Home / Romansa / Ketika Luka Menyapa / 1. Sesulit Inikah Untuk Ikhlas?

Share

1. Sesulit Inikah Untuk Ikhlas?

last update Last Updated: 2021-08-13 19:39:52

Satu jam berikutnya, Arumi sudah sadar dari pingsannya. Perlahan ia membuka mata dan menatap sekeliling, secara perlahan kesadarannya terkumpul penuh. Kejadian-kejadian sebelum ia pingsan mulai muncul di pikirannya hingga tanpa sadar air matanya kembali mengalir. Sungguh hatinya teramat sakit menyaksikan suaminya mengikrarkan janji suci untuk yang kedua kalinya. Hatinya begitu perih, jiwanya begitu terguncang mendapati kenyataan yang begitu menyakitkan ini.

Disini, di dalam kamar ini, ia hanya hanya seorang diri, tak ada satupun orang yang menemaninya. Lagi dan lagi hal ini membuat air matanya mengalir semakin deras. Ia tersenyum miris.

'Ah,kenapa ini begitu menyakitkan? Tuhan, kuatkah aku menjalani hari-hariku berikutnya!'

Pikirannya kembali melayang pada saat dulu ia pingsan dalam jangka waktu yang lama gara-gara kepergian mamanya di saat usia pernikahannya yang ke empat. Saat itu ketika tersadar ia mendapati Afif berada di sisinya sedang ketiduran sambil menggenggam tangannya. Merasakan ada pergerakan Afif terbangun dan sinar khawatir bercampur bahagia terpancar jelas di wajahnya.

"Sayang, kamu sudah sadar? Apa ada yang sakit? Mau makan atau mau minum? Mas ambilin ya?"

Arumi tersenyum mendapatkan suaminya begitu khawatir kepadanya, kemudian ia berkata "Nggak mas, aku gak mau apa-apa dan nggak apa-apa."

"Ehm, berapa lama aku pingsan, Mas?"

Afif kemudian melihat kearah jam tangannya, dan menghitung berapa lama istrinya itu pingsan.

"Sekitar tiga jam-an."

"Terus mas belum mandi? Ini kayaknya udah sore deh,"

"Nggak sayang, mas mau disini terus nemeni kamu, mas takut kamu kenapa-napa. Mas khawatir banget sama kamu, sayang." Kata Afif kala itu seraya mengelus kepala Arumi dan mencium keningnya.

Alangkah begitu bahagianya dan bersyukur Arumi mendapatkan seorang suami yang sangat mencintai dan menyayanginya. Tapi sekarang.... Ah Arumi menggelengkan kepalanya, ia tersadar dari lamunannya. Ia harus ikhlas jika cinta dan kasih sayang suaminya sudah tidak lagi utuh untuknya.

Ia merasakan tenggorokannya kering, kemudian ia bangun dan hendak meraih segelas air di atas nakas, selesai minum Arumi meletakkan kembali gelas yang sudah kosong itu di atas nakas. Saat ia mendudukkan dirinya di pinggir tempat tidur, pintu kamarnya terbuka dan suaminya muncul seorang diri dari balik pintu. Tak lupa Afif menutup pintu itu rapat-rapat.

"Eh, dek. kamu sudah sadar?" kata Afif sambil duduk di samping Arumi.

Hanya anggukan yang Arumi berikan sebagai jawaban dari pertanyaan suaminya. Bahkan ia tak melihat kearah Afif sedikitpun. Hatinya masih terlalu sakit dengan perlakuan suaminya.

Afif kemudian menaikkan satu kakinya keatas kasur hingga ia kini menghadap Arumi dan Afif juga membalikkan badan Arumi agar menghadap kearahnya juga. Arumi memalingkan wajahnya seiring dengan air mata

"Sayang, coba lihat mas!" kata Afif sambil membingkai wajah Arumi. Arumi menghadap ke Afif tapi tidak dengan matanya.

Dengan lembut Afif menghapus air mata Arumi dan mencium kedua mata milik Arumi. Hal itu bukan membuat Arumi berhenti menangis melainkan isakan-isakan kecil semakin jelas terdengar di telinga Afif, isakan itu terdengar begitu pilu menyayat hati.

