Luna berniat malam ini tidak akan pulang ke rumah. Rasa sakit telah dibohongi oleh sang suaminya membuatnya enggan kembali ke rumah yang selama ini telah dia tempati.
"Aku tidur di rumah mu ya?" ucap Luna pada Oliv."Lah, kamu tidak pulang?" tanya Oliv heran. Bukannya tidak mau Luna tidur di rumahnya, tetapi dia merasa Luna perlu menyelesaikan masalah pribadinya dengan sang suami."Aku malas pulang," jawab Luna."Lun, bukannya tidak mau ya, tapi kamu selesaikan dulu masalah kamu.""Please!""Tapi?""Ya, Oliv?" ucap Luna sambil menangkupkan kedua tangan."Baiklah," jawab Oliv.Setelah itu keduanya masuk ke dalam rumah, tak lupa Luna mengaktifkan data selulernya setelah hampir seharian dia matikan.Rentetan panggilan tak terjawab juga pesan yang mulai masuk dari Arka membuatnya seolah tidak percaya.Selama ini belum pernah Arka menghubunginya dulu, belum pernah dia berkirim pesan sebanyak ini.Arka yang cuek dan bersikap dingin, kalau tidak dihubungi dia tidak akan menghubungi dulu. Tetapi sekarang tanpa diminta lelaki itu menghubungi Luna."Ada apa, Lun?" tanya Oliv keheranan melihat sahabatnya diam terpaku."Nggak apa-apa. Aku capek, pengen langsung tidur saja," jawab Luna beralasan.Belum juga langkahnya sampai di depan pintu kamar, Luna sudah dipanggil ibunya Oliv dan mengatakan kalau suaminya tadi datang kesini untuk mencarinya.Luna sebelumnya enggan untuk pulang ke rumah tetapi karena dipaksa oleh ibunya Oliv, dia menjadi tak enak untuk menginap di rumah sahabatnya itu.💔💔💔"Darimana saja?" tanya Arka dengan nada dingin saat mengetahui istrinya masuk ke dalam rumah. Posisi Arka saat itu tengah duduk di sofa sembari menunggu kepulangan istrinya.Dia bersikap seperti itu agar tidak ketahuan kalau sedari tadi dia mencemaskan keadaan Luna."Rumah teman," jawab Luna cuek. Setelahnya dia beranjak menuju ke kamarnya."Aku belum selesai bicara, tidak pantas seorang istri langsung pergi begitu saja saat suaminya belum menyelesaikan ucapan," ujar Arka dan berhasil membuat langkah Luna terhenti.Seketika wanita itu menoleh ke arah Arka dan menghujam dengan tatapan tajamnya."Kamu menganggapku istri?" tanya Luna memastikan."Lha memang apa?"Luna tak menjawab, dilangkahkan kaki nya menuju ke kamar, ia tidak mau berdebat dengan suaminya. Saat ini hatinya merasa lelah, sakit. Sedangkan Arka mengikuti langkah istrinya dari belakang. Ia butuh menjelaskan semuanya pada Luna. Sudah seharusnya wanita itu mengetahui segalanya tanpa perlu ditutup-tutupi.Luna langsung menuju ke ranjang dan menutup tubuhnya dengan selimut berwarna putih. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya.Arka yang melihat kelakuan istrinya hanya bisa menghela napas panjang. Ada rasa sesak, dia memang salah."Lun," ucap Arka sembari memegang pundak istrinya dari samping.Luna diam saja, enggan menanggapi panggilan dari sang suami. Mengingat kejadian tadi siang membuat hatinya sakit."Aku bisa jelasin, tolong, kamu buka mata kamu," ucap Arka.Luna masih diam dan itu membuat Arka semakin tak bisa menahan emosi."Dengar Lun. Wanita yang ku temui tadi siang adalah wanita yang selama ini masih ku cintai."Ucapan Arka membuat hati Luna semakin sakit. Dia beranjak dari tidurnya dan menatap sang suami dengan lekat."Lalu apa artinya aku dalam hidup mu, Mas? Apa artinya kalau kamu masih menyimpan nama wanita lain di hatimu?" tanya Luna. Ada bulir bening yang hampir jatuh tetapi dengan sekuat tenaga dia tahan, jangan sampai dia terlihat lemah dihadapan suaminya."Tidak ada.""Lalu kenapa kamu menikahiku kalau aku tidak ada artinya di hidupmu?" tanya Luna lagi."Aku