"Mas, bisa tolong anterin aku belanja sebentar?" tanya Luna kepada suaminya, Arka.
"Aku sibuk, nanti mau bertemu klien diluar," jawab Arka dengan nada dingin."Tapi, Mas...""Jangan manja, belanja saja harus dianterin segala."Selalu begitu, tidak pernah sekalipun Arka mau menemani istrinya belanja.Dengan sedikit cemberut, Luna pergi dari hadapan suaminya.Di dalam kamar dia menangis terisak, memikirkan, kenapa sampai saat ini suaminya selalu bersikap cuek dan dingin.Pernikahan mereka memang bukan sebuah keinginan pribadi melainkan dijodohkan oleh orang tua Arka.Pernikahan yang sudah menginjak hampir satu tahun lamanya itu tidak serta membuat Arka bisa bersikap baik terhadap istrinya itu."Kalau uang belanja kurang, kamu bisa minta kepadaku, nanti aku transfer," ucap Arka sebelum dia melangkah keluar."Aku tidak butuh uang banyak, aku hanya butuh waktumu," jawab Luna."Jangan kaya anak kecil, aku sibuk. Kerja juga buat kamu," jawab Arka."Buat aku? Sampai kamu melalaikan kewajiban kamu?" tanya Luna dengan tatapan tajam."Jangan mulai deh! Selama ini aku sudah menuruti apa yang kamu mau, apa itu masih kurang?""Apa aku di matamu hanya wanita penggila harta? Apa dengan uang banyak aku akan merasa bahagia?""Sudah, malas aku berdebat sama kamu. Aku mau keluar," ucap Arka sambil melangkah pergi.Masih dengan perasaan hancur, Luna mengejar suaminya. Dia ingin sebuah kejelasan mengenai hubungan ini. Hatinya sungguh sangat sakit bila hadirnya tak pernah dianggap oleh suami."Mas, tunggu!"Arka menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah istri. Dia menatap istrinya dengan tatapan dingin."Apa kamu mencintaiku?" tanya Luna."Pertanyaan konyol macam apa ini? Buang-buang waktuku saja," jawab Arka."Jawab, Mas!" ucap Luna dengan berlinang air mata."Jangan kaya anak kecil deh! Aku sibuk. Lagian tidak diantar belanja sampai kaya gini. Ah, sudah, jangan buang-buang waktuku dengan kelakuanmu ini."Setelah mengatakan itu, Arka benar-benar pergi meninggalkan Luna.***"Kamu hebat, kemana-mana sendiri tanpa ditemani suami," puji Oliv teman masa kecil Luna.Luna hanya tersenyum, dia tidak menceritakan perihal sikap suaminya pada sahabatnya ini. Biarlah dia pendam sendiri semuanya. Terkadang, kalau mengingat semua itu, hati Luna semakin nyeri."Kenapa nangis, Lun? Apa ada masalah?" tanya Oliv panik saat melihat sahabatnya itu tiba-tiba saja menangis.Luna hanya menggeleng lemah."Aku pulang dulu ya? Sepertinya lagi tidak enak badan," ucap Luna."Lah, katanya kita mau ke yayasan?" tanya Oliv.Memang, hari ini Luna ingin berkunjung ke yayasan, dia adalah donatur tetap disana tanpa sepengetahuan suaminya.Dengan melihat anak kecil, hati Luna selalu diliputi rasa bahagia, apalagi sampai sekarang di belum juga hamil.Ntah kenapa Tuhan belum mempercayainya mempunyai anak yang keluar dari rahimnya."Lupa aku. Kita kesana sekarang saja," ucap Luna.Oliv yang melihat perubahan pada diri sahabatnya itu ingin sekali bertanya, tapi dia urungkan. Selama ini Luna jarang sekali terbuka dengan urusan pribadi. Walaupun pembawaannya selalu ceria tak jarang tiba-tiba saja dia terlihat murung."Oliv! Kok melamun?" tanya Luna membuyarkan pikiran Oliv tentangnya."Iya-iya, kita berangkat sekarang," ucap Oliv sambil tersenyum.