"Maaf, mas tadi gak ada saat kamu sadar. Mas tadi masih istirahat agar nanti malam...." Afif menghentikan penjelasannya menyadari itu akan semakin membuat Arumi terluka, ia merutuki mulutnya yang tak bisa dikendalikan itu.

"Maafkan, mas, sayang. Maaf, maaf."

"..."

"Maaf sudah membuat kamu terluka."

Arumi menggelengkan kepalanya tanpa berniat untuk membuka suaranya. Entah pertanda apa itu gelengan, menolak maaf dari Afif atau untuk yang lain? hanya Arumi lah yang tahu betapa sakit dan hancur hatinya saat ini.

"Dek, mas janji mas akan berbuat adil kepada kamu dan Dinda, mas tak akan menelantarkan kamu, mas  akan selalu ada saat kamu butuh," penjelasan Afif semakin membuat Arumi terluka. Baru beberapa jam ia berpoligami, di saat Arumi pingsan justru Afif tak ada di sisinya dan dengan santainya suaminya itu mengatakan kalau dia sedang istirahat. Apakah itu yang dikatakan bahwa Afif akan selalu ada untuk dirinya?

"Dek, bicaralah, jangan diam seperti ini, mas mohon bicaralah. Maafkan mas, dek."

"Apa yang harus aku katakan mas?"

"Terserah, sayang. Bicaralah! Keluarkan semua yang ada di hatimu, ungkapkan semua rasa sakitmu kepadaku, kalau perlu pukullah aku jika itu bisa membuatmu tenang!"

Kalau aku mengatakan segala yang berkecamuk di dalam hati ini, apakah semua akan kembali seperti sedia kala? Apakah aku akan kembali menjadi wanitamu satu-satunya? Apakah cinta dan kasih sayangmu itu akan kembali sepenuhnya milikku? Dan apakah kita akan kembali hidup hanya berdua dan seperti nasehatmu dulu bahwa aku harus bersabar menantikan buah hati kita? Apakah akan seperti itu jika aku mengutarakan semua isi hatiku? Jika memang akan kembali seperti sedia kala, maka dengan senang hati akan aku utarakan semua isi hatiku," Semakin jatuh berderai air matanya mengucapkan semua itu. Afif bungkam mendapatkan semua pertanyaan itu, sungguh ia menyadari betapa terlukanya istrinya saat ini.

Kemudian Arumi kembali melanjutkan perkataannya dengan lirih "Tapi itu semua mustahil akan kembali, keadaannya sekarang sudah berbeda, aku bukan lagi satu-satunya prioritasmu, cinta dan kasih sanyangmu tak lagi utuh untukku, dan mungkin kamu akan lebih sering bersamanya demi memenuhi keinginanmu untuk segera mempunyai buah hati. Aku berusaha ikhlas, mas. Tapi, ini begitu sulit untukku, mas." tubuh Arumi semakin terguncang karena menangis.

Afif memeluk tubuh istrinya itu dengan begitu erat, ia ikut meneteskan air matanya, sungguh ia merasa sebagai lelaki terjahat yang telah menciptakan luka sedemikian rupa di hati istrinya. Hanya berulang kali kata maaf yang Afif lontarkan, ia tak bisa menampik semua perkataan istrinya.

"Mas, kenapa sesakit ini, mas? kenapa, kenapa mas?" lirih Arumi

"Dek, maafkan, mas, sayang. Maafkan suamimu yang begitu jahat ini. Maafkan mas yang tak bisa selalu menjaga kebahagiaanmu. Dan maaf, mas tak bisa meninggalkan Dinda. Dek, satu pinta, mas. Belajarlah mengikhlaskan takdir ini, mas harap suatu saat kita akan hidup bahagia bertiga." mereka tetap larut dalam pelukan yang begitu menghangatkan sekaligus menyakitkan bagi Arumi.  Ia menyadari tak hanya dirinya yang akan mendapatkan pelukan hangat dari saminya itu, ada Dinda yang juga akan mendapatkan perlakuan serupa dari Afif.

