“Mas! Kamu gila sih, nggak war..” teringat jika dirinya tak hanya berdua dengan Fathan, Keyla pun berdecih lalu memutar tubuhnya.
Sekesal-kesalnya ia kepada suami pencari madu istrinya, Keyla masih mempunyai otak yang lurus untuk tidak mengajarkan keburukan pada anak dibawah umur seperti Dion.
“Pokoknya jangan diulangin. Orang lain bisa salah paham terus ngira aku sebagai pelakor.”
Dengan santainya, Fathan menyahut. “Ya beda atuh, Key. Pelakor itu kan kalau kamu ngerebut Mas dari Maminya Dion. Kamu kan nggak begitu. Kamu masuk ke rumah tangga kami buat nolongin Mas sama Mbak biar bisa rujuk.”
Keyla pun dibuat megap-megap. Mulutnya terbuka lalu tertutup kembali— alasannya tentu karena Keyla harus mengisi oksigen ke dalam paru-parunya yang sekarat.
Bayangkan saja ia sebagai ikan yang mendadak terdampar ke daratan dan ingin kembali ke habitatnya. Nah, seperti itulah ia sedang berusaha untuk tetap hidup ditengah keinginannya dalam meniadakan pria disampingnya.
“Daddy, pelakor itu apa?!” tanya Dion, ingin tahu.
“Pelakor?! Emang Daddy ada bilang pelakor, Bang?!” Kilah Fathan, sadar jika dirinya telah membuat anaknya menanyakan sesuatu yang tak seharusnya diketahui usia Dion saat ini.
“Eum. Tadi kan barusan bilang, Dad.”
“Pelakor itu…”
“Stop!” Keyla memekik, meminta Fathan berhenti berbicara agar tak menuntaskan keingintahuan Dion. Anak itu masih terlalu kecil untuk mengerti apa itu arti pelakor.
Mendengar betapa perhatiannya Keyla terhadap sulungnya, Fathan pun merekahkan senyuman. “Tuh. Udah cocok kamu jadi ibu sambungnya Dion. Orang lain mana seperhatian itu ke anak Mas, Key…”
Plak!!
“Astatang!” gumam Keyla tanpa suara yang tiba-tiba saja merasa amat menyesal karena memperhatikan tumbuh-kembang Dion.
“Udahlah! Jangan ajak aku ngomong. Aku mendadak sariawan!”
“Dad-Dad, ke apotik dulu. Mommy Keyla sakit.”
Keyla memejamkan matanya. ‘Mommy jidat lo, Yon! Kapan Tante pernah ngelahirin kamu!’ kesal Keyla, meracau dalam hati.
Ingin rasanya Keyla menyanyikan sebuah lagu, dimana ia yang sial-siapnya bertemu dengan Fathan. Selama ini ia sudah tertipu tutur dan cara Fathan dalam memperlakukannya.
Busuk, busuk!! Tetangga ramah & baik hatinya ternyata sebusuk telur kadaluarsa! Menyesal Keyla pernah mengagumi sosoknya.
“Mas turun dulu. Kamu tunggu disini sama Dion ya, Key.”
“Loh!” Pekik Keyla. Gadis itu pun mengedarkan pandangannya keluar. “Loh, Mas! Ngapain kita di apotik?!” Ia tak sadar jika mobil yang Fathan kendarai ternyata mengarah ke toko obat di komplek mereka.
“Kan kamu sariawan, Key. Harus cepet diobatin biar kita bisa interaksi.”
“Hasyah!! Nggak, nggak! Ngada-ngada aja deh! Udah sembuh sariawannya. Cepet bawa Keyla pulang. Tekanan batin Keyla jalan sama Mas!”
Umur manusia itu paling lama, mentoknya hanya pada tiga digit angka. Itu pun tak mungkin sampai belasan dibelakang angka depannya. Namun, jika terlalu lama bersama Fathan, Keyla bisa yakin, umurnya akan memendek hanya pada kepala 3. Setelah itu, nyawanya mungkin akan terbang ke surga.
