Aku hanya menghela napas panjang mendengar perkataannya, padahal biasanya kalau aku cium ia pasti akan kegirangan dan minta dicium lagi, tetapi kini sudah berbeda tidak seperti dulu.
Tidak lama kemudian aku mendengar gemericik air dari kamar mandi, sepertinya Sheila sedang membersihkan tubuhnya setelah perbuatanku tadi malam, tetapi mengapa sepagi ini dia sudah mandi? Bahkan jam masih menunjukkan pukul empat pagi, biasanya jam segini ia masih molor, nunggu adzan subuh berkumandang ia baru mandi dan sholat."Kamu kok uda mandi Shel?" tanyaku saat melihat Sheila masuk hanya menggunakan lilitan handuk di tubuhnya."Aku mau pergi nanti, jadi aku mau lekas masakin buat sarapan dan bekal Abang," sahutnya tanpa menoleh ke arahku, ia masih sibuk mengenakan baju secara lengkap."Kamu mau kemana?" tanyaku heran dengan tatapan menyelidik."Mau jalan-jalan, ngerayain hari spesial!""Hah, hari spesial apa maksudnya?""Gak papa kok, aku cuma mau main ke panti hari ini!""Oh, yaudah hati-hati ya kalau pergi nanti.""Iya."Aku sangat bersyukur karena sekarang hubungan kami mulai membaik, Sheila sudah mulai mau aku ajak bicara walaupun masih cuek, tetapi itu saja sudah lebih cukup untukku.Jam sudah menunjukan pukul lima pagi, dengan segera aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Kulihat Sheila masih sibuk memasak di dapur, dan entah mengapa tiba-tiba saja spontan aku memeluk dan menciumnya dari arah belakang, tetapi Sheila malah kaget dan mendorongku begitu saja, ia benar-benar sangat dingin padaku sekarang."Jangan dingin-dingin dong Shel, aku gampang pilek," sindir ku padanya."Kalau lagi gak enak badan ya berobat, gak usah mandi dulu Bang. Istirahat aja dikamar," sahutnya dengan sangat polos. Entah memang polos atau pura-pura tidak tahu, tetapi yang jelas aku sangat kesal dengan sikapnya yang sekarang. Hal itu membuatku sempat berpikir, apa ini yang dirasakan Sheila dulu saat aku selalu bersikap dingin padanya?*****
Hatiku benar-benar gelisah tidak menentu, hari ini aku sangat tidak fokus dalam bekerja. Sesekali kulirik arloji di tangan, tetapi rasanya waktu berjalan sangat lambat. Hari ini aku merasa seperti melupakan sesuatu, tetapi aku tidak tau apa itu yang kulupakan.
"Ini tanggal berapa Wan?" tanyaku saat melihat Ridwan lewat di depan meja kerjaku."Tanggal tujuh," sahutnya."Astaga, tanggal tujuh kok aku bisa lupa ya." Aku mengacak-acak rambutku frustasi, bagaimana bisa aku melupakan ulang tahun pernikahanku dengan Sheila yang genap ke-6 tahun, pantas saja tadi pagi ia berkata ingin jalan-jalan untuk merayakan hari spesial.Hari itu aku izin pulang lebih awal, tidak lupa kubeli kue bolu dari toko langgananku untuk merayakan hari pernikahan kami. Semoga saja Sheila tidak marah lagi jika aku bersikap romantis padanya. Sepanjang perjalanan aku membayangkan wajah Sheila yang kegirangan, ia pasti nantinya akan syok dan terharu memelukku. Duh, membayangkan nya saja aku sudah tidak sabar.Hari menjelang sore, sesampainya dirumah tidak lupa ku pasang lilin berbentuk angka enam di atas kue bolu tersebut sebelum masuk kedalam rumah. Aku ingin membuat kejutan untuk Sheila hari ini, walaupun ini pertama kalinya, tetapi kuharap ia akan luluh dan mau mengizinkan ku menikah lagi."Kejutan!" Aku berteriak saat membuka pintu, Sheila yang sedang duduk menonton tv hanya diam mematung menatapku."Sini Dek, kita tiup lilin sama-sama," ajakku padanya. Sheila mengiyakan permintaanku, dan ikut meniup lilin bersamaku."Diulang tahun pernikahan kita yang ke enam ini, Adek boleh minta kado apa aja pasti Abang kasih.""Beneran?" tanyanya dengan mata berbinar."Iya, tentu saja.""Aku gak minta apa-apa, aku cuma mau Abang mengurungkan niat untuk menikah lagi." Darahku mengalir dengan cepat saat mendengar permintaan Sheila, aku tidak berpikir sampai kesitu tadi."Yang lain Dek, kalau buat itu Abang gak janji. Maksud Abang entah Adek ada ingin beli sesuatu gitu?""Hahaha, aku terlalu naif ya. Jadi ini hari pertama dan terakhir kalinya kita ngerayain ulang tahun pernikahan kita, begitu senangnya ya Bang mau pisah denganku sampai dirayakan segala.""Bukan gitu maksud