Keyla menyuap potongan martabak telur hingga menggembungkan pipi-pipinya. Ia mengunyah makanan dimulutnya dengan perasaan kesal yang menggerogoti jiwa. Ditengah kegiatannya mengunyah makanan itu, Dion— putra pertama Fathan memanggilnya.
“Wappah?” tanya Keyla, berucap tak jelas karena makanan yang belum sepenuhnya dapat dirinya lumat.
“Tante Keyla laper? Kok kayak orang belom makan seharian makannya?”
Sebelum menjawab pertanyaan Dion, Keyla menenggak air mineralnya. Ia berkata bahwa dirinya sangat-sangat kelaparan berkat kelakuan absurd daddy anak itu. Fathan telah membuatnya terbakar emosi hingga menyedot seluruh energi tubuhnya.
Mendengar penjelas calon ibu dirinya, Dion pun mengangguk-anggukkan kepala.
“Dion, sini Bang. Mommy katanya mau ngomong sama kamu.” Teriak Fathan sembari melambai-lambaikan tangannya agar sang putra menghampirinya.
Dion pun bangkit berdiri dari kursi plastik yang dirinya duduki. “Bentar ya, Tante. Punya Dion makan aja nggak, Dion udah kenyang liat Tante makan.” Ucap Dion lalu berlari menghampiri Fathan yang berada disamping mobil mereka.
“Key, Key!!”
Panggilan dan tepukan pada punggungnya membuat Keyla berjengit kaget. “Sialan lo, Gil. Kaget gue!” amuknya pada teman satu sekolahnya dulu.
Kebetulan mereka selalu bersekolah ditempat yang sama. Hanya ketika melanjutkan ke tingkat perguruan saja mereka terpisah.
“Gue liat lo tadi turun dari mobilnya Mas Fathan.”
“Hah?! Berarti lo udah disini dari lama?” tanya Keyla, menyerobot.
“Yoi. Gue dipojokan situ tuh bareng Gani.” Agil mengangkat tangannya, membuka jari telunjuknya dan menunjuk lokasi yang dirinya maksudkan. Ditempat yang pemuda itu tunjuk, Gani saudara kembarnya tampak memperhatikan interaksi keduanya dengan tangan berisikan piring.
“Eh, ke distract kan gue jadinya!! Lo sih pake motong kata-kata gue!”
Agil terlebih dahulu mengamati Fathan dan Dion. Ketika merasa kedua orang itu masih sibuk, ia pun kembali menuntaskan rasa keponya. “Lo kok bisa bareng Mas Fathan? Nggak takut dilabrak bininya lagi, Key?”
“Iya nih Mbak Key.”
“Ajegileee!! Bang Mamat!” pekik Keyla, mengamuk pada tukang sate ayam langganannya yang tiba-tiba saja memunculkan eksistensinya di sekitar mereka.
Sudah dua kali ia dibuat terkejut hanya dalam waktu selang beberapa menit. Satu orang lagi saja mengikuti jejak mereka, jantungnya bisa-bisa melompat keluar menembus dada.
“Misi-Misi kek Bang. Jantungan nih saya!” berengut Keyla.
Bang Mamat menyengir. Pria itu meletakkan pesanan Keyla ke atas meja. Pria itu lantas meminta maaf. Ia mengatakan jika dirinya pun kaget kala melihat Keyla datang bersama Fathan. “Mana sama anaknya yang paling gede lagi,” Bang Mamat kemudian menambahkan kalau pemandangan itu terlihat seperti keluarga cemara.
Seketika Keyla pun mengetuk pelipisnya kuat-kuat. “Amit-amit jabang bayi.” cicitnya, merasa tak sudi.
“Bang Mamat nggak liat muka tertekan saya? Nggak usah bikin gosip deh! Malem ini saya lagi emosi tingkat dewa nih!” imbuh Keyla, menyuarakan perasaan yang bergejolak di dalam hatinya.
“Kan Bang Mamat penisirin, Mbak. Denger-denger istrinya Mas Fathan udah lama nggak keliatan. Jangan-jangan, itu gara-gara Mbak Key ya?”
“Key, lo jadi pelakor sekarang?!” Pekik Agil seusai Bang Mamat melayangkan kekepoannya.
Tuduhan tanpa dasar keduanya membuat Keyla meradang. Emosinya yang sudah tinggi, semakin memuncak hingga ia dengan reflek meraup wajah Agil menggunakan kelima jarinya.