Yah, itu juga kalau amal dan perbuatan baiknya diterima oleh Allah SWT. Kalau tidak ya ke neraka dengan rute ekspress-nya.
. Tapi tenang saja, Pemirsa. Ketika Keyla dijatuhkan ke dalam nekara, ia pasti akan mengajukan banding. Ia kan mati karena berani menolak ajakan berpoligami. Seharusnya hal itu bisa menyelamatkan dirinya dari kobaran api neraka.
“Beneran udah sembuh?! Nggak lama kok turunnya. Paling 5 sampai 10 menitan aja, Key.”
“Nggak ya nggak, Mas!” tolak Keyla, keukeuh. Ia kan hanya beralasan saja supaya tidak diajak interaksi.
“Oke-Oke. Kita pulang kalau gitu.”
Keyla membanting pintu mobil Fathan ketiga ketiganya sampai di depan gerbang rumah orang tuanya.
Brak!!
“Dad, Tante Key kayaknya marah deh. Kalau Tante beneran nggak mau jadi Mommy-nya Dion gimana?!” tanya Dion, takut-takut. Anak itu benar-benar mengharapkan Keyla untuk menjadi ibu tirinya. Ia sangat menyukai Keyla yang suka sekali jajan bersamanya dirinya dan adiknya.
“Ya Daddy paksa, Yon. Kalau Tante Key nggak mau, Mami kamu nanti nggak bakalan bisa bareng-bareng lagi.”
‘Nggak apa-apa sih, Dad. Ada nggak ada Mami juga nggak bikin Dion happy.’ ucap Dion membatin. Maminya mungkin istri yang baik untuk daddy-nya, tapi baginya, perempuan itu hanyalah ibu yang melahirkannya. Dia selalu asyik dengan dunianya sendiri. Ia dan adiknya bahkan lebih dekat dengan pengasuh mereka dibandingkan dengannya.
“Fathan, Fathan. itu kenapa calon istrimu ngereog dateng-dateng?!” Dengan langkah tergopoh, Mami Fathan menghampiri mobil putranya.
“Ngamuk-ngamuk itu si Keyla di dalem.” Ia bergegas keluar ketika Keyla tiba dan mengamuk hebat pada bundanya.
“Kamu apain dia sih, Tan?”
“Nggak diapa-apain, Mam. Tanya aja ke cucu Mami kalau nggak percaya.” Ujar Dion, mencatut kebohongan yang sempat Keyla dendangkan kepada mereka.
“Bener, Yon? Nanti Tante Keyla nggak jadi Mommy kamu loh, kalau kaliannya nakal.”
“Iya, Oma. Tante Keyla sariawan katanya,” aku Dion, menyampaikan alasan yang sempat dikemukakan oleh Keyla pada mereka.
“Oh, gitu. Syukur deh. Udah mau spot jantung aja Oma, Yon.”
“Mami, Mami! Mami mau kemana?!” Teriak Fathan kala maminya menyelonong melewati moncong mobilnya.
“Kemana lagi?! Ya pulang ke rumah maneh dong!” jawab si Mami dengan aksen sundanya yang kental.
“Masuk aja ke mobil, Mam. Kan kita juga mau pulang.”
Mami Fathan pun memasang raut wajah menghina anaknya. Ia ber-idih-ria lalu berkata, “emangnya Mami istri kamu, yang ke depan rumah aja minta anter?! Sorry ya, Mami mah wanita mandiri! Bisa jalan sendiri!”
“Bye!” Sentak mami Fathan, menghempaskan telapak tangannya.
“Menyala, Oma!! Dion setuju!” Di dalam mobil, Dion menyemangati neneknya.
“Eh, eh! Durhaka kamu ngebenerin kata-kata Oma. Mami kamu kalau tau ntar dia ngambek loh.”
“Biarin! Udah biasa diambekin Mami,” balas Dion membuat Fathan menutup rapat mulutnya.
Fix! Ia memang membutuhkan eksistensi Keyla untuk menjadi pawang anak sulungnya. Pasalnya, Keyla lebih dapat mengatur perilaku Dion dibandingkan maminya sendiri.
