Keyla melepaskan tali shoulder bag dari tangannya, lalu.. Brak!! Melemparkan tas itu hingga berakhir mendarat ke atas meja kerjanya.
Tindakannya yang serampangan pun membuat teman-teman satu divisinya menggelengkan kepala.
Mereka ingin heran tapi ini Keyla— gadis yang terkenal mempunyai watak senggol bacok, tak terkecuali dengan atasannya sendiri.
“Buset dah Key, dateng-Dateng main cosplay jadi atlet lempar lembing aja lo. Matahari baru muncul nih, jangan ngereog dulu.” Cemooh Hans, teman ghibah sekaligus partner merusuh Keyla selama bekerja.
Eits, meskipun doyan berghibah, Hans ini merupakan laki-laki tulen. Tubuh kekar hasil nge-gym-nya bukan kamuflase belaka. Dibalik mulutnya yang nyinyir, Hans tetap lurus, tidak berbelok apalagi menjadi penyuka terong berkulit. Orientasinya masih selurus tol tanpa tikungan tajam pokoknya.
“Tunggu Pak Boss ngeselin aja, baru dah, sono luapin emosi lo.” Imbuh Hans, meminta Keyla menyalurkan emosinya ke tempat yang tepat, setepat pada bos mereka yang sukanya membuat tekanan darah melambung tinggi.
“Bicit, Anying!! Udah dari semalem nih, nggak bisa dipending lagi emosi gue!” sembur Keyla diiringi curhat colongannya.
Tawa pun mengudara dengan bebasnya. “Santai dong Neng ceritanya. Jangan narik urat gitu. Anak perawan kok ngamuk-ngamuk bae sih kerjaannya. Ntar makin susah dapet jodoh loh.” tutur senior Keyla, Mbak Hardi.
Selain Hans, sebagai karyawan yang terbilang supel menuju tidak tahu diri, Keyla juga dekat dengan beberapa karyawan lama, salah satunya Mbak Hardi yang telah mengabdi 10 tahun lamanya di perusahaan.
Perempuan itu merupakan senior lama yang terbilang sangatlah ramah, meski itu kepada karyawan training sekali pun. Kalau menurut Keyla sih Mbak Hardi pantas mendapatkan bintang lima untuk keramahannya.
“Yee. Mbak nggak tau aja. Aku yang begini aja kepalanya mau pecah gara-gara diuber suami orang!! Gimana kalau aku jadi orang lempeng coba?! Wasalam udah! Selamat tinggal dunia, Keyla mau pindah ke surga!” Oceh Keyla sembari berdada-ria, seolah tengah berpamitan pada makhluk-makhluk bumi.
Tak percaya dengan kata-kata yang dianggapnya hanya bualan belaka, Hans pun melayangkan toyoran ke kepala Keyla. “Belajar halu dari mana sih lo Key? Ning Isya?” cibir Hans dengan kepala menggeleng berkali-kali.
“Kurang-kurangin deh scroll TokTok-nya. Miris gue kalau lo jadi tambah sableng. Dunia pertoktokan lagi nggak baik-baik aja soalnya.” timpal pria itu, memberikan saran untuk teman seperjuangannya.
Keyla yang tidak terima tentu saja ngegas, “Kampretos lo, Hans!! Gue nggak halu ya!! Real ini, bukan hoax! Semalem gue abis dilamar sama tetangga gue yang bininya ertong itu! Gue mau dijadiin bini ke-2 laki orang tau nggak!”
“Apaaa??!!”
Keyla dan kedua temannya tersentak. Pada ambang pintu kepala divisi, pria paruh baya yang tak mempunyai banyak rambut dikepalanya, tampak terkejut jika dilihat dari mimik wajahnya.
“Siapa yang mau nikung kamu dari Daddy, Keyla?! Berani banget dia nyerobot antrian.”
“Ya salam!” desah Keyla dramatis lengkap dengan telapak tangan menepuk mandiri keningnya. “Pak, jangan mulai deh! Bini udah tiga nggak usah ganjen. Saya lempar PC, tumbuh rambut loh ntar.”
Orang-orang divisi human resource pun mencoba menahan tawa mereka. Keyla memang belum memiliki tandingan jika menyangkut keberanian. Mentalnya sangat kuat. Kepala divisi saja dibully, apalagi anak baru yang bersikap songong padanya. Tidak meminta resign saja sudah suatu keajaiban.
“Tambah pitak yang ada, Key! Kamu ini! Kerja, Kerja! Ayo pada siapin alat buat tes calon karyawan yang sudah saya ACC datanya.”
“Saya, Pak?” tanya Keyla, mengarahkan jari telunjuk pada dirinya sendiri.
