All Chapters of Ketika Istriku Tak Lagi Kerja: Chapter 1 - Chapter 10
54 Chapters
Part 1
"Masuk saja, Pak. Di sini saja." suara Rania mulai terdengar ketika aku sedang istirahat di kamar, karena hari libur. "Nah yang itu bawa aja ke sana." lagi, suara Rania terdengar seperti memberikan komando. Bahkan suara benda yang saling beradu pun terdengar keras. Karena cukup penasaran, aku beranjak dari tempat tidur dan keluar menghampirinya. "Kamu lagi apa, Ma?" "Oh, ini, Mas...." "Barang-barang siapa ini?" "Akulah, Mas. Masa barang orang aku bawa ke dalam? Enggak mungkin," jawabnya tanpa melihatku sekilas pun. Dia kembali sibuk menata barang yang barusan di turunkan. "Darimana ini? Kenapa seperti perlengkapan kantor?" mataku terbelalak ketika melihat benda apa saja yang baru saja di
Read more
Bab 2
  Seluruh gajiku untuk mamaku  Perkataan Bara beberapa hari lalu masih terngiang, aku masih bingung dan serba salah. Untung saja kebutuhan untuk beberapa hari ke depan masih ada, cukup sampai aku gajian nanti. Hubunganku dengan Rania juga sedikit merenggang. Pokoknya semenjak dia mengatakan sudah mengundurkan diri, aku menjadi enggan untuk bercakap-cakap sebelum tidur ataupun melihat senyumannya. Semua itu terasa hampa. "Kamu kenapa lagi?" Bara menatapku tajam membuat nyaliku sedikit ciut. Bara adalah orang yang menguasai bela diri, larinya pun sangat cepat. Bahkan ada teman istrinya yang dia bawa lari seperti angin, sampai orang itu tidak sadar kalau dirinya sudah dipindahkan Bara. "Sudah baikan belum sama Rania?" tanyanya. Kali ini dia tidak duduk, tapi membungkukkan badann
Read more
Bab 3
"Baiklah, kalau begitu ceraikan aku sekarang!" ucapnya penuh penekanan. "Jadi kau bisa hidup dengan mamamu." Plakkk.... Refleks, aku menampar wajah cantiknya di sebelah kiri. "Maafkan Mas, Rania," lirihku menyesal. "Aku tidak butuh maafmu, Mas. Aku hanya butuh kata talak!"  Rania menatapku tajam, rasa hormat yang selalu dia tunjukan seketika hilang. "Kau sendiri yang buat aku begini, Rania! Jadi, jangan salahkan aku," tanpa bisa menguasai emosi, aku malah membuat suasana Rania semakin jelek. "Terserah!" Hanya sepatah kata yang keluar dari mulutnya,  lalu melenggang pergi. Mau kemana dia? Malam sudah semakin larut, tapi masih belum ada tanda-tanda kalau Rania akan pulang. Ya sud
Read more
Bab 4
 Jangan lupa subscribe, ya agar selalu mendapatkan notifikasi update jika ada part baru🤗 #Saat istriku tak lagi kerja  Setelah perkataan Rania yang mengejekku agar mencari istri yang baru dengan sifat sabar dalam mengurus Mama dan Ica, aku mulai mendekati beberapa wanita. Baik di sosial media, ataupun teman-teman kerja. "Kamu ngapain tadi pake gombalin Nita?" dengan tubuhnya yang kurus dengan sorot mata tajamnya, Bara menghampiriku. "Aku enggak gombal." "Kau!" Bara semakin melebarkan matanya ketika mendengar perbuatanku. "Kenapa kaget gitu? Bukankah lebih banyak lebih baik?" Daripada melihatnya emosi seperti ini, aku memilih mencari aman dengan memintanya duduk dan membuatkan segelas kopi kesukaannya. "Sekeras apapun usahamu untuk meredakan amarahku,
Read more
Bab 5 (Malu, gak?)