“Besok abis kamu sekolah, kita jemput Tante Keyla. Siapa tau kalau kamu yang minta, dia luluh, Yon.”
“Okcay Dad!” Seru Dion dengan dua jempolnya yang mengacung. Tante Keylanya harus luluh dan mau menjadi ibu tirinya. Ia sudah membayangkan akan seseru apa jika perempuan itu hidup bersama mereka.
Keyla mengulum bergantian bibir atas dan bawahnya. Ia terbaring gelisah dengan jari-jari bertaut di dalam selimut yang membungkus tubuhnya. Sampai detik ini, ibu dua anak itu tak kunjung dapat menyusul kedua anak tirinya yang beberapa jam lalu sukses memasuki gerbang mimpi mereka dan semua terjadi berkat bergabungnya satu makhluk durjana yang Keyla yakini tengah berbahagia di atas penderitaan malamnya. Keyla memejamkan mata ketika sebuah pergerakan membuat jantungnya semakin berdetak kencang.Jangan salah tafsir. Jantung itu berdetak bukan karena degup kegembiraan, apalagi oleh perasaan meledak-ledak sebab dapat menghabiskan malam dengan orang terkasih. Big to the no ya Bestie!Alih-alih merasa bahagia, Keyla justru dendam kesumat. Ia memendam kekesalan karena Fathan nyatanya tak bisa diandalkan. Sudahlah! Berharap pada janji manusia memang tak ada gunanya. Salahnya sendiri. Sudah tahu Fathan sering ingkar dengan melewati batas perjanjian, kok ya bisa-bisanya ia selalu terjatuh di
Pulang dari restoran membawa bungkusan makanan?Tet-tot!Lantas apa yang Keyla bawa? Jawabannya adalah helaian rambut milik Hans yang dirinya rontokkan saat memberikan pelajaran.Sengaja Keyla mengumpulkannya. Ketika ia tiba di rumah, Keyla pun langsung membuka sesi ghibah, lengkap dengan serangkaian barang bukti berupa penampakan acak-acakkan si Impostor dan rambutnya.“Gila, Mbak. Ternyata selama ini kita ditipu.”Diseberang sana, Hardi tertawa. Alih-alih ikut emosi karena dikhianati Hans, perempuan itu justru terhibur melihat reaksi yang Keyla pertontonkan di layar ponselnya.“Bisa-bisanya kita ngegibahin anak-anak jalur ordal, didepan ketua Impostornya langsung, Mbak. Mana dia hebat banget lagi ngibulnya, pake sok-sokan ikut ngehujat kinerja abal-abal mereka.”[Tapi Hans kan kerjanya bener, Key]“Bener dari mananya, Mbak? Gara-gara dia kan kita sering kena omel si Botak.”Hardi lagi-lagi menyemburkan tawa. Bukan kasung yang disengaja aslinya. Keyla saja yang sial karena kepala HR s
“Oh, gini toh rasanya nepotisme? Sedep bener ya. Tahu langsung dapet room VVIP, lo keluarnya lebih cepet dong.”Pantas negara Wahkanda ini pejabatnya terlenakan oleh KKN. Orang baru nepotismenya saja, kesulitan hidup seketika menjadi begitu mudah berkat bantuan si donatur gelap.Kacau! Tak heran rakyat sampai lebih percaya dengan pihak keamanan Bank Central. Dibayar UMR-pun, para satpam itu tetap melayani sepenuh hati tanpa menerima amplop selipan di dalam kantong saku seragam kerjanya.“Pasti kalau pejabat yang kesini, nggak bakalan lo suruh nunggu kayak kita-kita kan?”Hans tersedak.Kampret sekali memang Keyla.Mulutnya itu loh, seperti tidak pernah makan bangku sekolahan. Tahu sih kalau sebuah kursi tidak bisa dimakan. Minimal sewaktu berangkat, otaknya ikut lah. Jangan ditinggal di rumah.Hans mendelik. Sahabat yang dulunya berada di dalam satu ruang kerja dengan Keyla itu mengucapkan terima kasih kala Dion mengulurkan selembar tisu ke arahnya. Ia lalu mengembalikkan atensinya pad