Abang Dek!""Jadi apa? Oh, aku tau Abang uda ketemu pengganti Sheila ya sekarang?""Ahh, terserah kamu lah. Kamu keras kepala banget sih, gak pernah bisa ngertiin aku. Aku juga pengen punya anak, sementara kamu mandul!""Hahaha, aku mandul ya? Iya aku memang mandul, dan pantas untuk diceraikan Bang!""Kamu benar-benar menguji kesabaranku ya, oke kalau kamu mau cerai. Mulai sekarang kamu aku talak!"Aku membanting kue yang ada di tanganku hingga berserakan di lantai, sementara Sheila masih diam mematung dengan air matanya yang berlinang. Aku lelah dengan sikapnya yang egois, ia benar-benar tidak bisa mengerti suami. Mungkin perpisahan adalah hal yang benar untuk kami, lagi pula hubungan kami sudah tidak sehat untuk dilanjutkan.Aku berlalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, aku mengguyur kepalaku yang panas untuk meredam emosi. Tidak lama kemudian setelah aku selesai mandi, kulihat Sheila dikamar sedang membereskan pakaiannya. Tidak ada sepatah katapun yang aku ucapkan saat Sheila pergi, bahkan ia juga tidak berkata apa-apa selain menangis.POV SHEILA…Hari yang seharusnya spesial untuk kami, malah menjadi hari malapetaka. Aku tidak tau akan pergi kemana sekarang, tetapi yang pasti aku ingi
POV HABIB…Kini aku sudah sendiri dan bisa bebas mencari pengganti Sheila, tetapi permasalahannya aku masih sering mencari Sheila karena tidak terbiasa hidup sendiri. Tidak ada lagi yang membuatkan aku sarapan, tidak ada lagi yang membuatkan ku bekal, tidak ada lagi yang membersihkan rumah, tidak ada lagi yang mencucikan bajuku dan tidak ada lagi yang menemani tidurku. Kini aku hanya bisa menikmati kehidupanku penuh kesendirian."Permisi, saya boleh duduk disini mas. Soalnya tempat duduk yang lain sudah penuh," sapa seorang wanita cantik berambut cokelat yang membuyarkan lamunanku."Eh, iya silahkan Mbak," sahutku mempersilahkan nya duduk.Wanita itu terus menatapku sambil tersenyum, aku mencoba melihat diriku apa mungkin ada sesuatu yang aneh? Akan tetapi tidak ada sedikitpun yang aneh dari diriku. Aku mencoba memberanikan diri untuk menegurnya, rasanya aku sangat risih dan menjadi salah tingkah jika diperhatikan seperti itu."Mbak kenapa liatin aku seperti itu ya? Apa ada yang aneh
POV SHEILA…Sebenarnya aku tidak tega melakukan hal seperti itu kepada Bang Habib, tetapi aku tidak ingin dianggap wanita lemah olehnya. Sejak tadi aku melihat ia berkenalan dengan wanita lain di cafe tersebut, hatiku benar-benar sakit dan kecewa padanya. Aku sengaja menabraknya dan menghampiri lelaki yang bahkan aku tidak mengenalnya, aku hanya ingin membalas perbuatan Bang Habib padaku."Maaf ya Bang, maaf banget saya udah ganggu waktunya," ucapku pada pria itu saat kami sudah cukup jauh dari cafe tersebut, ia tersenyum kecil menatapku dan tiba-tiba mengelus kepalaku dengan lembut."Gak papa, saya paham kenapa kamu lakukan ini. Saya udah liat semuanya, dan bagaimana kelakuan mantan suamimu itu." Aku berjalan mundur, dan menghindari sentuhannya. Bagaimanapun aku tetap risih disentuh dengan pria asing."Makasih Bang, kalau gitu aku permisi ya. Assalamualaikum," ucapku padanya sembari sedikit membungkukkan badan. Tidak ada jawaban darinya, ia malah tersenyum tipis melihatku."Saya non-
"Bang, aku mau kita rujuk. Kamu mau kan kembali sama aku," ucap Sheila sembari menggenggam tangan Habib."Bukannya kamu uda ada laki-laki lain?" tanya Habib."Aku kemarin cuma akting Bang, aku gak mau cerai sama kamu. Aku mohon Bang," rintihnya terisak-isak. Habib melepaskan tangannya dari genggaman Sheila lalu merangkul gadis yang sejak tadi bersamanya."Maaf Shel aku gak bisa rujuk sama kamu, setelah surat cerai kita selesai aku akan menikahi Fanny!"Wanita itu memamerkan cincin yang melingkar di jari manisnya lalu berkata, "kamu telat Mbak, aku baru saja dilamar Mas Habib!"Ingin rasanya aku mencakar wajah wanita tidak tau malu itu, sekolah juga belum kelar, tapi uda berhasil jadi pelakor kelas kakap. Mau jadi apa negeri ini, jika kelakuan anak dibawah umur sudah melampaui batas kewajaran."Emangnya kamu dapat restu dari orang tuamu untuk menikah lagi Bib? Aku yakin orang tuamu pasti belum tau tentang perceraian antara kamu dan Sheila," ucapku mengingatkan Habib."Masalah itu bukan
