Share

Bab 6

Penulis: Coretan Asa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-21 13:04:48

Aku hanya menghela napas panjang mendengar perkataannya, padahal biasanya kalau aku cium ia pasti akan kegirangan dan minta dicium lagi, tetapi kini sudah berbeda tidak seperti dulu.

Tidak lama kemudian aku mendengar gemericik air dari kamar mandi, sepertinya Sheila sedang membersihkan tubuhnya setelah perbuatanku tadi malam, tetapi mengapa sepagi ini dia sudah mandi? Bahkan jam masih menunjukkan pukul empat pagi, biasanya jam segini ia masih molor, nunggu adzan subuh berkumandang ia baru mandi dan sholat.

"Kamu kok uda mandi Shel?" tanyaku saat melihat Sheila masuk hanya menggunakan lilitan handuk di tubuhnya.

"Aku mau pergi nanti, jadi aku mau lekas masakin buat sarapan dan bekal Abang," sahutnya tanpa menoleh ke arahku, ia masih sibuk mengenakan baju secara lengkap.

"Kamu mau kemana?" tanyaku heran dengan tatapan menyelidik.

"Mau jalan-jalan, ngerayain hari spesial!"

"Hah, hari spesial apa maksudnya?"

"Gak papa kok, aku cuma mau main ke panti hari ini!"

"Oh, yaudah hati-hati ya kalau pergi nanti."

"Iya."

Aku sangat bersyukur karena sekarang hubungan kami mulai membaik, Sheila sudah mulai mau aku ajak bicara walaupun masih cuek, tetapi itu saja sudah lebih cukup untukku.

Jam sudah menunjukan pukul lima pagi, dengan segera aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Kulihat Sheila masih sibuk memasak di dapur, dan entah mengapa tiba-tiba saja spontan aku memeluk dan menciumnya dari arah belakang, tetapi Sheila malah kaget dan mendorongku begitu saja, ia benar-benar sangat dingin padaku sekarang.

"Jangan dingin-dingin dong Shel, aku gampang pilek," sindir ku padanya.

"Kalau lagi gak enak badan ya berobat, gak usah mandi dulu Bang. Istirahat aja dikamar," sahutnya dengan sangat polos. Entah memang polos atau pura-pura tidak tahu, tetapi yang jelas aku sangat kesal dengan sikapnya yang sekarang. Hal itu membuatku sempat berpikir, apa ini yang dirasakan Sheila dulu saat aku selalu bersikap dingin padanya?

*****

Hatiku benar-benar gelisah tidak menentu, hari ini aku sangat tidak fokus dalam bekerja. Sesekali kulirik arloji di tangan, tetapi rasanya waktu berjalan sangat lambat. Hari ini aku merasa seperti melupakan sesuatu, tetapi aku tidak tau apa itu yang kulupakan.

"Ini tanggal berapa Wan?" tanyaku saat melihat Ridwan lewat di depan meja kerjaku.

"Tanggal tujuh," sahutnya.

"Astaga, tanggal tujuh kok aku bisa lupa ya." Aku mengacak-acak rambutku frustasi, bagaimana bisa aku melupakan ulang tahun pernikahanku dengan Sheila yang genap ke-6 tahun, pantas saja tadi pagi ia berkata ingin jalan-jalan untuk merayakan hari spesial.

Hari itu aku izin pulang lebih awal, tidak lupa kubeli kue bolu dari toko langgananku untuk merayakan hari pernikahan kami. Semoga saja Sheila tidak marah lagi jika aku bersikap romantis padanya. Sepanjang perjalanan aku membayangkan wajah Sheila yang kegirangan, ia pasti nantinya akan syok dan terharu memelukku. Duh, membayangkan nya saja aku sudah tidak sabar.

Hari menjelang sore, sesampainya dirumah tidak lupa ku pasang lilin berbentuk angka enam di atas kue bolu tersebut sebelum masuk kedalam rumah. Aku ingin membuat kejutan untuk Sheila hari ini, walaupun ini pertama kalinya, tetapi kuharap ia akan luluh dan mau mengizinkan ku menikah lagi.

"Kejutan!" Aku berteriak saat membuka pintu, Sheila yang sedang duduk menonton tv hanya diam mematung menatapku.

"Sini Dek, kita tiup lilin sama-sama," ajakku padanya. Sheila mengiyakan permintaanku, dan ikut meniup lilin bersamaku.