“Why?”“Gila ya, Mas. Mas mau jadi bahan gosip Kang Sate sama warga komplek?” Keyla menyipitkan matanya, memandang tajam Fathan yang bisa-bisanya masih bertanya kenapa ia tidak menyetujui usulan pria itu.“Astaga, Key. Siapa yang mau gosipin kita, heum? yang artis kan udah ke Amerika.”“Nggak, nggak! yang lain aja.” Keukeuh, Keyla.Ia malas kalau harus menjadi topik perbincangan orang. Apalagi kalau sampai bertemu dengan si kembar yang salah satunya tukang nyinyir. Jiwa dan raganya terlalu lemah sekarang. Ia saja masih belum bisa menerima kenyataan kalau dirinya terusir dari rumah ayahnya.“Ya udah. Kamu maunya apa?” “Mau balik ke rumah Ayah, huwaaaa.” Alamak! Ternyata drama si anak terusir masih berlanjut. “Minta makan ke rumah Ayah nih jadinya?” “Nah, iya! Ayo-ayo. Masakan Bunda jauh lebih enak daripada beli.” Sayangnya ketika Keyla hendak membuka gerbang rumahnya, gerbang itu terkunci dengan gembok besar yang belum pernah Keyla lihat sebelumnya.“A-AYAAAAAAH!!!”“Dad..” Dion me
“Bye-bye rumah. Mianhae..” Keyla meletakkan ujung tisu pada sudut mata kanannya. Wanita itu berkata tidak sanggup, lalu terisak setelah melirihkan kata ‘no,’ sembari mengulurkan tangan untuk menggenggam rumahnya.Keyla kalah berperang melawan sang ayah. Usai tak dapat mempertahankan kedudukannya, kini Keyla pun harus meninggalkan rumah yang dalam proses pembuatannya, Keyla kalah dalam peperangan. Usai tak dapat mempertahankan posisinya, kini ia harus berpisah dari rumah yang dalam proses pembangunannya, tak menguras satu angka di rekeningnya.Ya, Pemirsa yang Budiman. Keyla tidak menyumbang apapun, baik itu batu bata begitu pula dengan pasir dan tumpukan semen pengikat bangunan. Ia hanya bermodalkan udara yang keluar masuk dari paru-parunya, kemudian bisa tinggal sampai beberapa detik lalu, tepatnya sebelum dirinya benar-benar terusir.“Hiks, rumahku. Jangan lupain aku ya.”Ayah Keyla berdecak menyaksikan betapa berlebihannya tingkah putrinya. Ngidam apa dulu istrinya sampai anak tung
Sudah jatuh, tertimpa menara Eiffel pula, begitulah perumpamaan yang saat ini menggambarkan kondisi Keyla. Mengapa tidak— Dikarenakan guyonan papi mertuanya, baby sepolos Nakula justru menginginkan adik. Tak tanggung-tanggung, langsung lima sekaligus seolah dirinya ini seekor kucing yang dapat melahirkan dalam jumlah banyak.“Hahaha, maaf ya Key. Papi tadi cuman asal ngucap loh. Nggak maksud buat ngomporin. Sumpah.”Hah! Mau marah pun percuma. Waktu tidak bisa diputar kembali dan Nakula sudah terlanjur excited menantikan adik-adiknya. Padahal perihal adik sudah sempat ia amankan ketika mereka berada di Bandung. Siapa sangka tema itu diangkat lagi ke permukaan.“Ehem.. Kalau dipikir-pikir, Ayah sama Bunda juga nggak masalah kalau punya cucu cepet. Daripada makin tua. Nanti malah nggak kuat gendongnya.”Jedduar!Soundtrack sinema azab tiba-tiba saja terdengar di indera pendengaran Keyla. Apa ini? Kenapa ayahnya justru ikut-ikutan begini? “Kamu nggak masalah kan Than kalau nambah tanggu