terpaksa, semua itu karena ibuku yang sangat menyukai kamu," jawab Arka."Semua karena ibumu kamu mengorbankan perasaan wanita lain? Hebat kamu ya," ucap Luna. Bulir bening pun jatuh dari kedua sudut matanya."Iya, dan ku harap kamu paham akan semua ini," ucap Arka.Hati Luna benar-benar teriris dengan ucapan Arka."Ceraikan aku," ucap Luna."Tidak.""Kenapa? Bukannya kamu mencintai wanita itu, bukan aku?""Aku tidak mau Ibu sakit," jawab Arka."Kamu egois!" Bentak Luna.Arka diam saja, lalu setelahnya dia beranjak menuju ranjang samping tempat dimana dia tidur, lalu merebahkan tubuhnya begitu saja dan membiarkan Luna menangis sendiri.***Pagi itu Arka melihat istrinya sudah rapi dan berdandan sangat menarik, tidak seperti biasanya."Mau kemana?" tanya Arka yang mendadak ingin tahu agenda sang istri hari ini, walau pertanyaan yang dilontarkan itu masih dengan nada dingin.Luna yang ditanya hanya diam saja, dia masih enggan untuk sekedar berbicara dengan suaminya. Rasa sakit itu masih terasa sangat membekas di hati.Hati wanita mana yang tidak sakit ketika pernikahan yang sudah dijalani dengan cinta tetapi cintanya bertepuk sebelah tangan."Aku bertanya dan kamu harus menjawab, kamu mau kemana?" ucap Arka dengan nada tinggi karena merasa tak terima pertanyaannya tidak ada jawaban, apalagi Luna sama sekali tak menanggapinya, melihat Arka pun juga tidak.Luna menoleh melihat suaminya dari atas sampai bawah lalu setelah itu dia menyunggingkan senyum tipis."Bukan urusan mu," jawab Luna cuek."Aku suamimu!" Bentak Arka.Bukannya takut, Luna yang mendengar suaminya berkata seperti itu tertawa kecil."Kamu memang suamiku, tetapi itu ketika di depan Ibu. Selebihnya kita hanya orang lain," jawab Luna.Setelah pengakuan tadi malam yang mengatakan kalau pernikahan yang ia jalani karena permintaan ibunya membuat hati luna mulai mengeras.Sakit yang suaminya torehkan membuat dia melakukan semua ini. Mungkin dengan bersikap cuek bisa membuat hatinya lebih baik. Ia ingin suaminya merasakan apa yang sudah ia rasakan.Setelah Luna mengatakan itu, lalu ia melangkah keluar dan membiarkan Arka terbengong sendiri di dalam kamar.Pagi ini Luna sengaja tidak menyiapkan sarapan untuk suaminya. Biasanya ia akan menemani sang suami sarapan. Arka sangat suka masakan Luna, walaupun ada asisten rumah tangga tetapi untuk urusan perut Arka selalu meminta Luna yang mengolahnya.Arka pernah berkata kalau masakan Luna sangat cocok di lidahnya.***Luna akan pergi ke rumah Ibu lalu setelahnya dia akan ke yayasan tanpa pamit pada suaminya.Luna tahu ini salah, tetapi seperti apa yang dikatakan Arka tadi malam, dia menikahi Luna hanya sebatas permintaan dari ibunya saja. Hati dan juga jiwanya sudah ada nama wanita lain yang sulit tergantikan.Ketika mengingat itu, hati Luna terasa sangat sesak. Dia ingin sekali mengakhiri hubungan ini tetapi bagaimana dengan Ibu mertuanya? Ibu mertua yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri.Kalau ia nekat berpisah dengan Arka maka penyakit jantung yang didera Ibu mertuanya akan kambuh, Luna tidak ingin hal itu terjadi."Kenapa jadi seperti ini?" ucap Arka pada dirinya sendiri di depan cermin.Ia merasa sangat geram dengan apa yang sudah dilakukan istrinya. Dia tidak terima dengan ucapan Luna.Hatinya sedang tidak baik-baik sekarang. Melihat arloji di tangannya membuat Arka bergegas ke luar untuk sarapan lalu berangkat kerja.Tak ada apapun di meja makan. Lagi dan lagi, hal itu membuat Arka murka."Luna!" teriak Arka.Tidak ada sahutan dari sang istri. Arka mencarinya sampai ke depan. Tidak ada siapa-siapa. Sepertinya Luna sudah pergi, batin Arka.Setelah itu ia beranjak ke dapur, di sana ada Bik Nah, asistennya."Kopi, Pak?" tawar Bik Nah."Tahu kemana pergi nya Ibu?" tanya Arka."Tidak, Pak. Ibu tidak bilang apa-apa.""Ibu tidak masak?"Asistennya itu menggeleng keras. Setelah itu Arka pergi ke kamar dengan wajah penuh kesal. Pagi ini semua kacau gegara Luna. Tidak ada sarapan, sikap cuek yang