***Langkah mereka terhenti saat melihat Arka tengah bersama seorang wanita. Mereka berjalan beriringan, terlihat sekali Arka begitu bahagia.Siapa perempuan itu? Batin Luna. Karena dia tidak mau berandai-andai, dia segera menghampiri suaminya itu, tapi belum sampai mendekat, Luna sudah mendengar obrolan suaminya dengan perempuan itu."Aku tidak bisa kalau tidak memikirkanmu, setiap waktu, setiap saat, kepalaku selalu dipenuhi oleh bayang-bayangmu," ucap Arka.Sesak, hanya itu yang dialami oleh Luna saat ini. Oliv yang melihat tak bisa berkata apapun. Lekas dibawa sahabatnya itu pergi, tapi langkah mereka terhenti karena tidak sengaja menabrak seseorang."Maaf," ucap Luna.Sontak hal itu membuat Arka dan wanita disebelahnya menoleh."Luna!" ucap Arka saat menyadari kalau itu adalah istrinya.Luna buru-buru mengajak Oliv segera pergi dari tempat itu. Dia pun tak menanggapi panggilan dari suaminya.Sedangkan Arka sendiri mencoba mengejar Luna. Ada perasaan bersalah di hatinya saat dia kepergok bersama wanita lain, padahal tadi pamitnya mau menemui klien."Lun, tunggu!" teriak Arka, sedangkan Luna sendiri tetap tak menoleh sedikitpun, dia semakin cepat melangkahkan kaki nya agar segera sampai di parkiran.Setelah dia berada di dalam mobil, Luna menyuruh Oliv untuk segera pergi, dia tidak mau bertemu suaminya.Sempat terlihat Arka berlari kecil menuju ke arahnya, tetapi Luna keburu pergi dari tempat itu.Luna menangis tersedu di samping sahabatnya. Dia merasa telah dibohongi. Kini dia sadar, kenapa suaminya selalu bersikap acuh kepadanya.Ada nama wanita lain yang setiap saat selalu dia sebut. Ada wajah wanita lain yang selalu mengisi kepalanya di setiap waktu."Aku tidak tahu dosa apa yang sudah ku perbuat di masa lalu sampai Tuhan memberiku cobaan seperti ini," ucap Luna ditengah tangisnya."Ku kira dia belum bisa mencintaiku, tetapi aku salah. Dia sama sekali tidak mau mencintaiku, dia tidak mau membuka hatinya untukku. Lalu untuk apa pernikahan ini dipertahankan?" ucap Luna lagi."Kamu belum mendengarkan penjelasan apapun dari suamimu," jawab Oliv sambil terus fokus menyetir."Aku tidak butuh penjelasan apapun. Tanpa dijelaskan semuanya sudah sangat jelas. Suamiku bukannya belum mencintaiku, tetapi dia tidak mau mencintaiku."Hening sesaat, Oliv sendiri tidak tahu harus berkata apa sebab ini menyangkut masalah rumah tangga sahabatnya dan dia sendiri adalah orang luar."Kita jadi ke yayasan?" tanya Oliv mengalihkan pikiran Luna agar sahabatnya itu tidak larut dalam kesedihan."Kita kesana saja. Sepertinya dengan menemui anak-anak itu pikiranku jauh lebih baik," jawab Luna."Tapi kamu jangan menangis. Ntar dikira aku melakukan sesuatu terhadapmu," ucap Oliv bercanda supaya Luna bisa tersenyum, tetapi Luna sama sekali tak merespon. Dia terlalu hanyut dalam pikirannya sendiri.***Kehadiran Luna dan Oliv disambut hangat oleh pengurus yayasan dan juga beberapa anak kecil yang sudah lama mengenal Luna. Tak lupa sebelum masuk ke dalam dia menurunkan beberapa barang yang sudah dia beli untuk diberikan pada yayasan."Tante, yey, tante datang," ucap anak itu menghampiri Luna yang sedang duduk didampingi salah satu Ibu pengurus."Iya manis, tante datang," ucap Luna sambil mengacak lembut kepala anak lelaki itu.Dengan melihat kebahagiaan terpancar dari wajah anak kecil ini, hati Luna juga ikut bahagia.Ntah kenapa dia merasa nyaman berada di sini."Tante, boleh aku minta sesuatu?" tanya anak itu lagi.Pengurus yayasan yang melihat anak itu terlihat geleng-geleng kepala sambil tersenyum."Boleh, memang mau minta apa?" tanya Luna."Boleh aku memanggil tante dengan sebutan Ibu? Selama ini aku tidak punya Ibu," ucapnya lirih sambil menunduk. Dia merasa takut kalau Luna akan menolak permintaannya.Luna menarik anak kecil itu kedalam pelukan. "Boleh, kamu boleh memanggil tante dengan sebutan Ibu.""Terimakasih, Ibu."Ucapan anak kecil itu langsung membuat Luna merasa bahagia. Lukanya sedikit terlupakan dengan dia berada disini. Rasanya dia masih enggan untuk segera pulang, dia