Share

Beradu Mulut dengan Desti

Ada sesuatu yang mengganjal di dalam hati saat menatap Wildan. Anak itu sedang asyik makan ayam bakar tanpa nasi.

Masih ada dua belas potong ayam bakar sisa. Aku berikan untuk Mbak Wati enam potong. Selebihnya untuk makan Wildan dan Wulan.

Aku sendiri memilih makan dengan ikan asin, sambel terasi serta lalapan. Entah mengapa, rasanya jauh lebih nikmat dibanding makan dengan daging ayam. Mungkin, karena aku sendiri yang masak segitu banyaknya. Hingga tak lagi selera makan daging tersebut.

"Bu. Nanti jadikan telepon, Ayah?" Dengan wajah belepotan, Wildan memandangku penuh harap.

Inilah yang tadi menjadi ganjalan hatiku. Dengan berat, aku terpaksa mengangguk.

"Sekarang Wildan habiskan dulu, ya, makannya" Seulas senyum kuberikan untuknya. Dia mengangguk. Kembali melanjutkan makan dengan penuh semangat.

Usai makan malam bersama, aku, Wildan dan Wulan tentunya, kucoba menghubungi nomor Mas Radit. Biar bagaimanapun aku harus menghadapi, tidak boleh lari dari masalah ini.

"Sabar, ya, Nak.
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status