Bagi Luna, biarlah ini menjadi rahasia dia. Cukup Oliv sebagai temannya yang mengetahuinya.Alasan Luna tidak memberi tahu suaminya karena selama ini Arka tidak pernah terbuka kepadanya. Dulu pernah dia mau bercerita tetapi Arka sama sekali tak menanggapinya setelah itu Luna tidak mau bercerita kemana perginya uang yang sudah suaminya berikan."Kemana, Sayang?" ucap Arka semakin mendekati istrinya. Dia meraih kedua tangan Luna.Darah Luna berdesir, tidak biasanya Arka bersikap seperti ini. Apa yang akan Arka lakukan, Luna bagaikan terhipnotis ketika Arka mengecup keningnya dengan mesra."Apa-apaan sih!" ketus Luna sembari mendorong tubuh Arka.Semenjak kejadian malam itu, Luna sama sekali tidak mau disentuh oleh suaminya.Dulu Luna sangat menginginkan momen ini, momen dimana Arka datang kepadanya sembari memberi sebuah kecupan atau pelukan tetapi sekarang Luna merasa risih."Aku kangen sama kamu," ucap Arka.Lun
Di dalam mobil....Suasana hening sesaat. Arka yang masih diliputi amarah dan Luna yang masih pada diamnya."Aku tidak suka kamu dekat dengan pria lain," ucap Arka."Dia sahabatku. Aku tidak punya hubungan kusus dengannya, berbeda dengan kamu," ketus Luna."Sama saja. Aku tidak suka," jawab Arka sambil tetap fokus pada kemudinya."Terserah. Aku nggak merasa ngerugiin kamu," jawab Luna.Setelah itu tidak ada ucapan yang terlontar. Luna masih membisu dan Arka bingung dengan hatinya. Kenapa dia bisa bersikap seperti ini pada Luna?"Kenapa pergi tidak pamit?" tanya Arka memecah keheningan beberapa saat.Luna yang ditanya masih enggan menjawab, baginya itu hal yang tidak perlu dijawab. "Jawab Luna!" intonasi suara Arka semakin ditinggikan."Kita jalani hidup kita masing-masing," jawab Luna."Maksudnya?" tanya Arka tidak mengerti."Ceraikan aku.""Tidak.""Kamu su
Bagi Luna, biarlah ini menjadi rahasia dia. Cukup Oliv sebagai temannya yang mengetahuinya.Alasan Luna tidak memberi tahu suaminya karena selama ini Arka tidak pernah terbuka kepadanya. Dulu pernah dia mau bercerita tetapi Arka sama sekali tak menanggapinya setelah itu Luna tidak mau bercerita kemana perginya uang yang sudah suaminya berikan."Kemana, Sayang?" ucap Arka semakin mendekati istrinya. Dia meraih kedua tangan Luna.Darah Luna berdesir, tidak biasanya Arka bersikap seperti ini. Apa yang akan Arka lakukan, Luna bagaikan terhipnotis ketika Arka mengecup keningnya dengan mesra."Apa-apaan sih!" ketus Luna sembari mendorong tubuh Arka.Semenjak kejadian malam itu, Luna sama sekali tidak mau disentuh oleh suaminya.Dulu Luna sangat menginginkan momen ini, momen dimana Arka datang kepadanya sembari memberi sebuah kecupan atau pelukan tetapi sekarang Luna merasa risih."Aku kangen sama kamu," ucap Arka.Luna hanya melengos tak mau menanggapi celoteh suaminya. Bagi Luna Arka bukan
