Reindra menatap ke depan ke tumpukan berkas yang masih tertata rapi di atas meja. Hari ini ia harus meneliti beberapa tugas dari mahasiswanya, ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya. Reindra tak ingin Eliana cemas akan dirinya. Ia harus cepat menyelesaikan apa yang harus di selesaikan. Saat Reindra sibuk ponselnya bergetar pertanda ada chat masuk saat membuka chat seulas senyum terpancar dari bibir Reindra. [Bekalnya jangan lupa di makan, Mas. Ini waktunya makan siang lo.]Reindra tersenyum lalu mengirim emoji love ke pada istrinya Eliana. Beruntung pihak kampus tak menghukum Reindra mengeluarkannya saat ia sakit. Malah banyak sekali pihak dari Kampus menyumbang juga mensuport dirinya selama sakit. Reindra bahagia karena semua sudah seperti keluarga. Kembali ponsel Reindra berbunyi. [Papa, jadi rencananya nanti?][Jadi lah, siapkan semuanya ya.][Asiapp, Pa]Reindra tersenyum dan kembali menaruh ponsel, lalu melanjutkan tugasnya. -Tak bisa dipungkiri kehilangan seseorang yan
Menyaksikan perjalanan kisah cinta Eliana yang berliku juga begitu tegar menghadapi masalah, Bu Hani menitipkan air mata. 'Sudah saatnya kau bahagia, Eliana.' Bu Hani bergeming, ia tahu jika cinta Eliana pada Reindra sangatlah besar. Keduanya saling mencintai. Bu Hani mendekat dan bicara pada Reindra juga Eliana. "Kalian, Mama beri hadiah ini bukalah," beliau memberikan amplop warna cokelat untuk Eliana. "Apa ini, Ma?" tanya Eliana penasaran. Bu Hani tersenyum. "Bukalah."Eliana membuka amplop tersebut dan satu kamar hotel yang sudah dipesan oleh Bu Hani untuk dua hari ke depan. "Astaga, Ma, ini berlebihan lo. Lagian kami juga bukan anak muda lagi?" tanya Eliana malu. "El. Sudahlah kau butuh berdua dengan Reindra biar anak-anak, Mama yang jaga, Mama hanya punya kalian, Mama harap kalian nanti yang akan merawat Mama saat tua nanti."Eliana menggeleng. "Mama bicara apa, kami semua putra-putimu, kami semua sayang sama, Mama."Bu Hani tersenyum dan duduk mendekati Eliana. "Kau terima
Reindra menyelusuri koridor hotel dengan santai. Dia kaget melihat perempuan keluar dari kamar hotel dengan laki-laki yang sangat ia kenal. Untung Eliana tadi memberikan syal di leher karena udara begitu dingin. Awalnya Reindra menolak, namun akhirnya ia menggangguk dan memakainya, Reindra menutupi mulut juga kepalanya dengan syal, hanya beberapa meter ia melihat Yolanda dengan lelaki yang tak asing dimata Reindra.Namun ia lupa. Sesekali mereka saling bertukar senyum saat tatapan bertemu. Lalu perlahan tangan itu terlepas dari genggaman dan berpindah memeluk pundak Yolanda. Reindra terus berjalan dan berpapasan dengan Yolanda dan laki-laki itu yang begitu mesra, sesaat Yolanda menatap Reindra namun sepertinya ia tak mengenali. "Makanan datang, sayang."Eliana tersenyum. "Oke, Mas."Eliana dan Reindra menyantap makanan, mereka sama-sama diam. Reindra pikirannya melayang untung saja hubungan dengan Satria itu berakhir saat ia memergoki Yolanda bermain gila dengan Anton sahabatnya. Wan
Mereka keluar hotel untuk sarapan. Eliana hanya memakai pashmina dan rok juga baju atasan dengan pashmina senada, memakai flatshoes sudah membuat hati Reindra berdebar hebat, entah pesona Eliana membuatnya makin mencintainya. Saat terasa lapar mereka duduk di bangku resto masakan laut di samping hotel. Dan menunggu pesanan datang. Reindra tersenyum ia tahu jika istrinya sangat lapar, bahkan ia mendengar jelas suara cacing dalam perut Eliana terdengar dengan jelas. Akhirnya pramusaji datang membawa dua porsi makanan. Pagi itu mereka habiskan dengan bercanda sambil menikmati makanan yang berada di depan mereka. Sesekali Eliana menatap ke arah orang berlalu lalang lalu kembali makan. "El, habiskan makanlah yang banyak," ujar Reindra seraya menyodorkan beberapa menu makanan untuk Eliana. "Iya aku, lapar boleh aku habiskan." Reindra mengangguk. "Enggak apa-apa, sayang. Kau harus makan banyak," sahut Reindra sambil mengulas senyum. Eliana tersenyum mendengar perkataan Reindra dan kemba