“Sembarangan aja congor kalau ngomong!! Gue ditembak Gani yang single aja gue tolak, apalagi Mas Fathan yang buntutnya udah dua! Sorry nggak level ama laki orang.” Oceh Keyla, sewot.
“Wah, Mbak. Ati-ati loh, Mbak. Biasanya kalau sesumbar gitu, ntarnya malah jadi beneran.” Tutur Bang Mamat, memperingati Keyla supaya tak enteng membuka rahang.
“Pait-Pait! Bang Mamat mending ngebakar sate lagi aja deh! Antrian banyak tuh! Diarak pelanggan tau rasa loh, Bang!!”
Benar saja! Para langganan yang mengantri mulai bersorak, meminta Bang Mamat untuk segera melayani mereka. Pria yang asyik mengintrogasi Keyla itu lantas bersiap untuk menenangkan pelanggan-pelanggannya. Namun sebelum ia meninggalkan keduanya, Bang Mamat meninggalkan pesan kepada Agil. “Mas, jangan lupa spill infonya ke Abang ya. Lumayan nih dijual ke Lambe Nyonyor!”
“Sip!” sahut Agil, tak lupa dengan ibu jarinya yang berdiri tegak.
Setelah hanya punggung Bang Mamat saja yang terlihat, dengan tampang seriusnya, Agil pun mencoba mengkonfirmasi tanda tanya besar dikepalanya. “Key, beneran enggak kan?!”
Agil takut jika temannya terlibat kasus pencurian suami orang. Secara, Indonesia akhir-akhir ini sedang tidak baik-baik saja. Banyak wanita muda yang rela menyakiti sesamanya. Berhubung Keyla pernah menjadi cem-ceman saudara kembarnya, ia pun mempunyai kepedulian untuk menyadarkan gadis itu.
“Kagak! Ampun deh ah! Gue tuh...”
Keyla mengatupkan rahangnya kala telinganya menangkap deheman seseorang. Fathan sungguh datang diwaktu yang tidak tepat sehingga membuat Keyla malas melanjutkan kalimatnya.
“Eh, Mas Fathan. Mau duduk, Mas?!” tawar Agil, menggeser tubuhnya supaya Fathan dapat duduk disamping Keyla.
“Iya. Kamu Agil kan, yang rumahnya dibelakang rumah saya?!” bukannya menjawab, Fathan justru bertanya kembali.
“Cakep! Bener, Mas. Tiap pagi kita ketemu kalau Mas Fathan beliin buryam buat anak-anak.”
“Iya, iya, saya ingat. Kamu yang suka maksa beli kerupuk sampe 20 ribu padahal kerupuknya nggak dijual terpisah.”
Agil membuka mulutnya, memperlihatkan deretan gigi beriring dengan kekehannya yang menyembul keluar. “Pake diingetin segala, Mas.” Malu Agil, menggaruk kulit kepalanya yang tak gatal.
“Ada perlu apa sama Keyla?!”
Agil pun menatap Keyla. Binar matanya menyiratkan tanya yang besar, seolah dari sorot itu, dirinya tengah melemparkan sarkasme, ‘kata lo nggak bener?! Kok doi posesif banget?!’
“It-itu! Agil nanya kerjaan di kantor aku, Mas! He’em! Bentar ya! Penting ini!” Gugup Keyla kemudian menyeret Agil menuju meja yang Gani tempati. Ia tak ingin Fathan bersikap berlebihan dan menimbulkan kecurigaan di dalam benak Agil.
“Apaan tadi Key?! Lo daripada sama dia, sama Gani aja yang single! Bentar lagi dia gantiin bokap, jadi nggak kalah gede juga incomenya.”
“Haisyah!! Gani ngajaknya pacaran, bukan ke pelaminan! Emangnya gue bocah SMA apa! Lo aja deh, Gil! Besok ke rumah gue, bawa ortu lo buat ngelamar. Pasti gue terima!”
Agil menggeplak kepala Keyla. Ia beramit-amit, lalu menolak perintah tak masuk akal Keyla. “Nggak mau gue sama modelan lampir kayak lo!” sungut pemuda itu.
“Kampret!”
Keyla membalas hinaan Agil dengan cubitan mautnya disepanjang perut pemuda itu.
Agil yang menjadi sasaran kemaran Keyla pun mengerang kesakitan, meminta gadis itu agar tidak menganiaya dirinya yang menolak pinangannya.
“Ehem. Keyla.”