"Diulang tahun pernikahan kita yang ke enam ini, Adek boleh minta kado apa aja pasti Abang kasih."

"Beneran?" tanyanya dengan mata berbinar.

"Iya, tentu saja."

"Aku gak minta apa-apa, aku cuma mau Abang mengurungkan niat untuk menikah lagi." Darahku mengalir dengan cepat saat mendengar permintaan Sheila, aku tidak berpikir sampai kesitu tadi.

"Yang lain Dek, kalau buat itu Abang gak janji. Maksud Abang entah Adek ada ingin beli sesuatu gitu?"

"Hahaha, aku terlalu naif ya. Jadi ini hari pertama dan terakhir kalinya kita ngerayain ulang tahun pernikahan kita, begitu senangnya ya Bang mau pisah denganku sampai dirayakan segala."

"Bukan gitu maksud Abang Dek!"

"Jadi apa? Oh, aku tau Abang uda ketemu pengganti Sheila ya sekarang?"

"Ahh, terserah kamu lah. Kamu keras kepala banget sih, gak pernah bisa ngertiin aku. Aku juga pengen punya anak, sementara kamu mandul!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 66

    Tidak terasa waktu sudah menjelang magrib, setelah selesai makan Bang Habib langsung mencuci piring. Hari ini ia sangat memanjakan aku sampai-sampai mencuci piring saja pun ia yang mengerjakan sendiri, semua ini ia lakukan hanya semata-mata untuk menebus semua kesalahannya tadi.****Keesokan harinya seperti biasa aku ikut dengan Bang Habib saat berangkat kerja, ia akan mengantarkan aku ke rumah sakit untuk menjaga Aisyah. Syukurlah ini hari terakhir Aisyah dirawat, karena keadaannya yang sudah mulai membaik sore ini ia sudah diperbolehkan untuk pulang.“Hati-hati di jalan ya Bang,” kataku sambil mencium punggung tangan Bang Habib.Ia mengelus kepalaku dengan lembut lalu berkata, “adek juga hati-hati ya, jangan genit-genit sama Dokter yang ada disini.”“Siapa maksud Abang? Dokter Revan?”“Ya, pokoknya semua Dokter lah. Gak hanya Dokter saja pokoknya semua laki-laki,” ucapnya menoel hidungku pelan.“Ya ampun, Dokternya juga pilih-pilih. Mana mungkin mau sama Ibu beranak satu,” kataku m

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 65

    "Tuh lah, rasain! Punya istri cantik, pintar, baik hati, rajin disia-siakan," sindir ku padanya. "Iya lah Abang salah, itu kan masa lalu gak usah dibahas lagi. Jadi sekarang Adek mau makan apa, biar Abang masakin?""Oke, karena Abang yang nantangin. Adek mau makan ayam geprek, sambalnya yang pedes ya Bang. Soalnya anak Abang lagi pengen makan yang pedes-pedes nih," ujarku sambil mengelus perut yang sudah mulai membuncit. "Siap Bos," kata Bang Habib yang ikut mengelus perutku. "Kalau gitu Abang keluar dulu ya, mau beli bahan-bahannya. Adek tunggu di kamar aja nanti kalau uda matang Abang panggil," imbuh Bang Habib mengelus kepalaku dengan lembut. Aku tersenyum tipis sambil menganggukkan kepala, lalu ia mencium keningku dan mencubit pipiku dengan gemas.Bang Habib berlalu pergi keluar kamar, tidak lama kemudian aku mendengar suara deru motornya pergi dan tidak butuh waktu yang lama ia sudah kembali. Awalnya aku susah curiga mengapa ia sangat cepat kembali, karena tukang potong ayam b

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 64

    POV SHEILA… Rasa trauma masa lalu kini menghantuiku. Seandainya kamu jujur sejak awal Bang, aku tidak mungkin akan sesakit ini. Coba kau ada diposisiku sebentar saja, agar kau tau betapa hancurnya saat kebohongan-kebohongan mu menggerogoti batinku.Aku menyeka air mata yang membasahi pipi, setiap teriakan demi teriakan tidak di hiraukan oleh Bang Habib. Ia tetap kekeh mencengkram kaki-kakiku kuat, enggan memberi cela aku untuk pergi. "Tolong tetap disini Dek, malu sama Umi dan Abi kalau setiap ada masalah kita libatkan mereka. Aisyah sedang sakit, jangan buat tambah beban pikiran orang tua lagi," lirih Bang Habib merayu. Aku menelan saliva dengan susah payah, memang apa yang dikatakannya benar. Akan tetapi, hatiku terasa perih saat melihat wajahnya. Entah mengapa bayang-bayang wajah Wenda membuat aku membenci suamiku sendiri.Aku mulai mengendur dan meredam ego perlahan. Tanpa berkata apa-apa aku berbalik kembali masuk ke dalam kamar, ku hempaskan tas di tangan dan kuletakkan Hafiz