“Kamu bagian wawancara aja sama Hardi. Cari yang nggak lembek ya, Key. Kita butuh karyawan yang tahan banting soalnya mau ada orang baru di manajemen atas.”
“Laaaah.. Kapan buka lowongannya, Pak? Kok saya nggak tau?”
“Emang kamu mau daftar?”
Keyla mengiyakan dengan nada naik satu oktaf. “Bosen saja kerja jadi staff ecek-ecek mulu!” Keyla lalu menyalahkan atasannya yang sebagai orang dalam tidak mau membagikan info penting padanya.
“Makanya jadi istri muda saya, Key. Kalau ada info begini, pasti saya bagi.”
“Wah!! Minta disambit PC semonitor-monitornya nih!!”
“Sadis kamu, Key.” Cicit sang atasan, menatap ngeri Keyla.
“Ya makanya jangan rusuh, Pak. Nggak kasihan apa ke bini kalau nambah lagi. Pusing kali Pak mereka, jatahnya kebagi-bagi mulu.”
“Waduh. Saya strong loh, Key.” Lontar Kepala HRD, menunjukkan bisep lengannya. Memamerkan otot-otot setipis tisunya demi untuk mendapatkan pengakuan Keyla.
“Jatah duit, Pak!! Duit!” Keyla kemudian menyeplos kalau di dunia ini, uang menjadi tahta tertinggi dibandingkan kebutuhan lain.
“..”
“Belom aja Bapak disantetin berjamaah sama tiga bini Bapak.”
Hans dengan sigap menarik lengan Keyla. Gawat-Gawat! Garangan Wati seperti Keyla harus segera diamankan. Jangan sampai moodnya yang buruk memporak-porandakan seluruh anak di divisi mereka.
“Wah, Pak. Cacing-Cacing diperut nih anak kayaknya belom sarapan, Pak. Saya angkut ke kantin dulu ya, Pak.” Ucap Hans kemudian menyeret paksa tubuh Keyla.
“Keyangin perutnya, Hans! Nanti saya ganti uangnya!” teriak Pak Kepala Divisi.
*
“Haaaaah!”
Keyla mengangkat tinggi-tinggi tangannya, bermaksud melakukan peregangan untuk mengurangi pegal yang punggung dan pinggangnya rasakan.
“Gimana, Key? Udah nyampe mana bikin laporannya?”
“Bogor, Mbak.”
Pletak!
Keyla mengaduh. Ia menggosok bagian kiri kepalanya yang baru saja mendapatkan sentilan.
“Udah kok Mbak, udah. Tapi ya gitu.”
“Gitu gimana, Key?” tanya Mbak Hardi lagi.
Keyla menyilangkan kedua lengannya. “Zonk! Abis nyusun laporannya aku langsung jadi lemes, Mbak.” Jelas Keyla lalu mempertanyakan bagian Mbak Hardi yang juga mendapatkan tugas serupa dengannya.
“Duh, kok sama, Key.”
“Hah?! Serius nggak, Mbak? Masa di Mbak juga nggak ada yang menuhin permintaan si atasan baru sih?!”
Mbak Hardi menutup matanya sebagai jawaban.
Masing-masing dari mereka memegang 2 kandidat. Selain melakukan assesment, keduanya dituntut untuk mengorek kelemahan dan keahlian unggulan dari setiap kandidat yang lolos babak pertama perekrutan. Namun hasilnya ternyata nol besar. Tidak satu pun diantara keempatnya yang mampu menyentuh kriteria pesanan si calon atasan.
“Anyinglah! ini mau ASPRI apa belahan jiwa sih, segala pake diminta free relationship selama kontrak! Mana wajib single sama bisa ngurus bocil lagi!”
Belum pernah Keyla mendapati request setidak berotak ini. Kepala Divisinya yang menyebalkan saja tahu mana ranah profesional dan tidak.
“Jangan-jangan Kepala kantor kita yang baru duda lagi, Mbak?”
Mbak Hardi mengedikkan bahunya. Ia juga belum mengantongi pasti identitas atasan baru mereka. Namun dari yang ia dengar, pria itu bergabung atas rekomendasi kantor pusat.
“Ck! Mau duda, mau perjaka kek, bodo amat!! Mbok ya kalau ngasih persyaratan kerja tuh yang masuk akal gitu loh!”
Keyla menggebrak papan keyboard di mejanya, lalu melanjutkan unek-uneknya. “Logika aja udah! Orang mana yang mau kerja multiple job gini?! Gaji gede kalau bikin pendek nyawa aku juga ogah!”
“Indo emang susah, Key. Orang berduit kan rata-rata pada unik karakternya.” balas Mbak Hardi yang tak sekali-dua kali mendapatkan pesanan karyawan dengan syarat memusingkan.