ingin menikmati waktu lebih lama bersama anak kecil yang mencintainya dengan tulus.Di lain tempat, Arka tengah gelisah menunggu kedatangan Luna. Dia melirik jam nya, dia juga membuka ponsel dan mencoba menghubungi Luna, tetapi nomor Luna tidak aktif."Kemana sih kamu?" ucap Arka."Bi, kesini sebentar," ucap Arka pada asisten rumah tangganya."Iya, Pak.""Kamu tahu, siapa teman Luna yang sering datang kesini?" tanya Arka."Saya tidak tahu, Pak. Cuma neng Oliv, yang biasanya kesini.""Ya sudah, lanjutkan bekerja," jawab Arka.Arka semakin gelisah saja. Tidak biasanya dia seperti ini, mungkin karena dia menyesal telah berbohong pada istrinya.Sekali lagi, dia mencoba menghubungi Luna tetapi tetap saja, nomor itu tidak aktif.Kali ini dia berniat untuk datang ke rumah Oliv, sesuatu yang nyaris tidak pernah Arka lakukan selama dia menikah dengan Luna.Arka tidak pernah mau tahu tentang siapa saja teman Luna. Hal itu baginya tidaklah penting.***"Belum pulang anaknya, Mas," ucap seorang Ibu yang Arka tafsir berumuran setengah abad. Dia adalah ibunya Oliv."Terimakasih, Bu. Kalau begitu, saya pamit pulang dulu," ucap Arka.Dia akan menunggu kepulangan Luna di rumah saja dan akan menjelaskan semuanya.Karena merasa tidak mengenal dan merasa asing terhadap laki-laki itu, ibunya Oliv pun enggan membuka pintu.Ia takut jika orang itu berniat jahat terhadap keluarganya, sebab yang dirinya tahu kalau para penjahat tersebut masih tersisa satu orang yang belum tertangkap."Buka pintunya!" Suara laki-laki tersebut terdengar sangat jelas sambil terus menggedor pintu."Cepat buka!" teriak laki-laki itu kembali.Sedangkan ibunya Oliv masih tertahan di dalam. Lantas Ia pun segera menelpon bu RT untuk membawa beberapa warga ke sini karena dirasa jika orang yang bertamu ke rumahnya saat ini bukanlah orang baik-baik.Berulang kali panggilan itu terhubung tetapi sama sekali tidak diangkat oleh bu RT.Pikiran ibunya Oliv saat ini sudah buntu. Dirinya tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa lagi.Kepada polisi rasanya juga percuma saja, karena Dirinya belum bisa memastikan apakah orang yang berada di luar itu memang punya jahat atau tidak.Setidaknya kalau dirinya memanggil RT, RT bisa menyele
Setelah beberapa hari dari peristiwa itu, kehidupan Arka dan juga Luna mulai membaik.Mereka tidak lagi ketakutan untuk menyongsong hari. Ada banyak rencana-rencana indah yang telah mereka buat setelah hari ini. Tentunya mereka memastikan dulu kalau perusahaan dalam keadaan bagus dari segi keuangan dan yang lain.Beruntung sekali perusahaan Arka tidak jadi bangkrut, dan itu semua berkat bantuan dari istrinya."Ibu katanya mau menginap di sini malam ini, Mas," ucap Luna saat melayani suaminya makan.Arka terlihat sangat lahap sekali setelah beberapa waktu dirinya tidak bisa bernafas lega setelah rentetan peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan."Sama Dio juga?""Ya. Katanya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan sama kita. Mungkin tentang masalah pernikahan Dio," jawab Luna yang hanya menduga-duga saja.Sebab selama ini ibunya jarang sekali menginap Kalau tidak ada sesuatu yang penting, ataupun saat dirinya sedang sakit.Itu saja bisa dihitung dengan jari. Bahkan saat Arka masuk rumah