"Mas, aku mau pulang!" seru Arumi kepada suaminya.

"Biar mas antar ya?"

"Nggak usah, mas! sebentar lagi kamu akan mengadakan resepsi, kamu siap-siap gih sana, aku bisa pulang sendiri!"

"Dek, tak bisakah kau tetap disini sampai acara selesai?"

"Mas, kamu sadar dengan pertanyaanmu itu? Apakah aku harus tetap disini menyaksikanmu duduk berdua menebar kebahagiaan di pelaminan bersama adik maduku? Kau mau membuat luka  ini semakin menggerogoti hatiku?"

Afif terkesiap mendapat pertanyaan yang lagi lagi membuat hatinya tertohok.

"Dek, bukan itu mak..."

"Sudahlah, mas.! Aku mau pulang, selamat atas pernikahanmu dan selamat malam pertama semoga kamu segera di karunia anak bersama Dinda. Nikmatilah kebahagiaanmu.... diatas lukaku."

Arumi segera berlalu dari hadapan Afif, ia segera keluar dari rumah itu dengan berurai air mata. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, ia tak mau mati mengenaskan akibat sakit hati karena dipoligami. Otak warasnya masih berfungsi agar ia tak melakukan hal yang aneh-aneh. Setibanya di rumah, ia segera masuk ke kamar yang menyimpan sejuta kisah bersam Afif, tubuhnya luruh kelantai dengan tangisan seakan hendak menjerit tapi di tahannya.

'Oh, Tuhan sesulit inikah untuk ikhlas?"

*****

🙏🙏🙏🙏

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Luka Menyapa   12. Selesai

    "Kamu mencintaiku?"DegKedua mata Hilmi membola mendengar pertanyaan Arfan yang to the point. Jantungnya berdentam dentam dengan tubuh yang menegang."Apa maksudmu menanyakan itu, Mas?"Arfan merutuki dirinya yang bicara tanpa basa-basi hingga membuat ia salah tingkah sendiri. Ia menggaruk pelipisnya yang tak gatal lalu tersenyum canggung pada Hilmi."Ehm, anu, itu, maksudku gini, mengingat apa yang sudah pernah terjadi diantara kita, tentang semua yang pernah kita lewati, tentu hal itu tak mungkin terlewati begitu saja. Pasti ada sebuah rasa yang tertanam dan ada sebuah kisah yang terkenang. Apakah selama pernikahan kita ini kamu mulai ada rasa padaku?""Untuk apa mas menanyakan itu padaku?"Hilmi tak mengerti kenapa Arfan membahas masalah perasaan terhada

  • Ketika Luka Menyapa   11. Memperjuangkan Kesetiaan

    Arfan terpaku dengan kepala yang dipenuhi pikiran akan segala hal. Penjelasan Fika entah kenapa membuat hatinya merasa tidak tenang. Harusnya dia senang karena Fika mau adopsi anak dari panti, dan dirinya akan terbebas dari Hilmi. Namun, kenapa justru ada rasa tak rela jika harus berpisah dari Hilmi?"Kamu beneran mau adopsi anak dari panti?""Beneran, Mas. Dari pada milih wanita lagi untuk jadi istrimu, lebih baik milih anak saja buat di adopsi. Aku kapok ngerasain cemburu dan sakit hati!""Kenapa nggak dari dulu kamu setuju, sayang? Jika setuju dari dulu, pasti kita sudah menemani anak kita belajar berjalan.""Aku kira mudah membawa wanita lain ke rumah ini dan jadi istri keduamu sampai dia memberikan kita anak, tapi nyatanya nggak mudah, bahkan sangat sulit. Setiap saat aku dilanda cemburu akibat ulahku sendiri dan aku gak mau merasakan itu lagi,"Mungkin hati Arfan sudah terb

