dia jadi susah diatur sekarang.

"Kamu kenapa? Bertengkar lagi sama perempuan itu?" tanya Ibu sambil menyuguhkan teh manis hangat padaku.

"Nggak, Buk. Ibu masak nggak? Aku lapar," tanyaku balik.

"Masak sih, tapi makanannya udah dingin," jawab Ibu.

"Nggak papa, asalkan lambungku tidak kambuh," jawabku sambil bangun dan berjalan ke dapur. Tidak lupa teh hangat tadi aku bawa sekalian. Karena akan aku minum setelah aku makan nanti.

Ibu terlihat menyusulku ke dapur. Dia membuka tudung saji di atas meja dan mengambilkan aku piring. Dengan cepat aku menerima piring itu dan mengambil sedikit nasi dan memakannya dengan lahap.

"Naya nggak masak?" tanya Ibu di sela aku makan.

"Masak, tapi…." Aku sengaja menggantungkan kalimat. Karena menurutku sepertinya ini waktu yang pas untuk aku menanyakan perihal keluhan Naya tadi.

"Tapi apa?" tanya Ibu penasaran.

"Katanya nggak ada beras," jawabku yang membuat wajah Ibu sedikit pias.

"Oh." Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Ibu. Semakin membuatku curiga bahwa yang dikatakan Naya benar.

Setelah selesai makan, aku segera mencuci tanganku. Kemudian kembali duduk di tempat semula.

"Bu, aku mau nanya. Boleh?" tanyaku hati-hati. Aku hanya takut jika pertanyaanku nanti akan menyinggung perasaan Ibu.

"Tanya aja. Ngapain minta ijin segala," ucap Ibu. Dari kalimat Ibu barusan bisa kurasakan jika ada nada tidak suka.

"Apa benar Ibu dan Lela tadi ambil beras kami?" tanyaku lagi sambil tersenyum. Aku takut menyakiti perasaan Ibu. Karena semenjak Ayah meninggal, Ibu menjadi lebih sensitif.

"Dia ngadu apa aja ke kamu?" Bukannya menjawab pertanyaanku barusan, Ibu malah balik bertanya.

Aku menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal. Apa yang harus aku jawab. Tidak mungkin aku mengatakan semua keluhan Naya tadi. Bisa-bisa malah perang dunia ketiga.

"Nggak ada. Hanya itu," jawabku singkat.

"Tega sekali dia memfitnah Ibu dan Lela. Padahal Ibu dan Lela tadi kerumah hanya ingin menjengukku Daffa," ucap Ibu yang kini mulai terisak. Aku jadi merasa bersalah.

"Ibu tau semenjak dulu dia memang bukan menantu yang baik untuk keluarga kita. Makanya Ibu ngelarang kamu nikahin dia. Sekarang kamu lihat sendiri kan bagaimana dia memfitnah Ibu dan Adikmu?" Ibu kembali membuka suara.

"Aku juga nggak tau, Bu. Kenapa Naya bisa berubah kayak sekarang. Padahal dulu dia sangat nurut dan patuh sama aku. Tidak ada keluhan apapun tentang keuangan atau tentang Ibu dan Lela," keluhku sambil menyandarkan tubuhku pada kursi.

"Kayaknya Ibu tau kenapa istrimu berubah," ucap Ibu menyondongkan badannya kearahku.

"Maksud, Ibu?"

"Kamu sih. Jadi suami nggak tegas. Kamu tau nggak apa kebiasaan istrimu itu kalau kamu udah berangkat kerja?" tanya Ibu yang membuatku penasaran.

"Apa?" 

"Ibu dan Lela sering mergokin dia megang hp seharian. Dia kayak sedang ngetik gitu. Tapi Ibu dan Lela yakin kalau dia lagi chattingan sama laki-laki lain," ucap Ibu yang mengingatkan aku pada ponsel Naya tadi.

Benar yang Ibu katakan. Tadi saja aku melihat Naya mengacuhkan aku. Dia memegang ponsel entah mengetik apa. Dan juga, dia mulai memakai password pada pada ponselnya.

"Ibu yakin?" tanyaku memastikan.

"Yakin. Naluri seorang Ibu itu tidak pernah salah, Man. Nggak ada perubahan signifikan pada seseorang tanpa ada pengaruh dari pihak luar. Bisa saja kan dia bersikap seperti ini agar kamu merasa bersalah. Untuk menutupi kesalahannya pada kita." Kata-kata Ibu barusan mampu menggoyahkan kepercayaanku pada Naya.

