"Aku tidak ingin kau menyentuh tangan calon istriku seperti itu," ucapnya penuh penekanan.Seseorang yang suaranya membuat dadaku berdebar. Jelas aku tahu siapa laki-laki ini.”Siapa anda? Rania masih istriku," ucap Mas Riko penuh percaya diri dan penekanan. Tentu saja dia tidak akan mengalah begitu saja dan melepaskan aku. Pasti akan ada huru-hara. Dulu saja disia-siakan. Sekarang malah ingin mengejar kembali.”Istri?” Laki-laki itu menatap Mas Riko dengan tatapan mengejek."Tentu saja," jawab Mas Riko mantap. Aku benar-benar tidak tahu dari mana asal keberaniannya itu. Dulu, ketika aku masih menjadi istrinya, dua tidak pernah mengatakan dan mengakui seperti ini. Padahal Bu Retno dan Ica jelas-jelas menindasku.”Waw ... kau terlalu percaya diri, Riko." laki-laki itu tertawa sesaat. Setelahnya menampilkan ekspresi wajah mengerikan."Memang! Karena akulah laki-laki yang dicinta Rania," jawabnya tambah gila."Apa kau tahu kalau surat perceraian kalian sedang proses menuju rumahmu?" ujar
PoV RaniaKini aku sudah kehilangan kesabaran, dia pikir aku tidak akan berani jika dua keras. Heh, mana. Di rumah, aku berani menentang Mama dan Papa sedang berada di jalan yang jauh dari Allah. Apalagi dengan laki-laki yang jelas-jelas sudah bercerai denganku.Apalagi hanya seorang mantan suami, kok dia bisa bangga banget, ya.Menjengkelkan.Bughhh ... tadi pagi dapat bogem dari Mas Dirga, sekarang dapat dari Zein.'Kamu memang sangat beruntung, Mas.'Ada rasa bahagia melihatnya terhuyung seperti itu. "Kau hanyalah laki-laki yang mengandalkan wanita untuk hidup. Dasar tidak punya harga diri!" tegas Zein sambil memukulnya.Sebenarnya Zein tidak akan lagi mengeluarkan pukulan bertubi-tubi kalau Mas Riko mengaku salah, tapi sayangnya tidak. Dia bukan hanya tidak mengaku, tapi juga mencoba melawan, dan menyerangku."Cukup, Bos. Dia bisa tidak sadarkan diri!" seru sekretaris Zein yang baru saja datang dan membawa beberapa paper bag.Dia adalah Gani.Ia mencoba melepaskan Zein agar tidak
PoV Rania"Bagaimana, Dok?" tanyaku inisiatif. Soalnya dokter Hani hanya diam saja, dia tidak berbicara satu patah kata pun. Padahal kita sedang tegang-tegangnya."Kapan terakhir kali kalian berhubungan?" tanyanya serius. Kini suasana semakin mencekam.”Lumayan lama, Dok," jawabku jujur. Kembali aku mengingat kapan terakhir kali aku berhubungan dengannya. Aku benar, sudah sangat lama. Mungkin ada tiga sampai empat bulan. Karena aku memang tidak mau lagi bersentuhan dengannya ketika sikap plin-plannya mulai kumat."Berapa bulan?" tanyanya lebih serius."Kenapa emangnya, Dok?" tanya Mama yang terlihat lebih gusar dariku. Begitu juga Papa. Untung saja Mas Dirga tidak ada di sini. Kalau ada, mungkin suasana ini akan lebih menakutkan.Dokter Hani menghela napas panjang, "Entah ini berita duka atau bahagia bagi Rania yang rumah tangganya sedang porak-poranda," lirihnya membuatku seketika terdiam.Aku tahu maksudnya, berarti aku hamil. Kuusap perut yang memang terlihat lebih gemuk ini. Tida
Setelah terjadi perdebatan yang panjang, aku mendapatkan bogem dari laki-laki yang sedari tadi selalu bersamanya. Dapat kudengar kalau Rania memanggilnya Zein.Tapi aku merasa nama laki-laki itu tidak asing. Zein, seperti putra Pak Zein Mahendra. Lelaki yang berumur empat puluh tahun dan punya beberapa pabrik besar.Berkali-kali dia memukul area wajah dan perut, untunglah aku berhasil menahan tangannya yang mengepal kuat ketika hendak mendarat di wajahku.Karena ini adalah aset yang tidak bisa kubeli dan setelah sampai ke rumah, aku kehilangan kesadaran."Kenapa seperti ini?" tanya Mas Surya ketika aku baru membuka mata."Aku dipukul oleh laki-laki bernama Zein," jawabku jujur. Tanganku mengepal kuat. Kenapa tadi aku tidak menghajarnya dengan keras? Hilang sudah harga diriku sebagai seorang laki-laki."Zein?" tanyanya mengerutkan kening."Iya, Zein."Aku ingat betul bagaimana ganasnya dia menyerangku. Sayangnya Rania hanya bertindak biasa, bahkan tidak mengkhawatirkan aku sama sekali.