"Singkirkan tubuh kotormu dari kakiku! Rasanya aku sudah tidak sudi lagi dekat-dekat dengan kalian," ucap Arka dengan sangat Ketus."Aku mohon, Jangan sakiti keluargaku karena mereka tidak tahu perbuatanku. Jangan apa-apa kan mereka, cukup aku saja yang kamu hukum. Jangan kedua orang tuaku," ucap Eva yang masih belum mau beranjak dan tetap memegang kaki Arka."Sembahlah Tuhanmu! Kau tidak perlu bersujud seperti ini kepadamu.""Ka! Kita adalah sahabat. Tolong jangan tega sama aku," ucap Eva dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari Arka."Sahabat? Lalu kamu mengatakan Aku tega sama kamu. Sekarang aku tanya sama kamu, di sini yang tega itu kamu atau aku. Kamu sendiri yang merusak kepercayaanku sebagai seorang sahabat. Kamu yang pura-pura baik di depanku tetapi menusukku dari belakang. Jangan mengira aku tidak tahu kebusukanmu selama ini. Dan apa yang telah kamu lakukan kepada keluarga kecilku! Jadi tidak usah merasa sok tersakiti Sedangkan kamu sendiri adalah penjahat sesungguhnya!" b
Andi dan juga Eva saling bertatap muka sebentar. Rasanya mereka berdua ingin segera kabur dari sini, tetapi hal itu tidak mungkin mereka lakukan.Saat ini mereka berdua sudah dikepung. Tidak ada celah bagi mereka untuk pergi dari sini Apalagi pistol tersebut sudah mengarah ke arah mereka, yang artinya jika sampai mereka berani kabur maka yang ada para polisi itu akan menembaknya."Tangkap mereka berdua!" perintah salah satu polisi yang kemungkinan besar adalah atasannya.Baik Andi dan juga Eva sama-sama tidak bisa melawan dan hanya pasrah saat polisi itu memborgol tangannya.Kejadian ini pun juga tak luput dari perhatian warga yang memang kebetulan mereka masih berada di rumah dan belum berangkat ke sawah.Mereka menjadi tontonan orang-orang yang berada di sana. Malu? Sudah tentu.Lalu sesaat kemudian mereka pun dibawa oleh polisi.Sementara di tempat lain Arka mendapatkan kabar jika dua orang sahabatnya itu sudah berhasil ditangkap.Tetapi saat ini Dirinya belum merasa puas Kalau bel
"Suara apa itu?" tanya Andi, suami Eva."Mas! Apa jangan-jangan polisi sudah menemukan keberadaan kita?" tanya Eva yang begitu sangat panik karena merasa hidupnya sudah terancam."Kita lewat pintu belakang," ucap Andi yang langsung disetujui oleh Eva.Setelah berhasil keluar dari rumah, lantas Ia pun menoleh ke sana kemari untuk memastikan kalau keadaan aman."Tidak ada polisi. Lalu tadi itu suara apa?" tanya Eva.Dirinya tidak menemukan siapa pun di sana dan keadaan pun juga masih sunyi. "Mungkin tikus atau kucing." Andi menjawab sekenanya saja."Mana kunci mobilnya?" tanya Andi.Eva pun langsung memberikan kunci mobil tersebut kepada suaminya. Lalu setelahnya Mereka pun segera pergi meninggalkan tempat ini.Tetapi tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat kepergiannya dan membuntutinya dari belakang sambil menelpon seseorang.Entah apa tujuan orang tersebut, tetapi yang pasti Andi merasa jika saat ini dirinya memang ada yang mengikuti.Ia pun mengemudikan mobil dengan kecepata
Arka yang baru saja masuk ke ruangan itu pun juga tak kalah kagetnya saat mendengar ungkapan dari Oliv.Laki-laki itu tertahan di sana sambil menatap tajam ke arah Oliv. Rahangnya mengeras dan tangannya mengepal. Ia begitu sangat marah terhadap Oliv.Sungguh tidak menyangka jika wanita yang selama ini selalu ditolong oleh istrinya dan katanya dekat berani meminta sesuatu yang tidak pantas diminta."Bicara apa kamu, Liv?" tanya Luna."Tidak ada laki-laki yang nantinya mau sama aku! Wanita kotor dan telah dijamah oleh beberapa laki-laki. Siapa lagi yang mau sama aku? Gak ada, Lun! Nggak ada laki-laki yang mau sama aku!" ucap Oliv."Tetapi tidak harus meminta suamiku kan? Kamu pasti dapat laki-laki yang baik, tetapi bukan mas Arka," ucap Luna dan Oliv menjawab dengan gelengan kepala."Sudah cukup drama ini! Sayang, ayo kita pulang dan kamu biarkan saja temanmu yang tidak tahu diri ini," ketus Arka lalu menarik paksa istrinya."Nak Arka, tolong maafin Oliv ya," ucap wanita paruh baya itu,