 ”Sepertinya di sini ada hantu, Ma," rengek Ica, wajahnya tampak ketakutan. "Ngaco, kamu!" Mama menepis tangan Ica yang akan memegang tangannya. "Kalau bu-bukan, mana mungkin Mbak Rania gak ada di sini?" ucapnya sambil melihat seisi kamar dengan tatapan takut. "Dia pasti ada di sini, mana ada suara tanpa ada wujudnya," suara Mama juga terdengar gemetaran. Aku hanya diam. Ada rasa aneh, antara percaya dan tidak. "Nah, itu maksudku," jawab Ica membenarkan. Mama dan Ica mulai gemetar, berbeda dengan aku yang justru semakin curiga kalau Raya sedang menyembunyikan sesuatu yang tidak aku ketahui. "Ayo kita keluar, Ma?" Ica terus menempel pada Mama. "Bentar dulu, kita harus mencari perhiasan Rania dulu." Mendenga
Read more
Bab 6
 tika kepercayaan sudah hancur, maka sudah tidak ada lagi yang perlu dipertahankan." Rania  ***  "Seluruh gajiku bukan untukmu, tapi mama dan adikku!" ucapnya kala itu. Aku yang baru pertama kali dibentak olehnya yang berstatus suami, membuatku kalut dan tidak bisa berbuat apapun. Bagaimana bisa seorang suami mengatakan itu. "Puas kamu, Rani. Akhirnya kamu menuai apa yang ditanam," cibir Ibu mertua, mamanya suamiku. Kenapa aku bilang mencibir, karena aku tahu kalau wanita itu bermuka dua. "Ma, kurang apa aku selama ini? Katakan!" teriakku kehilangan kendali. Tepat pada saat itu, Mas Riko pulang. Dia mendengar dan melihatku membentak. "Rania, hentikan perkataanmu!" wajahnya merah padam dan teriakannya membuatku takut. Bisa-bisanya aku m
Read more
Bab 7
 “Aku sendiri juga masih bingung, tidak bisa membedakan yang tulus dan modus. Apalagi apa itu air mata buaya." Riko.  ***  "Kenapa matamu tadi? Kelilipan?" tanyaku pada Rania, ada rasa gengsi jika aku harus mengatakan 'nangis,' jadi aku memilih jalur aman. "Enggak, aku hanya sedikit keberatan dengan cara Mama melarangku untuk tidak memasang pintu," ucapnya lemah. Memang aku tidak terbiasa melihatnya seperti ini. Biasanya juga berani dan tidak jarang dia berbicara dengan cara membentak. Baik itu sama Mama, apalagi Ica. Jadi aku malah heran kalau Rania banyak diam atau mengalah. "Ya, sudah, Mas mohon kamu bisa ngalah sama Mama. Walau bagaimanapun umurnya sudah tua, dan ibu dari suamimu. Jadi kamu harus bisa menghargainya," jelasku
Read more
Bab 8 - Makan Tuh Cinta
  "Setia, ya?" Pak Dirga menatapku lekat, seolah dia sedang memikirkan sesuatu yang menyenangkan.   "Tentu saja, Pak. Dia adalah wanita yang langka,” jawabku bangga.   Tentu saja kebenarannya memang seperti itu, buktinya dia tetap mau menempel padaku. Padahal kan dia juga sudah tahu kalau mamaku dan Ica hanya sering merajuk padaku.   "Oh, ya sudah, kalau seperti itu. Aku juga berharap kau juga bisa setia dan menjadi orang yang langka," ucapnya berpesan. ”Tentu saja", jawabku dalam hati.   "Karena kalau tidak, mungkin saja akan ada laki-laki yang datang dan membuat istrimu berpaling darimu," lanjutnya membuatku bingung.   "Kau ini!" Bara menginjak kakiku, untunglah aku sudah menjauhkan kaki indahku ini sebelum dia menginjaknya.   "Kenapa? Kalau mau tanya, tanya
Read more
Bab 9 -
 "Preman? Aku tidak yakin kalau ibu itu jujur?" ucapku pada Rania yang sedang menatapku dengan tatapan mengejek. "Apa kau masih tidak percaya, Mas?" tanya Rania dengan tatapan semakin mengejekku. "Apa kau juga masih belum puas mengejekku seperti itu?" gerutuku kesal. Kini, Rania malah tertawa terbahak-bahak. Apa ini sikap istri shalihah? Perasaan dalam film-film, istri shalihah tidak akan tertawa di atas penderitaan suaminya. Rania kini sudah berhenti tertawa, matanya menatapku lekat, "Mas, jika kamu meragukan ibu itu, sama seperti kamu meragukan ibumu sendiri." "Cukup! Jangan samakan Mamaku dengan ibu-ibu yang tidak jelas itu," bentakku keras. "Kau boleh melarangku untuk menyamakan, tapi di sini, aku hanya menilai mereka sama-sama seorang
Read more
Bab 10 Talak
 Beberapa kali aku mengusap wajah frustasi. Untung saja tadi aku langsung mengikuti Rania untuk kabur. Kalau tidak, mungkin aku sudah menjadi bahan tertawaan karena kencan dengan seorang wanita tua yang gendut. Arghhh ... bisa-bisanya Mama memintaku untuk berkencan dengan wanita seperti itu. Masa standar Mama dalam mencari menantu sangat rendah. Apa Mama lupa kalau aku tidak mungkin mau dengan perempuan seperti itu? "Pagi, Pak." sapa seseorang dari luar. Tunggu, dari suaranya aku merasa asing. "Siapa?" tanyaku teriak. "Saya Dara, Pak." Dara? Oh iya, Dara yang kemarin aku ajak kenalan di taman sebelum ketemu wanita suruhan Mama itu. Cantik, sih. Tapi tetap cantikan Raya. "Masuk," titahku dengan nada tetap tenang. Padahal jantung ini terasa m
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status