“Ini mah bukan unik human again, Mbak. NYUSAHIN!” gas Keyla, berapi-api.
Perbincangan keduanya mendadak terinterupsi oleh teriakan Hans yang memanggil-manggil nama Keyla. Pria itu tampak terengah ketika sampai dihadapan keduanya.
“Code Blue, Key. Dibawah! Dibawah ada laki ngaku-ngaku jadi calon suami lo!!”
Awalnya Keyla tak percaya. Ia menganggap Hans hanya bercanda dan sekedar menjahilinya.
“Suwer, Keyla! Orangnya dateng bareng Komut.”
Baik Keyla dan Mbak Hardi, keduanya memasang tampang tak mengerti sampai Hans menjelaskan singkatan kata yang dirinya buat-buat seorang diri. “Komisaris Utama, Keyla. Masa begitu aja nggak ngerti lo!!”
Keyla pun terperangah. Perasaan ia tidak mempunyai kenalan yang mengenal petinggi perusahaan.
Kecuali..
“Bajigur!!” Pekiknya dengan tubuh yang reflek bangkit dari kursi kerjanya.
“Keyla.” Kepala Divisi pun muncul. “Kamu ikut saya ya. Ada panggilan dari atas.” Ucapnya, menginformasikan jika pihak atas menginstruksikan untuk Keyla agar segera menghadap.
“Pak, saya mules. Ah!! Saya keguguran, Pak!! Bayi-Bayi seblak saya mau brojol!!” Merepet Keyla lalu berlari kabur supaya tidak bertemu dengan manusia yang bertingkah layaknya hantu peneror dalam hidupnya.
“Key, Keylaaaa!! Saya harus bilang apa ke atasan, Key!!”
Keyla mengulum bergantian bibir atas dan bawahnya. Ia terbaring gelisah dengan jari-jari bertaut di dalam selimut yang membungkus tubuhnya. Sampai detik ini, ibu dua anak itu tak kunjung dapat menyusul kedua anak tirinya yang beberapa jam lalu sukses memasuki gerbang mimpi mereka dan semua terjadi berkat bergabungnya satu makhluk durjana yang Keyla yakini tengah berbahagia di atas penderitaan malamnya. Keyla memejamkan mata ketika sebuah pergerakan membuat jantungnya semakin berdetak kencang.Jangan salah tafsir. Jantung itu berdetak bukan karena degup kegembiraan, apalagi oleh perasaan meledak-ledak sebab dapat menghabiskan malam dengan orang terkasih. Big to the no ya Bestie!Alih-alih merasa bahagia, Keyla justru dendam kesumat. Ia memendam kekesalan karena Fathan nyatanya tak bisa diandalkan. Sudahlah! Berharap pada janji manusia memang tak ada gunanya. Salahnya sendiri. Sudah tahu Fathan sering ingkar dengan melewati batas perjanjian, kok ya bisa-bisanya ia selalu terjatuh di
Pulang dari restoran membawa bungkusan makanan?Tet-tot!Lantas apa yang Keyla bawa? Jawabannya adalah helaian rambut milik Hans yang dirinya rontokkan saat memberikan pelajaran.Sengaja Keyla mengumpulkannya. Ketika ia tiba di rumah, Keyla pun langsung membuka sesi ghibah, lengkap dengan serangkaian barang bukti berupa penampakan acak-acakkan si Impostor dan rambutnya.“Gila, Mbak. Ternyata selama ini kita ditipu.”Diseberang sana, Hardi tertawa. Alih-alih ikut emosi karena dikhianati Hans, perempuan itu justru terhibur melihat reaksi yang Keyla pertontonkan di layar ponselnya.“Bisa-bisanya kita ngegibahin anak-anak jalur ordal, didepan ketua Impostornya langsung, Mbak. Mana dia hebat banget lagi ngibulnya, pake sok-sokan ikut ngehujat kinerja abal-abal mereka.”[Tapi Hans kan kerjanya bener, Key]“Bener dari mananya, Mbak? Gara-gara dia kan kita sering kena omel si Botak.”Hardi lagi-lagi menyemburkan tawa. Bukan kasung yang disengaja aslinya. Keyla saja yang sial karena kepala HR s
