"Ver... Lo kemaren pergi kemana?!" tanya Justine sembari memainkan ponselnya. Selain menjadi mahasiswa abadi, Justine juga calon ayah yang harus memantau kondisi terkini malaikat kecilnya. Ia tak bisa jauh-jauh dari benda pipih itu. Meleng sedikit saja istrinya yang cantik jelita pasti akan berselfie-ria, membuat seluruh kaum adam mengirimkan direct message pada akun sosial sang istri."Sibuk gue, Just! Banyak acara.." sahut Vero. Mata Vero berbinar. Justine yakin sebentar lagi pasti akan ada kekacauan yang sahabatnya itu buat."Cantik..."Nah, kan!!"Cewek!! Yuhuuu! Godain Abang dong!" goda Vero sembari memberikan cengiran kuda andalannya hingga membuat Justine menggelengkan kepala. Memang selalu ada saja kelakuan Pangeran Husodo satu itu. Sehari tidak mengganggu Stefany mungkin anak itu akan sembelit dengan perut melilit-lilit. Justine saja heran."Cewek, uhuiii. Swiuuuiiittt." Kali ini Vero bahkan sampai bersiul. Andai anak itu tahu jika apa yang ia lakukan masuk ke dalam kategori
Hais!! Seandainya Stefany boleh membunuh Vero, mungkin Stefany akan melakukan itu dan mencoba melupakan kesalahan fatal yang ia lakukan bersama Vero seminggu lalu. Hanya saja waktu tak bisa ia putar kembali demi mengembalikan apa yang telah hilang. Jujur Stefany menyesal membiarkan Vero menikmatinya seperti harimau kelaparan. Ia terlalu terbawa suasana sampai ikut lupa daratan.Laki-laki bodoh, begitulah Stefany menjuluki Vero dan segala tingkah laku tak tahu malunya. Bagaimana bisa ada orang normal sengaja mengumbar aib. Sungguh Stefany tak habis pikir. Belum lagi alasan Vero yang sungguh tak masuk diakal.Bayangkan saja, Vero menyebarkan aib mereka karena takut ditinggalkan.Takut ditinggalkan?! Tolong dicatat satu kalimat dalam dua kata itu. Sungguh tak logis sekali. Alasan yang semakin membuat Stefany meyakini jika otak Vero benar-benar halus. Tak memiliki sedikitpun urat kasar alias bodoh!"Goblok banget sih lo!" kesal Stefany. Wanita itu bahkan sampai berteriak demi menumpahkan
Suasana di kediaman Raynald Husodo mendadak ramai. Seluruh anggotanya dipaksa pulang sebelum waktunya. Vallery yang sedang menghabiskan waktu bersama teman-temannya bahkan terpaksa membatalkan janjinya, begitu pula dengan seluruh acara keluarga Stefany. Mereka diberi kabar yang cukup membuat jantungan."Saya kecewa.. Tapi mau bagaimana lagi. Semua sudah terjadi. Saya harap kamu tidak akan meninggalkan putri saya. Menyakiti dia sama saja kamu meminta saya mengambil Stefany!"Hening sesaat.Vero tidak berani melayangkan protes apalagi balasan pada peringatan yang calon mertuanya berikan. Vero tiba-tiba merasakan panas dingin di sekujur tubuhnya. Nyalinya menciut ketika melihat tatapan maut yang Papah Stefany layangkan. Perasaan euforia yang sempat menguasai diri anak itu seketika lenyap, tergantikan dengan rasa takut kalau-kalau setelah sah nanti ia justru akan dibunuh, lalu dicincang menjadi potongan kecil untuk santapan para piranha peliharaan tetangganya.Hiii! Amit-amit! Masa baru s
Vero menghempaskan tubuh ke atas ranjang. Mata laki-laki itu terpejam, berputar pada hari dimana seharusnya ia dan Stefany dapat menghabiskan malam pertama mereka. Huft! Mengingat itu Vero jadi kesal sendiri. Malam pertama apa! Boro-boro malam pertama, baru mau buka baju istri saja, Stefany sudah ngibrit ke kamar mandi. Sekalinya keluar malah minta roti yang buat masa period.Ngeselin nggak sih?! Kenapa bulan itu datang disaat yang tidak tepat. Kan jadi merana Vero nggak dapet jatah malam pertama."Aaaa...." Vero berteriak membuat Stefany yang baru saja keluar dari kamar mandi berjengit- kaget."Ish! Bisa nggak sih jangan ngagetin gitu!” Amuk Stefany.Vero memalingkan wajah ke kanan, melihat tubuh Stefany yang hanya berbalutkan kimono saja. "Aaaa, Daddy Vero nggak like. Makin merana Daddy!” jerit anak itu mengadu pada sang Daddy yang tidak ada di kamarnya.Jeritan kepiluan Vero membuat Stefany berdecak. Ia terlalu hafal dengan jalan pikiran Vero. Pasti lelaki itu tengah berpikir mes