Keyla pun tersentak. Entah mengapa perempuan itu menjadi terkejut setelah mendengar suara pria dewasa yang ingin sekali dirinya hindari. “Y-yaa?” jawabnya dengan kepala berputar ke belakang.
“Sate kita sudah jadi kan? Ayo makan biar pulangnya nggak kemaleman.” Ajak Fathan. Suaranya terdengar begitu tegas sekarang.
Agil yang mencium adanya aroma perhatian tak wajar pun menarik-narik ujung kaos Keyla. “Key, kata lo nggak?” bisik Agil, semakin mencurigai Keyla.
“Ya emang nggak!!” Geram Keyla sembari menyentak lengan Agil.
Baru saja Keyla ingin membela diri, Suara Fathan yang tengah memanggil Dion pun mengacaukan niatnya.
“Dion, ini calon Mommy kamu ditarik. Nanti dia diambil sama Om Agil loh! Bawa kesana Bang, Mommynya.”
“M-Mas! Fitnah tuh lebih kejam dari pembunuhan loh!! Aku bukan calon Mommy-nya Dion, Mas! Jangan ngaku-ngaku kamu!!”
“Lah, saya kan nggak fitnah. Mami saya aja masih di rumah kamu kan abis lamaran tadi?”
Dan suasana pun seketika menjadi beku akibat pernyataan pria beristri itu.
Bruk!!Fathan mendudukkan Keyla ke atas ranjang.“Kamu..” “Keyla..” Sahut Keyla, membuat kalimat yang hendak Fathan lontarkan menguap hingga menyisakan kedutan di sudut teratas bibirnya. Suami yang Keyla terima secara terpaksa itu menyugar helaian rambutnya. “Key, jangan dikit-dikit pulang, bisa?” “Lah, perasaan baru sekali.” Gemas, Fathan tanpa sadar mengulurkan tangannya untuk mencomot bibir Keyla. “Eh, anjir! Jangan pegang-pegang. Bukan muh..” “Muhrim, Key!” pekik Fathan, berhasil membungkam Keyla. Sebagai manusia, Fathan juga memiliki batas kesabaran. Ia pikir dengan memberikan kelonggaran, istrinya itu akan belajar menerima pernikahan mereka. Namun sampai detik ini, Keyla justru melakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan apa yang ia bayangkan.“Saya minta maaf, oke? Saya janji nggak akan nawar-nawarin diamond lagi ke kamu.”Di ambang pintu yang tak tertutup, rahang mami Fathan seakan ingin copot dari wajahnya. Ia tak menyangka jika pertengkaran anak dan menantunya it
Tak membutuhkan waktu lama untuk Fathan dapat menemukan istri dan anak-anaknya. Pria tampan itu harus sekuat tenaga menahan tawa saat pertama kali mendapati tampang istri yang dinikahinya. “Kalau mau ngakak, ya, ngakak aja! Lama-lama kentut tau rasa kamu, Mas!”Kedua bahu Fathan hampir berguncang, karena saking tak kuatnya. “Ehem..” Untuk memperkuat pertahanannya, Fathan pun berdehem sebelum kemudian melontarkan tanya, “tapi abis itu saya disuruh transfer kan ya?”Sontak saja Keyla mendelik, tajam. ‘Wah, mentang-mentang udah bantuin gue, lupa dia sama kesalahannya!’ Ucap Keyla, tentunya hanya membatin. Keyla bukan jenis kacang yang lupa kulitnya. Kalau bukan karena Fathan yang membantu dirinya, ia sudah pasti harus menjual ginjalnya ke agen per-Kambojaan sekarang. Untuk itu, kali ini saja ia akan melepaskan Fathan dan godaannya yang terkesan mengolok-ngolok dirinya itu.“Sumpah ya, Mas.. Ginjalku masih poco-poco ini.”Bayangkan saja, uang 200 juta terbuang hanya dalam beberapa de
