Share

Bab 4

Author: Coretan Asa
last update Last Updated: 2022-06-17 23:09:59

Aku membuka kertas itu dan terdapat tulisan 'Bekal kamu uda aku siapin, sarapan kamu uda ada diatas meja makan. Tolong jangan ajak aku ngobrol, aku ingin sendiri!' Aku tidak mengerti mengapa ia menjadi membisu seperti ini, tetapi aku tidak ingin memikirkan nya paling juga nanti ia kembali ganas seperti biasanya.

Dengan cepat aku langsung mandi untuk membersihkan diri, aku mengguyur kepala ku dengan air dingin. Seketika rasa panas dikepala ini hilang, aku sangat bingung menghadapi Sheila saat ini hingga membuat kepalaku terasa panas. Setelah selesai mandi, dengan segera aku masuk kembali ke kamar. Kulihat Sheila kembali berbaring ditempat tidur, ia tidak lagi menyiapkan pakaianku, ia tidak lagi melayaniku seperti biasanya. Aku hanya menatapnya sambil menghela nafas panjang.

Perutku sudah sangat keroncongan, dengan segera aku menuju meja makan dan membuka tudung saji. Kulihat hanya ada sepiring nasi goreng gosong disana, aku benar-benar marah kali ini, bisa-bisanya ia membalaskan dendam padaku dengan cara yang tidak lucu. Aku sudah sangat kelaparan, tetapi ia malah membuat nafsu makanku hilang.

Dengan cepat aku melangkah ke kamar dan membanting pintu untuk membangunkan nya, tetapi tetap saja ia enggan bangun dan masih dengan posisi tertidur membelakangiku.

"Shel, bisa-bisanya kamu seperti ini! Apa maksudmu kasih aku nasi goreng gosong seperti itu? Kamu boleh marah padaku, tapi tidak seperti ini caranya dong!"

Sheila masih enggan menjawab, ia masih tidak mau melihat kearahku. Dengan perasaan kesal aku menarik bajunya, dan ternyata ia masih terus saja menangis.

"Lepas!" Ia berteriak lalu menepis tanganku, baru kali ini ia berani berteriak padaku sontak saja aku terkejut dengan hal itu. 

"Hanya gara-gara masalah sepele, kamu berani teriakin aku Shel!" seruku menajamkan suara.

"Kamu setiap hari berteriak padaku, bahkan kamu juga berlaku kasar. Kadang kamu mendorongku sampai aku jatuh, apa pernah aku protes sama kamu Bang! Semua keinginan mu selalu aku berikan, aku sudah berusaha menjadi istri yang terbaik, tetapi hanya karena aku belum bisa kasih kamu anak kamu malah mau menikah lagi. Aku selalu berusaha puasin kamu diranjang, aku membuang rasa gengsi untuk meminta duluan. Supaya apa? Supaya kamu senang! Aku sadar aku punya kekurangan, maka dari itu aku mencoba membuat kelebihanku sendiri, agar kamu tidak meninggalkanku!" Sheila terus merintih bercucuran air mata, aku benar-benar kaget mendengar semua keluh kesahnya. Aku tidak dapat memberinya pelukan, dan malah pergi meninggalkan nya begitu saja.

Sepanjang perjalanan menuju kantor, aku terus saja memikirkan ucapan Sheila. Jadi selama ini ia berlaku ganas, karena ingin membuatku senang? Bukan karena memang dia yang terlalu agresif dan tidak tau malu? Ah, entah lah pikiranku benar-benar kacau kala itu.

Satu harian ini aku terus saja melamun, dan terkadang ada rekan kerja yang sampai mengagetkanku. Kerjaanku benar-benar terbengkalai hari itu.

"Kamu kenapa sih Bib? Aku perhatikan satu harian ini kamu tidak fokus kerja?" tanya Ridwan sahabat karibku, kebetulan kami satu kantor dan juga satu bagian.

"Biasalah, aku ribut dengan Sheila," sahutku sambil menghela napas panjang.

"Pantas saja hari ini rambutmu gak basah, rupanya lagi berantem toh!"

"Ih, kok malah bahas rambut basah sih!"

"Hahahaha." Ridwan terus saja menggodaku, sampai aku kesal sendiri karenanya, tetapi apa yang dia bilang benar. Setiap hari aku memang selalu mandi wajib, dan selalu menjadi bahan gosipan di kantor, karena rambutku yang tidak pernah kering setiap pagi.

"Kamu itu loh Bib, uda punya istri yang cantik, bisa dalam segala hal, bahkan pinter di atas kasur, tapi kamunya masih aja gak bersyukur. Jangan sampai aku rebut dia dari kamu loh!" seru Ridwan menaik turunkan kedua alisnya.