Sudah larut sore kedua orang tuaku tidak kunjung pulang, mereka masih saja di rumahku dan terus berusaha menelpon Sheila, dan untunglah Sheila tidak menjawab panggilan dari mereka jika tidak aku bisa mati dibuatnya."Kamu gak lagi berantem sama Sheila kan Bib?" tanya Ibu dengan tatapan menyelidik."Nggak kok Bu, mungkin Sheila lagi sibuk. Uda lah Habib mau tiduran," sahutku yang langsung berlalu pergi masuk kedalam kamar.Aku terus berharap semoga Sheila benar-benar enggan menjawab telepon dari Ibu, untuk kali ini aku belum siap mengakui tentang perceraian kami, tetapi baru saja aku ingin memejamkan mata tiba-tiba Ibu berteriak memanggil namaku.Ser…Darahku mengalir dengan cepat, dari suaranya Ibu seperti sedang marah. Apakah Sheila sudah menjawab telepon dari Ibu dan memberitahu semuanya? Aku melangkahkan kaki keluar dengan rasa takut yang memuncak, kulihat Ayah dan Ibu tertunduk dengan raut wajah yang tidak enak dipandang."A… Ad… Ada apa Bu?" tanyaku terbata-bata, perasaanku benar
POV ARIFIN (Ayah Habib)...Aku pulang dari rumah anak semata wayangku penuh dengan rasa kecewa, aku banyak mengajarkannya ilmu agama dan kini aku tidak menyangka dia tega menyakiti hati istrinya sendiri. Pernikahan mereka memanglah sebuah perjodohan yang kami buat, awalnya Habib tidak setuju dengan pernikahan mereka, tetapi kami memaksa karena yakin bahwa Sheila adalah gadis yang baik dan cocok dijadikan istri, urusan cinta nanti juga akan tumbuh seiring berjalannya waktu pikirku, tetapi kini malah terjadi perpisahan diantara mereka. Sepanjang perjalanan pulang Istriku terus saja menangis, ia pasti memikirkan bagaimana perasaan Sheila yang sangat rapuh dan malah ditinggalkan oleh Habib. Gadis yatim piatu itu memang sudah kami anggap seperti anak sendiri dari ia masih kecil. Sheila adalah gadis polos yang sangat ceria, ia juga rendah hati dan pemaaf. Ia tidak pernah marah jika orang berbuat jahat padanya, tetapi ia sangat rapuh dengan perkataan seseorang yang tajam.Aku dan Istriku sa
POV Habib…Aku masih diam mematung tanpa kata, seketika sudut mataku berembun mengingat semua perkataan Ayah barusan. Segitu pentingkah Sheila untuk Ayah dan Ibu, hingga mereka rela menganggapku bukan anaknya lagi."Ahhhhhh…" Aku berteriak frustasi sambil mengacak-acak rambutku, hatiku benar-benar hancur kala itu."Mas, kamu kenapa?" Tiba-tiba saja suara lembut yang tidak asing lagi bagiku terdengar, Fanny menggenggam tanganku dan berusaha membantuku untuk bangkit."Kamu kenapa tiba-tiba ada disini?" tanyaku bingung melihat kehadirannya yang secara tiba-tiba muncul. "Maaf, aku tadi sengaja ikutin Mas pulang.""Jadi kamu lihat semua pertengkaran aku dan orang tuaku?"Fanny menganggukkan kepalanya pelan, malu rasanya dibuang oleh keluarga sendiri dan disaksikan dengan orang yang kucintai. Fanny membelai wajahku dengan lembut, dan ia mendaratkan ciuman di bibirku. Spontan aku mendorongnya secara refleks, aku memang ingin menikahinya tetapi untuk hal yang intim seperti itu rasanya tabu k
POV SHEILA…Sudah beberapa minggu setelah kejadian di Cafe waktu itu, dan kini keadaanku sekarang sudah lebih baik, aku sudah bisa melakukan aktivitas dengan normal, dan yang paling aku suka kini aku sudah sadar bahwa Bang Habib bukan orang yang tepat untukku. Tiba-tiba aku tersadar, bahwa kalung yang ditemukan bersamaku sejak bayi tertinggal di rumah Bang Habib. Duh, bodohnya diriku ini bagaimana bisa aku seceroboh ini. Sejak tadi aku hanya berjalan mondar-mandir di ruang tamu, aku masih ragu untuk kembali kesana, tetapi aku tidak bisa membiarkan kalung itu hilang begitu saja karena hanya kalung itu kunci satu-satunya aku bisa bertemu dengan orang tua kandungku."Kamu kenapa Shel?" tanya Aisyah mengagetkan ku, spontan aku langsung terhenyak dari lamunan."Kamu ini ngagetin saja," ucapku mengelus dada."Ya maaf, habisnya dari tadi aku perhatikan kamu mondar-mandir seperti setrikaan!""Emm, gak papa kok.""Yakin?""Iya loh." Aku mencubit pipi Aisyah dengan gemas, masalah kalung aku tid