Share

bab 3

"Kenapa jadi seperti ini?" ucap Arka pada dirinya sendiri di depan cermin.

Ia merasa sangat geram dengan apa yang sudah dilakukan istrinya. Dia tidak terima dengan ucapan Luna.

Hatinya sedang tidak baik-baik sekarang. Melihat arloji di tangannya membuat Arka bergegas ke luar untuk sarapan lalu berangkat kerja.

Tak ada apapun di meja makan. Lagi dan lagi, hal itu membuat Arka murka.

"Luna!" teriak Arka.

Tidak ada sahutan dari sang istri. Arka mencarinya sampai ke depan. Tidak ada siapa-siapa. Sepertinya Luna sudah pergi, batin Arka.

Setelah itu ia beranjak ke dapur, di sana ada Bik Nah, asistennya.

"Kopi, Pak?" tawar Bik Nah.

"Tahu kemana pergi nya Ibu?" tanya Arka.

"Tidak, Pak. Ibu tidak bilang apa-apa."

"Ibu tidak masak?"

Asistennya itu menggeleng keras. Setelah itu Arka pergi ke kamar dengan wajah penuh kesal. Pagi ini semua kacau gegara Luna. Tidak ada sarapan, sikap cuek yang Luna tunjukkan, semua itu membuat Arka benar-benar diluputi rasa marah.

Ia hendak menelpon istrinya tetapi ia urungkan. Gengsi? Jelas.

***

Di dalam mobil Luna menelfon seseorang dan mengajak untuk bertemu perihal pekerjaan. Iya, Luna memantapkan diri untuk menjadi wanita karir kembali seperti awal dulu sebelum dia menikah dengan Arka.

Dengan bekerja hatinya akan jauh lebih baik karena pikirannya bisa teralihkan.

Sebenarnya dia ingin pergi ke rumah Ibu, tetapi niat itu dia urungkan. Pergi ke rumah orang tua yang ada akan menimbulkan prasangka karena tidak bersama suami.

Sedangkan Luna sendiri setiap kali pergi ke rumah ibunya sendiri atau mertua, dia selalu bersama Arka.

Bulir bening itu jatuh begitu saja di pelupuk mata nya. Sekuat hati dia tahan agar tidak menangis tetapi sangat sulit.

Rasa sakit itu begitu menjalar di hatinya.

"Ok Luna, ini harus jadi tangisan untuk yang terkahir kali. Lo, harus jadi wanita kuat, lelaki bukan cuma Arka saja," ucap Luna pada dirinya sendiri.

Alunan musik melow itu menemani pagi Luna yang diselimuti mendung.

Setelah itu dia menepikan mobilnya di sebuah tempat, tak lama kemudian ia turun.

Taman kota adalah tempat tujuannya. Selama menunggu waktu untuk bertemu seseorang, Luna ingin menghabiskan waktu di taman ini.

Ia mengabaikan rasa perih di perut karena tadi belum sempat sarapan. Magh akut yang dideranya tidak memperbolehkan Luna telat makan.

Tetapi yang namanya hati sedang tidak baik-baik saja, hati yang penuh luka, jangankan untuk makan, untuk tidur saja mata sulit dipejamkan.

Luna tidak ada nafsu makan sedikitpun. Baginya, rasa perih di perut tidak sebanding rasa sakit di hati.

Arka memang memberikan harta, memberikan nafkah lahir yang sangat mencukupi, tetapi semua itu tidak cukup bagi Luna.

Ia butuh dicintai, ia butuh disayangi. Tetapi ia sadar, hati tidak bisa dipaksakan. Ia tidak bisa memaksa Arka untuk mencintainya. Hati Arka bukan untuknya.

***

HP Arka bergetar menandakan ada panggilan masuk.

"Hallo..."

"Iya, dimana?" tanya Arka saat orang yang menelponnya mengajak bertemu.

**

Tak lama kemudian Arka sudah sampai ke tempat yang dituju. Dia mengedarkan pandangan mencari seseorang.

Karena yang dicari tidak ketemu, akhirnya dia merogoh kantong celananya dan mengambil benda pipih itu, setelahnya dia menghubungi seseorang yang mengajak ketemu di taman kota.

"Aku sudah sampai, kamu dimana?" tanya Arka.

"Ok, jangan lama-lama. Aku menunggumu," ucap Arka sebelum dia mematikan ponselnya.