Ia adalah temanku satu-satunya yang mengetahui permasalahan dalam rumah tanggaku, sudah pasti ia bisa menebak alasan aku dan Sheila bertengkar, karena aku sudah menceritakan pada Ridwan tentang keinginanku untuk menikah lagi.

"Asal kamu tau aja, sekarang istriku mendadak tidak serba bisa lagi, setelah aku katakan padanya mau menikah lagi, bisa-bisanya aku dikasih sarapan nasi goreng gosong!" sungutku kesal, dan spontan saja Ridwan tertawa terbahak-bahak.

"Itu memang pantas buat kamu yang gak bisa bersyukur. Kalau aku jadi Sheila pasti sudah aku racuni kamu, biar mati sekalian!" serunya menggelengkan kepala. Ridwan memang tidak pernah membelaku saat aku berkeluh kesah padanya. Ia selalu menganggap bahwa aku yang salah, tapi apa salahnya coba kalau aku memang mau menikah lagi? Bukannya dalam islam berpoligami itu diperbolehkan asal mampu? Aku mampu memberi nafkah kedua istriku nanti. Lagi pula aku ingin menikah lagi karena ada alasannya, aku hanya ingin memiliki anak.

"Bib, kamu pikirkan baik-baik lagi dengan rencanamu untuk nikah lagi. Jangan sampai nanti Sheila minta cerai, dan kamu belum tentu mendapat istri yang lebih baik darinya. Jangan sampai kamu menyesal seumur hidup Bib!" Ridwan menepuk bahuku dan langsung berlalu pulang meninggalkanku. Aku hanya terdiam mendengar nasihatnya, tetapi nasihat darinya tidak dapat meluluhkan hatiku. Aku tetap kekeh ingin menikah lagi walaupun belum ada calonnya.














Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
laki "egois iklaskan shelia tinggal petgi aja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 66

    Tidak terasa waktu sudah menjelang magrib, setelah selesai makan Bang Habib langsung mencuci piring. Hari ini ia sangat memanjakan aku sampai-sampai mencuci piring saja pun ia yang mengerjakan sendiri, semua ini ia lakukan hanya semata-mata untuk menebus semua kesalahannya tadi.****Keesokan harinya seperti biasa aku ikut dengan Bang Habib saat berangkat kerja, ia akan mengantarkan aku ke rumah sakit untuk menjaga Aisyah. Syukurlah ini hari terakhir Aisyah dirawat, karena keadaannya yang sudah mulai membaik sore ini ia sudah diperbolehkan untuk pulang.“Hati-hati di jalan ya Bang,” kataku sambil mencium punggung tangan Bang Habib.Ia mengelus kepalaku dengan lembut lalu berkata, “adek juga hati-hati ya, jangan genit-genit sama Dokter yang ada disini.”“Siapa maksud Abang? Dokter Revan?”“Ya, pokoknya semua Dokter lah. Gak hanya Dokter saja pokoknya semua laki-laki,” ucapnya menoel hidungku pelan.“Ya ampun, Dokternya juga pilih-pilih. Mana mungkin mau sama Ibu beranak satu,” kataku m

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 65

    "Tuh lah, rasain! Punya istri cantik, pintar, baik hati, rajin disia-siakan," sindir ku padanya. "Iya lah Abang salah, itu kan masa lalu gak usah dibahas lagi. Jadi sekarang Adek mau makan apa, biar Abang masakin?""Oke, karena Abang yang nantangin. Adek mau makan ayam geprek, sambalnya yang pedes ya Bang. Soalnya anak Abang lagi pengen makan yang pedes-pedes nih," ujarku sambil mengelus perut yang sudah mulai membuncit. "Siap Bos," kata Bang Habib yang ikut mengelus perutku. "Kalau gitu Abang keluar dulu ya, mau beli bahan-bahannya. Adek tunggu di kamar aja nanti kalau uda matang Abang panggil," imbuh Bang Habib mengelus kepalaku dengan lembut. Aku tersenyum tipis sambil menganggukkan kepala, lalu ia mencium keningku dan mencubit pipiku dengan gemas.Bang Habib berlalu pergi keluar kamar, tidak lama kemudian aku mendengar suara deru motornya pergi dan tidak butuh waktu yang lama ia sudah kembali. Awalnya aku susah curiga mengapa ia sangat cepat kembali, karena tukang potong ayam b