  • Ketika Luka Menyapa   10. NEGATIF

    "Ini sudah tespack ke tujuh dan hasilnya tetap sama, garis satu!" "Kapan aku punya cucunya, kalau kamu belum hamil juga! Padahal udah dua bulan lebih!" "Apa kalian hanya mengelabui mama tidur satu kamar, tapi tak melakukan itu?" "Atau jangan-jangan kamu mengonsumsi pil KB agar kamu nggak cepat hamil?" Serentet omelan mama Agni membuat suasana pagi ini menjadi suram. Ia tak hentinya mengomel karena Hilmi belum juga hamil padahal sudah dua bulan sejak Hilmi tinggal disini. Sangat besar harapannya setiap kali benda pipih panjang itu ia pegang, tapi harapan itu selalu patah karena hasil yang di tampilkan setelah selesai digunakan itu menunjukkan satu garis saja. Setiap sepekan sekali mama Agni akan melakukan tes kehamilan pada Hilmi, dan tentu mama Agni tak akan hanya diam menunggu di luar kamar mandi, mama Agni akan ikut ke dalam dan bahkan mama Agni sendiri yang memegang benda panjang pipih itu untuk dicelupkan pada urine yang sudah tertampung dalam wadah. Hal itulah yang membuat Hi

  • Ketika Luka Menyapa   9. Menunggu kepulangan Arfan

    Arfan kini sudah siap-siap untuk pulang. Ia menyimpan kembali berkas-berkas yang berserakan ke rak di belakang meja kerjanya. Niatnya Arfan akan langsung menuju rumah sakit untuk menjemput Hilmi sekalian menjenguk adik iparnya.Baru separuh perjalanan, Fika menelpon dan meminta Arfan untuk datang guna menemaninya ke acara pernikahan teman satu profesinya. Akhirnya Arfan memutar haluan menuju kediamannya bersama istri pertamanya."Mas, akhirnya kamu datang. Baru kemaren di tinggal rasanya aku sudah kangen banget," ujar Fika yang memang sudah menunggu Arfan di teras sambil memeluk Arfan dengan erat.Arfan mengecup pucuk kepala Fika dan merangkulnya membawa ke dalam rumah,"Mas juga kangen banget sama kamu. Kamu baik-baik saja 'kan? Kerjaan kamu lancar?""Aku baik, Mas. Pekerjaanku juga lancar. Bahkan tadi managerku bilang ada yang menawarkan kontrak kerja sama untuk peluncuran produk barunya, dan aku jadi modelnya, t

  • Ketika Luka Menyapa   8. Pengusiran

    "Apa benar kamu menikah dengan seorang pria yang sudah beristri?""Benar kamu jadi orang ketiga demi uang?""Jadi kamu nggak pulang beberapa bulan ini karena kamu sudah hidup enak di atas penderitaan wanita lain?""Kamu membohongi kami dengan mengatakan kerja jadi pembantu, nyatanya kamu jadi duri dalam rumah tangga orang lain!""Ayo jawab! Benarkah kamu jadi pelakor, Mi?"Pertanyaan-pertanyaan itu menghentikan aktifitas Hilmi yang hendak membuka kunci pintu rumah peninggalan orang tuanya yang sudah beberapa bulan ini ia tinggalkan. Dadanya berdentam dengan keras, serta tubuhnya yang gemetar merasakan takut dan syok yang luar biasa. Kenapa mereka menanyakan itu? Dari mana mereka tahu kalau Hilmi jadi istri kedua?"Duh, ibu-ibu, masih tanya lagi soal kebenarannya yang nyatanya sudah terp

  • Ketika Luka Menyapa   7. Terbangun Dari Tidur Panjang

    Hilmi terbangun dari tidurnya, ia ingin segera beranjak, tapi tubuhnya terasa begitu remuk redam. Wajahnya memerah ketika mengingat kejadian tadi malam, di saat baru pertama kalinya dirinya melakukan hubungan badan dengan Arfan. Sungguh Hilmi merasa sangat malu karena Arfan sudah melihat seluruh tubuhnya tanpa terlewat seinci pun."Sudah bangun?"Suara Arfan yang tiba-tiba membuat Hilmi terlonjak kaget, refleks tangannya menarik selimut menutupi tubuhnya yang polos hingga ke leher. Hilmi perlahan menoleh, dan mendapati Arfan yang masih menggunakan handuk sepinggul serta rambut yang masih meneteskan air menatap kearahnya."Ma-mas,""Kenapa merah gitu mukanya?" tanya Arfan menarik turunkan alisnya."Ng-nggak papa,""Apa kamu kepanasan? Kalau kepanasan buka selimutnya bukan malah makin mer

  • Ketika Luka Menyapa   6. Malam Yang ....