Arka lalu duduk di kursi, tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat yang saat ini di duduki oleh Luna.

Mereka sama-sama belum melihat satu sama lain jadi tidak menyadari kalau saat ini mereka sudah dekat. Arka yang sibuk dengan ponselnya dan Luna yang sibuk dangan pikirannya.

"Hai, maaf ya harus nunggu lama," ucap seorang perempuan yang datang menghampiri Arka.

"Iya, tidak apa," jawab Arka sambil tersenyum. Tampak dari raut wajahnya ada kebahagiaan. Setalah itu ia mempersilahkan wanita itu untuk duduk.

"Aku sudah putuskan, aku menolak pinangan pria itu. Kamu saja mau memperjuangkan cinta kita, masa dengan mudah aku menyerah."

Hangat menjalar di hati Arka saat mendengar penuturan wanita di sampingnya. Dia merasa lega karena kekasihnya dulu, masih memilih dia.

Walaupun belum ada kepastian untuk menikahi wanita yang dia cintai, setidaknya Arka merasa lega karena Putri lebih memilihnya.

Tetapi tidak dengan wanita yang tak jauh darinya, Luna. Dia yang mendengar obrolan orang di sampingnya menoleh karena merasa mengenali suara itu.

Benar, Luna mengetahui Arka berada tak jauh darinya dan sedang duduk bersama seorang wanita. Wanita yang beberapa hari lalu dia lihat bersama suaminya dan saat ini juga sedang bersama Arka. Rasa sesak itu menyeruak.

Secepat kilat dia beranjak dari tempat duduknya dan berniat untuk pergi. Dia tidak mau semakin sakit hati melihat mereka berdua.

"Luna ya?" ucap seseorang dan berhasil membuat Luna tak melanjutkan langkahnya.

"Aldo!" ucap Luna. Dia nampak shock dengan lelaki yang saat ini berada di depannya.

"Hei, apa kabar?" ucap Aldo.

"Kabar baik. Kamu sendiri bagaimana?" tanya Luna. Dia nampak senang dengan kehadiran Aldo, teman semasa sekolah dulu.

Teman yang selalu ada buat Luna. Tapi semenjak dia menikah, mereka berdua tidak pernah berhubungan lagi.

Luna ingin menjaga hati suaminya dan tidak ingin berhubungan dengan lelaki manapun walau itu sahabatnya sendiri.

Tapi kali ini mereka berdua dipertemukan di tempat yang tidak pas karena adanya Arka yang tidak jauh dari mereka.

"Duduk dulu, Lun!" ajak Aldo.

Luna mengikuti perintah Aldo. Dia duduk di samping pemuda itu.

"Kamu bagaikan ditelan bumi. Semenjak menikah kamu sama sekali tidak bisa dihubungi. Nomor kamu ganti?" tanya Aldo.

"Iya, maaf ya?"

"Tak apa. Aku kangen banget tahu sama kamu." Ucapan Aldo sekita membuat Luna tertawa, hal yang beberapa hari ini tidak dia lakukan karena patah hati.

"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Aldo yang melihat Luna masih tertawa.

"Kamu lebay. Masa kangen sama istri orang," jawab Luna.

"Walaupun istri orang tetapi kamu itu sahabatku." Ucapan Aldo memang benar. Ia sahabatnya jadi hal yang sangat wajar kalau Aldo merasa rindu kepadanya.

"Terserahlah. Hak kamu juga mau rindu sama siapa," jawab Luna.

Sedangkan Arka yang mendengar merasa hatinya panas. Dia menyadari kehadiran Luna saat seseorang memanggil istrinya. Arka pura-pura tidak melihat, dia ingin tahu bagaimana Luna ketika di belakangnya.

Karena menahan rasa marah, Arka pun menghampiri Luna.

"Pulang!" tegas Arka.

Luna terlonjak kaget dengan kedatangan suaminya. Ia tidak mengira kalau Arka akan datang menghampiri mengingat saat ini sedang bersama wanita terkasih.

"Pulang bareng aku biar mobil kamu di sini, nanti aku suruh orang bawa ke rumah," ucap Arka sambil menarik tangan Luna.

Karena Luna tidak mau orang tahu masalahnya terhadap suami, Luna pun mengikuti langkah suaminya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
klu si luna tegas dikit pasti suaminya g akan mrendahkannya. tapi si luna gampang baper krn hatinya murahan. belum ada anak utk apa bertahan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status