"Bagaimana, kita pulang sekarang sayang?" tanya Reindra yang masih dalam posisi memeluk tubuh istrinya. Eliana mengangguk. "Iya aku rindu, Bian juga, Daffa. Mas," jawab Eliana. Reindra membantu Eliana mengemasi bajunya dalam travel bag. Selesai mereka keluar kamar hotel dan berjalan menuju parkir mobil. Sesaat Eliana tahu jika Yolanda sedang berjalan dengan seorang laki-laki dengan cepat Eliana merekam mereka tanpa sepengetahuan Reindra. Eliana menelan saliva yang begitu pahit, lalu menggeleng pelan. Eliana merasa serba salah meskipun ini bukan urusannya, namun semua sudah suratan takdir mantannya Satria memiliki istri seperti itu. Eliana memasukkan ponsel di dalam tas. Dan kembali menggandeng lengan suaminya dengan mesra. "Sayang yakin mau pulang? gak ingin ke pantai lagi?""Pulang saja, Mas, kapan-kapan saja deh."Mereka saling pandang. Hingga mereka memasuki parkiran hotel, mereka berjalan dan hanya diam. Namun, tangan Eliana menggandeng erat lengan Reindra saat melewati ramai
"Sayang, kenapa senyam-senyum sendirian?" tanyanya mencubit hidung istrinya. "Eh ... iya, Mas ngagetin saja sih."Reindra tersenyum ia tahu jika istrinya pasti malu saat ia menggodanya. "Gimana suka kan dikagetin!" tekannya mengedipkan satu matanya. Eliana tersenyum. "Ih, sejak kapan, Mas jadi genit gini?""Tapi suka kan? Mau dipeluk?" rayunya lagi pada Eliana. Eliana masih sibuk membikin pisang goreng tersenyum dan merasa geli. "Malu sama, Bian. Mas.""Papa kenapa di dini?" tanya Bian curiga. Reindra gugup. "Papa ambil air sayang,""O, Mama, sudah matang belum pisang gorengnya?" tanya Bian. "Sudah sayang ini bawa kedepan ya," jawab Eliana menyerahkan satu piring pisang goreng hangat. -Satu minggu berlalu. Eliana berada di depan cermin, ia sedang menyisir rambutnya, dan membersihkan make up tipisnya. Karena Eliana rajin mencuci muka setiap mau tidur kulitnya terlihat kencang juga bercahaya. Embusan napas teratur Reindra menerpa kulit leher Eliana. Tangannya melingkar erat di pin
Eliana menatap Dafa dan Bian yang sedang tertidur. Tatapan dan sorot mata teduh yang dulu selalu membuat Eliana terpaku karena rasa bahagia. Perlahan rasa hangat menjalar, mengusik sekelumit kenangan beberapa tahun silam. Dulu bersamanya Eliana selalu nyaman. Eliana selalu merindu saat ia jauh. Ada debar di dalam sini saat jemari saling menggenggam. Atau tanpa sengaja saling bertukar tatap. Dia Reindra pria tampan kakak kelasnya dulu, teman sekelas wanita Eliana banyak yang suka kala itu. Kala itu ia marah saat pernah tanpa sengaja melihat Satria bersama gadis lain. Dan bahkan saat itu Eliana mendiamkannya hingga berhari-hari dan meninggalkannya dengan sepeda mini kesayangannya. Eliana sadar bahwa ia jatuh cinta padanya. "Masuklah El, udaranya sangat dingin lo." Reindra menyadarkannya dari lamunan. la mendekati Eliana dan memeluknya dari belakang. Entah perasaan apa yang di rasakan Eliana tenggorokannya tercekat, jantungnya naik turun, rasa yang selama ini hilang telah kembali lagi.
Bagaimana, mau mandi sekarang sayang? sudah aku siapkan air hangatnya bangunlah?" tanyanya yang masih dalam posisi memeluk tubuh istrinya. Eliana mengangguk. "Iya dingin malas bangun.""Ayolah keburu habis waktunya Subuh sayang.'"Hu um.""Ayo."Eliana menggeleng. "Kenapa lagi?''"Gak mau maunya di gendong. Mas."Reindra membantu Eliana berdiri, lalu menggendong tubuh istrinya ke arah kamar mandi. Eliana membawa bajunya ke dalam kamar mandi. Selesai ia mengganti baju, lalu menjalankan Shalat Subuh berjamaah. karena Reindra menunggu Eliana keluar kamar mandi dengan keadaan bersih. Eliana bahagia, lalu menggeleng pelan. Eliana merasa serba salah. Seandainya dulu ia tahu jika suaminya memanjakannya, namun semua sudah suratan takdir. dengan perceraian itu membuat Eliana menemukan cinta baru juga kebahagiaan baru. "Sayang aku mau ke kampus? ga ingin nitip apa gitu? "Tidak, Mas, kapan-kapan saja.""Yakin?''"Hu um."Mereka saling pandang, mata Reindra menunjukkan kebahagiaan. Hingga me