"Jadi maksud Ibu, Naya selingkuh?" tanyaku menatap Ibu tak percaya.

"Ibu nggak mau nuduh. Tapi kan bisa jadi itu terjadi. Lagian ya, Man. Seseorang itu nggak mungkin bisa berubah dalam sekejap jika tidak ada pengaruh dari luar," jawab Ibu lagi yang semakin membuatku penasaran. Ingin rasanya langsung pulang kerumah dan mengecek langsung ponselnya Naya.

Karena jika orang punya penyakit lambung sepertiku. Berita semacam ini sangat berpengaruh terhadap pemicu kambuhnya penyakit. Apalagi ini menyangkut rumah tanggaku.

"Kadang nih ya, Man. Bisa saja itu trik dari istri kamu. Biar rumah tangga kalian bubar, terus dia bisa nikah lagi deh sama laki-laki lain," lanjut Ibu lagi.

Aku jadi teringat tentang kata-kata Naya tadi. Saat dia mengatakan ingin pulang ke rumah Abi. Aku mengepalkan tangan kuat, ini tidak bisa dibiarkan.

"Jadi aku harus gimana, Bu?" tanyaku bingung.

"Ya kalau dia minta ceria kamu ceraiin aja. Lagian Ibu nggak suka sama dia," ucap Ibu yang spontan membuatku menggeleng kepala kuat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Istri Berhenti Peduli   Tamat!

    "Tidaak! Jangan kubur anak saya. Dia masih hidup!" Tiba-tiba Ibu datang dan berteriak dari jauh. Kami semua terkejut dan melihat Ibu yang datang dengan penampilan yang sangat berantakan.Wajahnya merah, bahkan Ibu tidak memakai jilbab. Padahal tadi Umi sudah menyerahkan satu set gamis beserta jilbab. Agar Ibu bisa menutup aurat di acara pemakaman Lela."Stop. Kalian semua pembunuh. Jangan kubur Lela, dia masih hidup. Lelaaa!" teriak Ibu sambil terisak. Terpaksa acara pemakaman Lela dihentikan. Pak Hartono yang dari tadi terdiam, berjalan menghampiri Ibu yang sedang berontak karena dipegang oleh beberapa santri."Cukup, Jubaidah! Jangan buat masalah lagi. Lela sudah tenang, relakan," tegas Pak Hartono sambil memegang kedua bahu Ibu."Tidak. Lela anakku masih hidup. Kalian semua pembunuh," sungut Ibu yang membuat suasana semakin menegang.Beberapa pelayat ada yang bingung dengan kejadian ini. Ada di antara mereka yang langsung pulang karena proses pemakaman terlalu lama."Diam. Tolong

  • Ketika Istri Berhenti Peduli   Menjadi Gila

    KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 72POV Naya"Ibu mertuamu dimana, Nay? Apa dia tidak ingin mencium Lela untuk terakhir kalinya?" tanya Umi padaku. Saat ini jenazah Lela sudah dirumah Umi dan Abi. Tadi saat di rumah sakit Ibu berkali-kali pingsan karena tidak sanggup kehilangan Lela.Dia berbicara antara sadar dan tidak sadar. Ibu terus meracau memanggil nama Lela. Sesekali Ibu tertawa sendiri, kemudian kembali menangis. Makanya tadi saat dirumah sakit, aku memutuskan untuk naik mobil ambulans menemani jenazah Lela.Sedangkan Ibu, pulang bersama Mas Arman. Ibu lebih tenang jika berada di dekat Mas Arman daripada Pak Putra dan Pak Hartono. Padahal mereka adalah keluarga kandung Ibu. Mungkin karena efek sudah lama tidak bertemu dan bersama. Makanya Ibu juga merasa asing dengan mereka. Begitu juga sebaliknya, walaupun ada gurat kecewa di wajah Pak Putra.Apalagi saat Ibu mengatakan jika dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Wajah Pak Putra dan Pak Hartono langsung memerah