“Oh, gini toh rasanya nepotisme? Sedep bener ya. Tahu langsung dapet room VVIP, lo keluarnya lebih cepet dong.”Pantas negara Wahkanda ini pejabatnya terlenakan oleh KKN. Orang baru nepotismenya saja, kesulitan hidup seketika menjadi begitu mudah berkat bantuan si donatur gelap.Kacau! Tak heran rakyat sampai lebih percaya dengan pihak keamanan Bank Central. Dibayar UMR-pun, para satpam itu tetap melayani sepenuh hati tanpa menerima amplop selipan di dalam kantong saku seragam kerjanya.“Pasti kalau pejabat yang kesini, nggak bakalan lo suruh nunggu kayak kita-kita kan?”Hans tersedak.Kampret sekali memang Keyla.Mulutnya itu loh, seperti tidak pernah makan bangku sekolahan. Tahu sih kalau sebuah kursi tidak bisa dimakan. Minimal sewaktu berangkat, otaknya ikut lah. Jangan ditinggal di rumah.Hans mendelik. Sahabat yang dulunya berada di dalam satu ruang kerja dengan Keyla itu mengucapkan terima kasih kala Dion mengulurkan selembar tisu ke arahnya. Ia lalu mengembalikkan atensinya pad
“Why?”“Gila ya, Mas. Mas mau jadi bahan gosip Kang Sate sama warga komplek?” Keyla menyipitkan matanya, memandang tajam Fathan yang bisa-bisanya masih bertanya kenapa ia tidak menyetujui usulan pria itu.“Astaga, Key. Siapa yang mau gosipin kita, heum? yang artis kan udah ke Amerika.”“Nggak, nggak! yang lain aja.” Keukeuh, Keyla.Ia malas kalau harus menjadi topik perbincangan orang. Apalagi kalau sampai bertemu dengan si kembar yang salah satunya tukang nyinyir. Jiwa dan raganya terlalu lemah sekarang. Ia saja masih belum bisa menerima kenyataan kalau dirinya terusir dari rumah ayahnya.“Ya udah. Kamu maunya apa?” “Mau balik ke rumah Ayah, huwaaaa.” Alamak! Ternyata drama si anak terusir masih berlanjut. “Minta makan ke rumah Ayah nih jadinya?” “Nah, iya! Ayo-ayo. Masakan Bunda jauh lebih enak daripada beli.” Sayangnya ketika Keyla hendak membuka gerbang rumahnya, gerbang itu terkunci dengan gembok besar yang belum pernah Keyla lihat sebelumnya.“A-AYAAAAAAH!!!”“Dad..” Dion me
“Bye-bye rumah. Mianhae..” Keyla meletakkan ujung tisu pada sudut mata kanannya. Wanita itu berkata tidak sanggup, lalu terisak setelah melirihkan kata ‘no,’ sembari mengulurkan tangan untuk menggenggam rumahnya.Keyla kalah berperang melawan sang ayah. Usai tak dapat mempertahankan kedudukannya, kini Keyla pun harus meninggalkan rumah yang dalam proses pembuatannya, Keyla kalah dalam peperangan. Usai tak dapat mempertahankan posisinya, kini ia harus berpisah dari rumah yang dalam proses pembangunannya, tak menguras satu angka di rekeningnya.Ya, Pemirsa yang Budiman. Keyla tidak menyumbang apapun, baik itu batu bata begitu pula dengan pasir dan tumpukan semen pengikat bangunan. Ia hanya bermodalkan udara yang keluar masuk dari paru-parunya, kemudian bisa tinggal sampai beberapa detik lalu, tepatnya sebelum dirinya benar-benar terusir.“Hiks, rumahku. Jangan lupain aku ya.”Ayah Keyla berdecak menyaksikan betapa berlebihannya tingkah putrinya. Ngidam apa dulu istrinya sampai anak tung
Sudah jatuh, tertimpa menara Eiffel pula, begitulah perumpamaan yang saat ini menggambarkan kondisi Keyla. Mengapa tidak— Dikarenakan guyonan papi mertuanya, baby sepolos Nakula justru menginginkan adik. Tak tanggung-tanggung, langsung lima sekaligus seolah dirinya ini seekor kucing yang dapat melahirkan dalam jumlah banyak.“Hahaha, maaf ya Key. Papi tadi cuman asal ngucap loh. Nggak maksud buat ngomporin. Sumpah.”Hah! Mau marah pun percuma. Waktu tidak bisa diputar kembali dan Nakula sudah terlanjur excited menantikan adik-adiknya. Padahal perihal adik sudah sempat ia amankan ketika mereka berada di Bandung. Siapa sangka tema itu diangkat lagi ke permukaan.“Ehem.. Kalau dipikir-pikir, Ayah sama Bunda juga nggak masalah kalau punya cucu cepet. Daripada makin tua. Nanti malah nggak kuat gendongnya.”Jedduar!Soundtrack sinema azab tiba-tiba saja terdengar di indera pendengaran Keyla. Apa ini? Kenapa ayahnya justru ikut-ikutan begini? “Kamu nggak masalah kan Than kalau nambah tanggu