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 63

    "Aku bawa mobil kok, jadi tidak perlu diantar. Kalau begitu aku pamit pulang ya, assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Wenda pun pergi menghilang masuk kedalam mobilnya, ia menyalakan mesin mobil lalu membuka kaca jendela dan melambaikan tangan pada Hafiz."Mau aku antar," cibir Sheila menyindirku lalu ia kembali masuk ke dalam rumah. Ia duduk di sofa sambil memainkan cream kue dengan sendok, tampaknya ia merasa sangat kesal denganku. Aku datang menghampirinya, lalu duduk tepat di sampingnya. Aku berusaha untuk membujuk Sheila dengan cara menggodanya, tetapi ia tidak peduli dan malah membalikkan tubuhnya membelakangiku. Bahkan ia juga menjauhkan Hafiz dariku, aku tidak dapat menyentuh anakku sendiri. Sontak hal itu membuat aku lepas kendali, emosi yang sejak tadi terpendam kini aku keluarkan semuanya "Kamu ini kenapa sih Dek? Dikit-dikit ngambek, buat suami bosen aja dirumah!" seruku kesal. "Oh jadi Abang bosan dirumah? Jadi, kenapa gak ikut Wenda pergi aja tadi!" sahutnya bersungu

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 62

    Dia tinggal ngomong sih enak, gak ngerti posisiku seperti apa. Dia juga gak tau bagaimana kebaikan Wenda selama ini pada keluargaku, jadi bisa saja Ridwan bicara seperti itu.Aku menyesap kopi susu dingin yang diberi oleh Ridwan, kini rasanya aku tidak ingin memikirkan masalah apa pun. Otakku sudah terasa buntu memikirkan masalah pekerjaan, dan kini malah di tambah lagi perihal wanita yang tiada habisnya. Aku kembali masuk ke dalam kantor dan kembali bekerja. Niat hati tidak ingin memikirkan hal itu lagi, tetapi tetap saja aku kepikiran. Bagaimana bisa Sheila merencanakan hal seperti itu, kenapa dia bisa berpikir sejauh itu sih. Apa mungkin Risa hanya mengada-ngada saja? Ah Entahlah… Hari mulai menjelang sore, dengan pikiran yang masih berkecamuk aku pulang menunggangi kuda besi kesayanganku. Sepanjang perjalanan aku masih terus saja memikirkan ucapan Risa, bagaimana jika yang ia katakan benar. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana terkoyaknya hati Wenda nantinya. Dulu aku dan Wend

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 61

    "Abi, silahkan duduk sini. Sheila buatkan teh ya," kata Sheila yang langsung bangkit dan hendak ke dapur. "Tidak usah repot-repot, Abi hanya sebentar kok," tolak Abi menahan Sheila. Sheila pun kembali dan duduk disamping Abi lalu berkata, "ini sebenarnya ada apa Abi?"Abi tersenyum tipis lalu menatapku, aku terus menunduk ketakutan. Jantungku berdetak tidak karuan, keringat dingin terus saja mengalir dari dahi."Jadi gini Shel, Umi kan sedang sakit. Kamu boleh gak jaga Aisyah dari pagi sampai siang saja, setelah itu Darwis yang bakal gantikan. Abi juga harus jaga Umi dirumah," tutur Abi pelan. Aku langsung merasa sangat lega saat mendengar penuturan beliau. Duh, Abi malam-malam sudah buat olahraga jantung saja batinku."Habib izinkan Sheila menjaga Aisyah untuk beberapa hari saja menggantikan Umi?" tanya Abi seraya menatapku. "Eh… Kalau Habib sih mengizinkan Abi, apalagi selama ini Aisyah yang selalu menemani Sheila saat menjaga Hafiz," sahutku sedikit gagu akibat spot jantung baru

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status