Share

Bab 7

"Hahaha, aku mandul ya? Iya aku memang mandul, dan pantas untuk diceraikan Bang!"

"Kamu benar-benar menguji kesabaranku ya, oke kalau kamu mau cerai. Mulai sekarang kamu aku talak!"

Aku membanting kue yang ada di tanganku hingga berserakan di lantai, sementara Sheila masih diam mematung dengan air matanya yang berlinang. Aku lelah dengan sikapnya yang egois, ia benar-benar tidak bisa mengerti suami. Mungkin perpisahan adalah hal yang benar untuk kami, lagi pula hubungan kami sudah tidak sehat untuk dilanjutkan.

Aku berlalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, aku mengguyur kepalaku yang panas untuk meredam emosi. Tidak lama kemudian setelah aku selesai mandi, kulihat Sheila dikamar sedang membereskan pakaiannya. Tidak ada sepatah katapun yang aku ucapkan saat Sheila pergi, bahkan ia juga tidak berkata apa-apa selain menangis.

POV SHEILA…

Hari yang seharusnya spesial untuk kami, malah menjadi hari malapetaka. Aku tidak tau akan pergi kemana sekarang, tetapi yang pasti aku ingin pergi sejauh mungkin agar tidak bertemu dengan pria itu lagi.

Sebenarnya selama ini aku sadar bahwa suamiku tidak mencintaiku, tetapi aku terlalu naif dan percaya bahwa suatu saat aku dapat meluluhkan hatinya. Aku menyusuri jalanan yang genap dengan derai air mata, tidak ada hujan karena ini bukan drama ikan terbang.

"Sheila?" sapa Aisyah yang kebetulan lewat, seketika ia menghentikan laju sepeda motornya dan menghampiriku dengan raut wajah panik.

"Kamu kenapa Shel? Kamu mau kemana?" tanyanya bingung menatapku yang menarik seonggok koper di tangan.

"Aku gak tau mau kemana, tetapi sekarang aku sudah diceraikan suamiku," sahutku menangis sesenggukan

"Astagfirullahaladzim." Aisyah memelukku dalam dekapannya, ia menangis bersamaku.

"Ayo, kita pulang ke rumah umi," ajak nya sembari membantuku mengangkat koper keatas sepeda motornya, aku mengangguk pasrah dan merasa beruntung malam ini bisa bertemu dengan Aisyah, kalau tidak mungkin aku sudah jadi gelandangan malam itu.

Aisyah adalah teman satu panti denganku, bisa dikatakan kami adalah sahabat paling dekat di panti. Kami sama-sama diangkat menjadi anak oleh umi, tetapi hanya Aisyah yang ikut tinggal dengan orang tua angkat kami. Aku tidak bisa meninggalkan panti begitu saja saat itu, dan akhirnya aku malah menikah dengan pria jahat itu.

"Kamu yang sabar ya Shel, laki-laki itu memang gak baik buatmu," ucap Aisyah saat diperjalanan.

"Ia Ais, dia mengatakan aku mandul dan ingin menikah lagi."

"Astagfirullah, dasar laki-laki iblis! Aku tau bagaimana perasaanmu sekarang, tetapi kamu seharusnya bisa bersyukur karena lebih cepat berpisah darinya itu lebih baik. Dia aja bisa mengaku jomblo kepadaku, dan tidak tahu malunya lagi ia merayuku, padahal sudah jelas dia itu punya istri."

"Iya, dia terlalu bodoh tidak mengenalimu dan Umi, sampai masuk dalam jebakan kamu!"

"Aku sudah lama curiga dengan suamimu, jadi pas ia menyerempet ku dan tidak mengenalku, ya aku gunakan saja untuk mengetes kesetiaannya padamu. Maaf ya Shel waktu itu aku nekat."

"Iya gapapa kok Ais, seharusnya aku malah berterima kasih padamu."

Sesampainya di rumah, Umi sangat kaget melihat kehadiranku. Ia menangis tersedu-sedu sembari terus memelukku dengan erat.

"Laki-laki itu memang pantas untuk kamu tinggalkan nak, disini masih ada Umi yang siap menerima kamu!"

"Bukan Sheila yang meninggalkannya Umi," kataku menundukkan kepala, memang setelah kejadian Bang Habib menyerempet Aisyah Umi terus saja membujukku untuk berpisah, ia merasa Bang Habib bukanlah pria yang baik untukku.

"Maksud kamu?"

"Suami Sheila yang uda talak Sheila," sahutku meneteskan air mata.

"Astagfirullah, kamu yang kuat ya sayang. Kamu yang tabah, mari kita masuk kedalam agar kamu lebih tenang."

Aku menganggukkan kepala dan mengikuti langkah kaki Umi, beliau memang bukan Ibu kandungku, tetapi perlakuannya sangat baik kepadaku melebihi Ibu kandungku sendiri yang bahkan aku tidak tau dimana rimbanya. Wanita paruh baya tersebut mengajakku duduk disofa, ia memberiku segelas air putih yang sejak tadi tak henti-henti menangis agar aku bisa lebih tenang.

"Jadi apa rencana kamu sekarang Shel?" tanya Aisyah.

"Aku gak tau Ais, untuk sekarang aku hanya ingin tenang dan tidak mau bertemu Bang Habib lagi," sahutku.

"Jangan seperti itu Shel, kamu harus terlihat kuat di hadapannya agar ia menyesal. Kalau bisa kamu harus lebih sering bertemu dengannya agar ia tidak bisa move on darimu, lelaki seperti itu harus diberi pelajaran!" sungut Aisyah mengepalkan tangannya.

"Tapi sepertinya aku tidak bisa Ais." Aku menggelengkan kepala sembari menutup wajahku dengan kedua telapak tangan, tetapi Aisyah menarik tanganku dan menggenggamnya dengan erat.

"Kamu pasti bisa, aku yakin kamu jauh lebih kuat dari yang aku pikirkan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status