Kejadian itu tak berlangsung lama karena mendadak ponsel Arka berdering."Apa? Sekarang kamu dimana?" tanya Arka yang mendadak panik."Baiklah, kamu tunggu aku sampai datang, aku segera kesana," ucap Arka kemudian.Setelah itu ia bergegas dan bersiap pergi. Tak peduli ini sudah malam sepertinya telepon itu sangat penting."Mau pulang?" tanya Luna yang tidak Arka sadari sudah duduk di atas ranjang."Iya, Putri lagi terkena masalah. Aku harus segera menolongnya," ucap Arka dan langsung berlalu begitu saja.Sebenarnya Luna ingin sekali bertanya lebih jauh tetapi belum sempat mulutnya berucap Arka keburu hilang dari pandangan.Ingin sekali kuat tetapi terlalu sakit. Luna kira Arka sudah berubah dan bisa membuka hatinya tetapi kenyataan ini sungguh pahit. Arka tetap tidak bisa pergi dari masa lalu.Berpisah adalah jalan satu-satunya karena puncak dari mencintai adalah keikhlasan. Ia harus ikhlas Arka bersama orang terkasih.💔💔💔"Putri!" panggil Arka. Saat ini ia tengah berada di lokasi
Luna yang ditanya hanya bisa diam, ia bingung harus menjawab apa. Jangan sampai satu kesalahan kecil yang terlontar dari mulutnya membuat penyakit Ibu mertuanya kambuh lagi."Nak, kok diam?" tanya Ibu mertuanya lagi."Ah, itu.. Luna...""Ibu, sejak kapan Ibu di sini?" tanya Arka yang menyadari kehadiran ibunya. Dia melangkahkan kakinya mendekat pada dua orang perempuan di hadapannya."Baru saja. Ini Luna kenapa bawa koper segala?" tanya ibunya pada Arka."Kita mau liburan tetapi karena Ibu di sini, kita tunda saja ya, Sayang," ucap Arka sembari merangkul pundak istrinya.Luna sebenarnya rada risih tetapi ia tidak bisa berbuat banyak, ia tidak mau Ibu mertua mengetahui kemelut dalam rumahnya, belum saat beliau mengetahui."Jadi Ibu ganggu liburan kalian?" tanyanya lagi."Tidak. Liburan bisa kita tunda kapan saja. Ayo, Ibu masuk dulu. Sayang, kopernya bawa ke dalam ya?" ucap Arka bersikap semanis mungkin di hadapan ibunya.Ntah itu memang sikap manis yang keluar dari hati atau karena te
"Masakan istrimu tidak pernah mengecewakan ya, Arka," ucap ibunya membuka percakapan saat mereka tengah menikmati sarapan pagi.Luna yang mendengar pujian dari mertuanya tersipu malu. Sudah hal yang tidak asing bagi Luna saat Ibu mertua selalu memuji dirinya."Itu kelebihan Luna, Bu," jawab Arka sembari mengunyah makanan lalu sekilas menatap wajah istrinya."Hari ini kamu kerja?""Enggak. Kami akan buatkan cucu untuk Ibu."Luna tersedak saat mendengar ucapan Arka. Tak hanya Luna, ibunya juga terlonjak kaget. Tidak biasanya Arka berbicara seperti ini, biasanya ia enggan mengatakan hal-hal yang berbau vulgar."Sayang, minum dulu," ucap Arka sembari menyodorkan gelas pada Luna."Makan itu hati-hati," omel Arka dan Luna hanya diam saja. Jujur, hatinya masih belum bisa mencerna ucapan Arka."Ibu tahu, kalian lagi cinta-cinta nya. Ibu seperti obat nyamuk saja," ucap ibunya Arka memasang muka sedih."Ibu ngomong apa sih? Udah, nggak usah bahas itu, cepat habiskan sarapannya," tukas Luna.Sel
"Kamu di sini, emang siapa yang sakit?" tanya Abi."Bibiku.""Bibi siapa? Memangnya kamu punya bibi?" tanya Abi tak mengerti, sebab selama ia mengenal Luna, yang ia tahu Luna tak memiliki Bibi. Ibu maupun ayahnya adalah anak bungsu semua, jadi otomatis Luna hanya memiliki budhe."Bibi dari suamiku.""Kamu sudah menikah?" tanya Abi memastikan. Luna pun mengangguk membenarkan ucapan Abi."Kalah cepat aku." Ucapan Abi sontak membuat Luna menatapnya, tak terkecuali Arka yang diam-diam ikut mendengarkan obrolan istrinya."Kok kalah cepat?" tanya Luna polos."Kalau masih single sudah ku ajak nikah," ucapnya sambil tertawa. Tawa untuk menyembunyikan kekecewaannya."Ngawur. Kamu kan sudah ada Lea," jawab Luna."Udah lama putus.""Kenapa?""Karena kamu.""Gombal," ucap Luna sambil tersenyum. Ia tahu saat ini Abi tengah menggodanya."Aku masih ada tugas, nanti kita ngobrol lagi. No HP kamu masih sama kan?" tanya Abi."Sudah ganti," jawab Luna."Kok ganti?""Kepo banget sih!" Mereka berdua lanta