Menjadi nyonya rumah kaya raya itu ternyata sangat menyenangkan. Dulu sebelum ia dipaksa menikah dan mendapatkan kenaikan jabatan, hari-harinya di divisi HR selalu diisi dengan berbagai macam perbudakkan atasannya— sekarang? ‘Nyuantaiii!!’ jerit dewi batin Keyla, membara. Jika dipikirkan kembali, Keyla sebenernya masuk ke dalam kategori wanita paling beruntung di muka bumi. Bagaimana tidak, ia yang tidak laku-laku itu dipersunting oleh laki-laki paket lengkap, yang semua keunggulan makhluknya diborong semua oleh Fathan.Paras, isi rekening, dan kedudukan, semuanya berada di atas rata-rata para lelaki yang Keyla kenal. Andai Fathan bukan pria beristri, Keyla pasti tak akan merasa terpaksa saat dipersunting. Toh, dulunya ia memang sempat menyukai Fathan.“Guys.. Kalian nggak bosen?”Mendengar pertanyaan Keyla, Dion dan Nakula pun mengalihkan perhatian mereka dari susunan Lego yang keduanya mainkan. “Mami bosen?” tanya Dion, sembari menatap Keyla. “Nggak sih. Mami kan tim megeran. Di
“K-Key..” Seperti seorang maling yang baru saja ketahuan mencuri BH tetangga, Fathan mencicit, ketakutan.Dari apa yang ia lihat, merahnya wajah Keyla menunjukkan tanda-tanda akan datangnya hari kiamat. Mungkin waktu kematiannya memang sudah dekat karena adanya malaikat maut di hadapannya.“Hi-Hiyaaakk!!”Buk.. Buk.. Buk..Disaat Fathan disibukkan dengan pikiran nyelenehnya, malaikat maut yang pria itu maksud sudah lebih dulu menjalankan tugasnya sebagai jagal hidup Fathan.Dengan media bantal, Keyla memukuli Fathan yang menurutnya telah menyalahi kontrak pernikahan mereka.“Dasar Duda cabul! Duda piktor! Argh!!”Buk.. Buk.. Buk..Berhubung Fathan masih sangat menyayangi nyawanya, pria yang menjerat Keyla dengan pernikahan kontrak itu pun, hanya diam, pasrah terhadap gelombang amarah yang tengah diekspresikan istrinya.Setelah puas melampiaskan kemarahannya, Keyla pun melompat turun dari ranjang.“Minggat nggak lo, Mas? Jangan sampe Mas Fathan, Keyla..” Pengusiran berisi ancaman itu Ke
Keyla mengulum bergantian bibir atas dan bawahnya. Ia terbaring gelisah dengan jari-jari bertaut di dalam selimut yang membungkus tubuhnya. Sampai detik ini, ibu dua anak itu tak kunjung dapat menyusul kedua anak tirinya yang beberapa jam lalu sukses memasuki gerbang mimpi mereka dan semua terjadi berkat bergabungnya satu makhluk durjana yang Keyla yakini tengah berbahagia di atas penderitaan malamnya. Keyla memejamkan mata ketika sebuah pergerakan membuat jantungnya semakin berdetak kencang.Jangan salah tafsir. Jantung itu berdetak bukan karena degup kegembiraan, apalagi oleh perasaan meledak-ledak sebab dapat menghabiskan malam dengan orang terkasih. Big to the no ya Bestie!Alih-alih merasa bahagia, Keyla justru dendam kesumat. Ia memendam kekesalan karena Fathan nyatanya tak bisa diandalkan. Sudahlah! Berharap pada janji manusia memang tak ada gunanya. Salahnya sendiri. Sudah tahu Fathan sering ingkar dengan melewati batas perjanjian, kok ya bisa-bisanya ia selalu terjatuh di
Pulang dari restoran membawa bungkusan makanan?Tet-tot!Lantas apa yang Keyla bawa? Jawabannya adalah helaian rambut milik Hans yang dirinya rontokkan saat memberikan pelajaran.Sengaja Keyla mengumpulkannya. Ketika ia tiba di rumah, Keyla pun langsung membuka sesi ghibah, lengkap dengan serangkaian barang bukti berupa penampakan acak-acakkan si Impostor dan rambutnya.“Gila, Mbak. Ternyata selama ini kita ditipu.”Diseberang sana, Hardi tertawa. Alih-alih ikut emosi karena dikhianati Hans, perempuan itu justru terhibur melihat reaksi yang Keyla pertontonkan di layar ponselnya.“Bisa-bisanya kita ngegibahin anak-anak jalur ordal, didepan ketua Impostornya langsung, Mbak. Mana dia hebat banget lagi ngibulnya, pake sok-sokan ikut ngehujat kinerja abal-abal mereka.”[Tapi Hans kan kerjanya bener, Key]“Bener dari mananya, Mbak? Gara-gara dia kan kita sering kena omel si Botak.”Hardi lagi-lagi menyemburkan tawa. Bukan kasung yang disengaja aslinya. Keyla saja yang sial karena kepala HR s