    "Mas, jangan lupa kabari kalau sudah sampai di rumah mama," pinta Fika saat dirinya mengantarkan Arfan sampai depan pintu."Iya sayang, kamu hati-hati di rumah ya,"Fika melambaikan tangannya saat mobil Arfan perlahan meninggalkan halaman rumah mereka. Sungguh hatinya sakit di kala harus mengantarkan suami sampai depan pintu untuk pergi ke tempat madunya. Hatinya sungguh tak rela melepas kepergian Arfan untuk menemui Hilmi. Namun, apa boleh buat, ini adalah konsekuensi dari apa yang sudah ia lakukan.Ingin rasanya Fika menyalahkan takdir yang membuatnya menjadi wanita yang tak sempurna. Wanita yang tak bisa melahirkan keturunan untuk suaminya. Namun, apa boleh buat, takdir tetaplah takdir yang tak bisa di ubah maupun di negosiasikan. Dirinya memang seorang wanita karier, dirinya memang seorang model, tapi Fika bukanlah wanita yang gila karier, yang tidak mau di atur dan tidak mau punya anak karena takut tubuhnya rusak. F

  • Ketika Luka Menyapa   5. Keputusan Fika

    "Jadi, gimana? Apakah kau sudah membuat keputusan?" tanya mama Agni menatap Fika yang sudah berhenti menangis.Arfan dan Hilmi sama-sama cemas menanti jawaban dari Fika. Namun, pikiran mereka berbeda. Arfan cemas akan nasib Hilmi selanjutnya jika Fika memintanya menceraikan Hilmi. Arfan pun memikirkan tentang perasaan Hilmi yang seperti di permainkan oleh mereka. Sedangkan Hilmi cemas memikirkan biaya pengobatan adiknya selanjutnya jika Fika memutuskan untuk menceraikan Hilmi dan Arfan. Sekalipun tadi ada rasa putus asa yang begitu dalam di hatinya, dan memilih untuk mengakhiri hidup, tapi Hilmi masih memiliki harapan yang begitu besar akan kesembuhan adiknya. Ia sangat ingin melihat adiknya sembuh dan kembali berjuang mengarungi kehidupan berdua sampai keduanya menemukan kebahagiaan mereka masing-masing."Aku, aku ingin punya anak, tapi bukan anak angkat." jawab Fika lirih."Maksud kamu?" tanya Arfan"Hilmi tetap akan hamil anakmu, Mas, tapi, tunggu aku siap. Aku belum siap lihat kal

  • Ketika Luka Menyapa   4. Pasrah

    "Aku bukan takut untuk marah, Mas. Aku bukan takut untuk melawan kalian. Aku bukan wanita yang akan begitu bersabar ketika tersakiti. Aku bukan wanita yang akan pasrah begitu saja saat di buat terluka. Aku nggak sekuat itu, Mas, tapi, jika aku melawan, jika aku komplain, apakah adikku akan tetap baik-baik saja? Apakah adikku akan tetap dibiayai setelah aku melawan kalian? Apakah adikku akan tetap menjalani pengobatan jika aku membuat kalian marah? Itu yang aku takutkan, Mas. Aku diam saja demi adikku. Hanya dia satu-satunya yang aku punya, Mas. Aku akan lakukan apa saja demi adikku.""Aku tak peduli rasa sakit yang ku dapat dari kalian, asalkan adikku tetap terjamin pengobatannya. Aku nggak apa-apa, Mas. Tak usah merasa bersalah kepada wanita hina ini, wanita yang rela menjual dirinya demi uang, sungguh, aku tak apa. Adikku mendapatkan perawatan yang layak saja aku sudah bersyukur, Mas. Aku tak berharap lebih dari sekedar kesemb

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status