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 64

    POV SHEILA… Rasa trauma masa lalu kini menghantuiku. Seandainya kamu jujur sejak awal Bang, aku tidak mungkin akan sesakit ini. Coba kau ada diposisiku sebentar saja, agar kau tau betapa hancurnya saat kebohongan-kebohongan mu menggerogoti batinku.Aku menyeka air mata yang membasahi pipi, setiap teriakan demi teriakan tidak di hiraukan oleh Bang Habib. Ia tetap kekeh mencengkram kaki-kakiku kuat, enggan memberi cela aku untuk pergi. "Tolong tetap disini Dek, malu sama Umi dan Abi kalau setiap ada masalah kita libatkan mereka. Aisyah sedang sakit, jangan buat tambah beban pikiran orang tua lagi," lirih Bang Habib merayu. Aku menelan saliva dengan susah payah, memang apa yang dikatakannya benar. Akan tetapi, hatiku terasa perih saat melihat wajahnya. Entah mengapa bayang-bayang wajah Wenda membuat aku membenci suamiku sendiri.Aku mulai mengendur dan meredam ego perlahan. Tanpa berkata apa-apa aku berbalik kembali masuk ke dalam kamar, ku hempaskan tas di tangan dan kuletakkan Hafiz

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 63

    "Aku bawa mobil kok, jadi tidak perlu diantar. Kalau begitu aku pamit pulang ya, assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Wenda pun pergi menghilang masuk kedalam mobilnya, ia menyalakan mesin mobil lalu membuka kaca jendela dan melambaikan tangan pada Hafiz."Mau aku antar," cibir Sheila menyindirku lalu ia kembali masuk ke dalam rumah. Ia duduk di sofa sambil memainkan cream kue dengan sendok, tampaknya ia merasa sangat kesal denganku. Aku datang menghampirinya, lalu duduk tepat di sampingnya. Aku berusaha untuk membujuk Sheila dengan cara menggodanya, tetapi ia tidak peduli dan malah membalikkan tubuhnya membelakangiku. Bahkan ia juga menjauhkan Hafiz dariku, aku tidak dapat menyentuh anakku sendiri. Sontak hal itu membuat aku lepas kendali, emosi yang sejak tadi terpendam kini aku keluarkan semuanya "Kamu ini kenapa sih Dek? Dikit-dikit ngambek, buat suami bosen aja dirumah!" seruku kesal. "Oh jadi Abang bosan dirumah? Jadi, kenapa gak ikut Wenda pergi aja tadi!" sahutnya bersungu

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 62

    Dia tinggal ngomong sih enak, gak ngerti posisiku seperti apa. Dia juga gak tau bagaimana kebaikan Wenda selama ini pada keluargaku, jadi bisa saja Ridwan bicara seperti itu.Aku menyesap kopi susu dingin yang diberi oleh Ridwan, kini rasanya aku tidak ingin memikirkan masalah apa pun. Otakku sudah terasa buntu memikirkan masalah pekerjaan, dan kini malah di tambah lagi perihal wanita yang tiada habisnya. Aku kembali masuk ke dalam kantor dan kembali bekerja. Niat hati tidak ingin memikirkan hal itu lagi, tetapi tetap saja aku kepikiran. Bagaimana bisa Sheila merencanakan hal seperti itu, kenapa dia bisa berpikir sejauh itu sih. Apa mungkin Risa hanya mengada-ngada saja? Ah Entahlah… Hari mulai menjelang sore, dengan pikiran yang masih berkecamuk aku pulang menunggangi kuda besi kesayanganku. Sepanjang perjalanan aku masih terus saja memikirkan ucapan Risa, bagaimana jika yang ia katakan benar. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana terkoyaknya hati Wenda nantinya. Dulu aku dan Wend

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 61

    "Abi, silahkan duduk sini. Sheila buatkan teh ya," kata Sheila yang langsung bangkit dan hendak ke dapur. "Tidak usah repot-repot, Abi hanya sebentar kok," tolak Abi menahan Sheila. Sheila pun kembali dan duduk disamping Abi lalu berkata, "ini sebenarnya ada apa Abi?"Abi tersenyum tipis lalu menatapku, aku terus menunduk ketakutan. Jantungku berdetak tidak karuan, keringat dingin terus saja mengalir dari dahi."Jadi gini Shel, Umi kan sedang sakit. Kamu boleh gak jaga Aisyah dari pagi sampai siang saja, setelah itu Darwis yang bakal gantikan. Abi juga harus jaga Umi dirumah," tutur Abi pelan. Aku langsung merasa sangat lega saat mendengar penuturan beliau. Duh, Abi malam-malam sudah buat olahraga jantung saja batinku."Habib izinkan Sheila menjaga Aisyah untuk beberapa hari saja menggantikan Umi?" tanya Abi seraya menatapku. "Eh… Kalau Habib sih mengizinkan Abi, apalagi selama ini Aisyah yang selalu menemani Sheila saat menjaga Hafiz," sahutku sedikit gagu akibat spot jantung baru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status