"Apa kau sudah berselingkuh dariku?" tanyaku tajam. Hati ini masih terasa sangat mencintainya. Jadi tentu saja akan terasa berat ketika menerima undangan pernikahan ini.Apalagi selama beberapa bulan ini aku sangat tersiksa ketika dia tiba-tiba menghilangkan. Tidak ada satu pun orang kantor yang tahu. Anehnya Pak Dirga tidak pernah menunjukkan respon ketika ada karyawan yang bertanya tentang Rania.Jadi, apakah sengaja disembunyikan untuk menjadi pengantinnya? Atau bisa saja dia pun terpaksa melakukan ini?Pokoknya aku harus mencari tahu alasan di balik Pak Dirga mau melakukan hal ini. Menurutku Zein adalah kandidat yang lebih pas, tapi seketika berubah menjadi Pak Dirga.Mencurigakan."Selingkuh? Kau terlalu percaya diri, Mas. Mau tidak pantas diselingkuhi!" ucapnya tajam dan mengenai ulu hatiku.Sangat menyakitkan."Ya, kau benar. Aku memang tidak pantas diselingkuhi karena tipe laki-laki setia. Bukankah setia harus dibalas dengan kesetiaan lagi?" tanyaku percaya diri.Padahal selam
"Aku benar-benar tidak menyangka kalau Pak Riko ternyata adalah orang yang seperti itu," cibir para karyawan.Mereka benar-benar tidak menganggapku ada. Padahal aku masih termasuk salah satu atasannya, tapi tetap saja sepertinya tidak mempan."Ya, kupikir dia hanya tidak pandai dalam berpenampilan. Tapi ternyata suka menyiksa seseorang istri juga," cibir yang lainnya.Mendengar perkataan mereka membuatku bisa tahu mana yang selama ini tulus berada di sisiku dan tidak.Rania juga sudah berubah, apa sebaiknya aku mencari perempuan yang baru untuk dipamerkan diwaktu pernikahannya?"Cukup, Rania. Mamaku tidak pantas kau permalukan seperti ini, apapun kesalahannya!" tegasku jengkel.Kenapa Rania yang polos dan penuh rasa hormat itu tiba-tiba berubah menjadi bar-bar begini? Sebelumnya dia selalu melakukan apapun yang Mana perintahkan tanpa syarat."Tindak pantas, ya? Jadi pantasnya seperti apa?" tanyanya tajam.Matanya sungguh penuh dengan kebencian yang selama ini tidak pernah kulihat."Ja
Dari jauh, aku terus-menerus memerhatikan Rania yang kata Mama seperti bawaan bayi. Tapi mana mungkin, soalnya perut Rania terlihat kempes.”Mana ada perut yang kempes ada bayi di dalamnya," bisikku pada Mama. "Bisa saja memang baru beberapa minggu, kan?" ucap Mama mantap.Kali ini aku setuju dengan yang Mama katakan. Benar, bisa saja dia sedang mengandung anakku. Tapi kan kita sudah tidak ada hubungan apapun, karena kita juga sudah beberapa bulan tidak berhubungan.Tapi Mama tidak tahu, dia pikir hubunganku dengan Rania sama seperti rumah tangga orang lain. Padahal tidak.Sebelum Rania pergi, kita memang sudah tidak tidur di satu tempat tidur. Jadi mana mungkin Rania hamil. Ditambah lagi dengan perut yang begitu rata, aku rasa mustahil.Berhubung Pak Dirga masih belum kelihatan, segera aku berjalan cepat ke arah Rania yang duduk sendirian.Sepertinya dia butuh teman."Dilarang melangkah lagi!"Suara bariton Pak Dirga terdengar menggelegar ketika aku hendak melangkah ke arah Rania. H
PoV Rania"Bayi ini sangat mirip dengan Papanya, sungguh bagaikan pinang dibelah dua," ucap Bibi Nesya. Adik dari papanya Mas Dirga yang sudah meninggal. Tentu saja di tahu sejarah aku hamil sampai melahirkan.Jadi dia sengaja menyinggung tentang Mas Riko di depanku.Brakkk ... Mas Dirga membuka pintu dengan keras hingga membuat kita terkejut.Seakan faham kalau Mas Dirga sedang marah, Bibi Nesya pamit keluar. "Suruh dia untuk tutup mulut!" tegasnya sambil tetap menatap Rizky. Bayi mungil yang baru beberapa beberapa minggu aku lahirkan."Aku sudah berusaha sekuat mungkin, Mas. Tapi tetap saja tidak bisa menghentikan mulutnya untuk berkata demikian." Aku hanya bisa menghela napas berat.Bagaimana caranya agar aku bisa membungkam mulut Bibi Nesya agar tidak terdengar orang lain? Karena baik aku ataupun Mas Dirga, sama-sama tidak ingin hal ini terdengar keluar.Rizky tetap anakku, begitu pun Mas Dirga. Dia menganggap anakku adalah anaknya juga. Meskipun aku belum bisa untuk menerimanya