  • Ketika Istri Berhenti Peduli   Frustasi 2

    Ketika Istri Berhenti PeduliPak Putra mengambil kembali ponselnya dari tanganku. Sedangkan aku masih berdiri di sampingnya karena syok. Bagaimana bisa ada dua orang yang sangat mirip tapi tidak kembar."Dia Widya. Tapi kamu tenang saja, saya tau kamu sudah menikah dan memiliki anak," ucap Pak Putra dengan nada suara yang lebih tenanSetelahg. Sepertinya dia sudah jauh lebih baik dari tadi."Apakah Widya memiliki orang tua atau keluarga?" tanyaku pada Pak Putra yang sedang menyimpan ponselnya di dalam saku jaket kulit miliknya."Iya, dia sama seperti kamu. Anak tunggal, hanya saja kedua orangtuanya sudah pindah ke luar negeri setelah dia meninggal," jawab Pak Putra menjelaskan."Kenapa kami bisa sangat mirip, padahal kami tidak memiliki hubungan darah," aku terus memikirkan bagaimana wajahku bisa sangat mirip dengan wanita itu."Entahlah, kuasa Allah. Tidak ada yang tidak mungkin bukan?" jawab Pak Putra yang membuatku beristighfar.Kenapa aku tidak berpikir seperti Pak Putra. Padahal j

  • Ketika Istri Berhenti Peduli   Frustasi

    KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 71POV NayaKami masih menangis di depan kamar Lela. Sedangkan di dalam ada dokter dan beberapa perawat yang sedang melakukan pemeriksaan. Walaupun kami tau jika Lela sebenarnya sudah tiada. Tapi Dokter pasti akan tetap melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Mataku sembab dan terasa sangat lelah. Mas Arman masih menangis sesenggukan di sampingku. Sedangkan Pak Putra hanya diam dengan wajah datarnya. Dia sama sekali tidak terlihat sedih atau merasa kehilangan. Ya wajar menurutku, karena dia tidak pernah dekat dengan Adiknya itu. Bahkan dia malah membencinya karena sikap Lela tempo hari.Tapi jauh di dalam sini, aku berucap pada diriku sendiri. Jika aku sudah memaafkan semua kesalahan Lela padaku. Semua dendam yang pernah tertanam di dalam hati. Kini sudah hilang, tidak ada lagi dendam ataupun kebencian pada Lela.Kini aku malah teringat dengan Diki, dia telah menjadi yatim di usia balita. Mau menghubungi Herman juga aku tidak mempunyai nomor teleponnya. B

  • Ketika Istri Berhenti Peduli   Meninggal 2

    "Maksudnya gimana ya, Pak?" tanya Mas Arman tersenyum aneh. Aku juga merasa aneh dengan sikap mereka dari tadi."Jadi dulu, setelah dia melahirkan Putra. Dia pamit karena suatu urusan. Dan setelah itu dia tidak pernah kembali lagi pada kami. Di menghilang bak ditelan bumi. Saya pikir dia sudah meninggal, karena tidak kunjung kembali. Tapi nyatanya, dia masih hidup. Walaupun kami dipertemukan dengan cara seperti ini. Tapi itu cukup membuat saya bahagia. Ternyata anak saya masih hidup dan sudah mempunyai anak di tempat lain. Kamu adalah cucu saya juga." Pak Hartono menjelaskan semuanya sehingga membuat aku dan Mas Arman terkejut. Berarti Ibu masih mempunyai keluarga. Dan tidak main-main, dia punya keluarga yang sangat kaya raya."Anda sedang tidak bercanda kan, Pak?" tanya Mas Arman memastikan."Saya serius. Kamu bisa tanyakan lagi nanti sama Ibu. Dia akan siuman sebentar lagi. Tadi terpaksa dokter menyuntikkan obat penenang. Karena dia terus menangis memanggil anaknya," jelas Pak Hart

  • Ketika Istri Berhenti Peduli   Meninggal

    KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 70POV NayaKami berlari mengejar langkah dokter yang semakin menjauh. Perutku rasanya sedikit nyeri bagian bawah karena berlari menyusuri lorong rumah sakit. Ternyata Lela sudah dibawa kembali ke ruang operasi.Aku dan Mas Arman menunggunya dengan harap-harap cemas. Jujur, jika ditanyakan apakah aku membenci Lela. Jawabannya iya, karena dari dulu dia menginginkan aku berpisah dari Mas Arman. Dia selalu menghasut supaya Mas Arman menceraikan aku. Apalagi setelah kejadian kemarin, ketika dia ingin menjualku pada laki-laki hidung belang. Rasa benciku semakin bertambah-tambah rasanya.Tapi jika sekarang ada yang menanyakan, apakah aku mencemaskan Lela. Jawabannya juga iya, aku sangat mencemaskan dia. Jujur, saat ini aku sungguh menginginkan dia untuk sembuh kembali. Walaupun setelah dia sembuh dan sehat dia akan menggangu hidupku. Rasanya aku rela, karena melihat penderitaan yang dia alami sekarang membuatku sadar. Jika doaku selama ini mungkin telah dik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status