"Kenapa baru pulang sekarang? Kenapa harus sekarang?!"Tak kuat mendengar temu kangen antara Stefany dengan laki-laki yang tak ia ketahui, Vero memilih untuk meninggalkan mereka. Ia butuh waktu untuk menyembuhkan sakit yang sekarang ia rasakan. Katakan dia pengecut. Tapi hanya ini yang bisa ia lakukan saat mendengar suara lirih teramat menyakitkan milik wanita yang selama ini selalu memasang benteng pertahanan padanya. Baru kali ini Vero melihat Stefany serapuh itu."Ver, lo kenapa?" tanya Justine melihat air mata di mata Vero turun, meski laki-laki itu menghapusnya cepat."Lo bisa hubungin kelab punya mantan tunangannya bini lo nggak? Suruh buka, gue mau ke sana." Pinta Vero. Ia butuh sesuatu yang bisa membuat rasa nyeri di hatinya menghilang."Lo? Siang-siang gini?" heran Justine."Gue nggak mungkin minum di rumah. Mommy pasti.. Udah lah, bisa nggak?" paksa Vero. Kali ini dia butuh dan Vero berharap Justine bisa membantunya karena tidak ada lagi Axel sang Abang sepupu.Ah, Vero jadi
Satu bulan sudah Vero membiarkan Stefany. Anak Ray Husodo itu bahkan seakan tak melihat keberadaan sang istri meski mereka tidur di dalam kamar yang sama. Stefany seperti tak kasat mata di mata laki-laki itu."Vero nggak sarapan lagi?" tanya Mellia ketika Vero menuruni anak tangga rumah. Tadinya Mellia ingin memanggil Vero, tapi anak itu turun sendiri secara tak terduga. "Di kampus aja, Mom. Sama Justine..” jawab Vero tak berselera."Nggak bareng Stefany lagi? Dia lagi sarapan loh." "Dia bisa pake mobil sendiri. Punya kaki." Mellia menyerngit. Perilaku Vero sungguh diluar kebiasaan. Vero terlihat seperti tak menggilai Stefany lagi sejak Ray Husodo membawa anak itu yang pulang dengan keadaan setengah sadar. "Kalian lagi berantem?" selidik Mellia. Jika ia ingat-ingat kembali tingkah tak manusiawi putranya sudah berlangsung cukup lama.Vero menggeleng, ia berlalu cepat tak menghiraukan sang Mommy yang berteriak mengatai ia tak memiliki sopan santun. Biar saja. Vero sedang dalam mood y
"Huwaaa! Oh, No!" Jeritan Vero membuat dua manusia yang tengah bersitegang mengalihkan perhatian mereka. Keduanya menatap Vero dengan pandangan berbeda. Jika Stefany ketakutan, Mischa dilanda tanda tanya mengenai keberadaan laki-laki lain di ruangan yang seharusnya hanya terisi dirinya dan Stefany. "Sayang.." panggil Vero membuat sekujur tubuh Stefany menggigil kedinginan. Vero datang diwaktu yang tidak tepat. Ia bahkan belum menceritakan tentang hubungan rahasianya dengan Vero. Stefany masih tak siap untuk menyakiti hati Mischa. Pria itu sudah banyak terluka karenanya. "Dia siapa?" tanya Mischa menuntut. Ia tahu ada yang tidak beres dalam diri Stefany. Sejak pertemuan mereka Stefany telah memberikan sinyal yang berbeda. Alih-alih bahagia karena lama terpisah, wanita itu justru terlihat cemas tanpa sebab. Jelas bukan respon seorang wanita yang merindukan kekasihnya. "Jawab Stef.. Kenapa dia panggil kamu sayang?" lirih Mischa sarat akan sakit dalam pita suaranya. "Apa ada yang aku le
Vero sesekali tersenyum, meringis lalu menggaruk kepala sebelum mengeluarkan kekehan kecil, membuat Justine menatap laki-laki itu dengan perasaan kesal bercampur ngeri. Bayangkan saja, sejak tadi Justine curhat meminta bantuan Vero untuk urusan perumah-tanggaan, Pangeran Husodo itu malah mesam-mesem nggak jelas macam orang kesambet setan. "Si Bangke!” kesal Justine, “lagi mikir jorok ini pasti. Vero!!" Teriak Justine kala memanggil nama Vero. Habis sudah kesabaran Justine berteman dengan Pangeran Husodo. Gilanya nggak waras-waras. Plakkk!! "Kutil Anoa! Jast-just minuman anak SD! Gue tebas burung perkutut lo. Kenapa lo hancurin imajinasi gue tentang keluarga bahagia sama Stefan, Hah!!” Bentak Vero tak habis pikir. Kenapa juga ia harus memiliki sahabat nggak pengertian macam Justine. "Ya Tuhan!” desah Justine. "Is, nggak like gue. Gue kan lagi bayangin anak gue sama Stefany lahir, Just." Justine mendengus. Ngapain juga pakai dibayangin segala kalau beberapa bulan lagi