Share

Bab 108 : Kalau Bertemu Lagi

Penulis: Xiao Chuhe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-23 21:51:56

Saat matahari akhirnya bersembunyi di balik atap-atap berlapis salju, aku dan Xin Jian kembali ke kediaman lewat jalur samping. Angin mulai menggigit lebih dalam, dan jalanan pelan-pelan disapu bayangan malam.

Begitu tiba, langkah kami terhenti mendadak ketika melihat seseorang duduk tenang di atas kudanya, tepat di depan pintu gerbang kecil kediamanku.

Ye Xuanqing.

Jubah perangnya rapi, rambutnya diikat tinggi. Kuda perbatasannya yang berbulu hitam pekat tampak gelisah menjejak tanah, seolah tahu bahwa pemiliknya akan pergi jauh sekali.

Xin Jian mengembuskan napas panjang. "Oh. Dia masih di sini."

Aku menatap mereka secara bergantian. "Xin Jian, kurasa kau harus—"

"Aku tidak akan menahannya kalau dia memang ingin pergi." Potong Xin Jian sambil tetap berjalan. Tapi baru lima langkah, suara langkah kuda berhenti, dan Ye Xuanqing turun.

Langkahnya mantap. Pandangannya langsung menatap lurus ke arah Xin Jian.

"Aku ingin bicara sebentar."

Aku memilih menahan diri untuk tidak ikut campur.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 110 : Terpikirkan Hal Berbahaya

    Angin pagi menggoda ujung lengan bajuku, mencuri kehangatan yang sempat tersisa dari pelukan selimut semalam. Di sampingku, Ye Qingyu berjalan dengan langkah santai, tangan kirinya terlipat di belakang punggung, sementara tangan kanannya menenteng bungkusan kecil berisi makanan kering yang disiapkan Chunhua tadi pagi untuk perjalanan Ayah dan Ibu Mertua. "Kalau Ibu mengeluh makanan di perbatasan terlalu hambar, kau jangan bilang itu masakan Chunhua," gumamku, separuh mengingatkan, separuh menyindir, karena aku tahu Ibu bisa sangat jujur …, dan menyakitkan.Ye Qingyu terkekeh kecil, suara tawanya dalam, seperti embusan angin yang membawa tawa musim gugur."Aku akan bilang itu kiriman dari pasar rakyat. Kalau rasanya buruk, maka salahkan rakyat."Aku menahan senyum. "Jadi suami yang licik, ya?"Ia menoleh padaku, senyumnya tetap tinggal di sudut bibirnya. "Kalau demi melindungi istri sendiri, licik pun tak masalah."Hati ini …, entah kenapa, makin lama makin tidak tahu diri.Perjalana

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 109 : Dukungan Penuh

    Beberapa detik, hanya suara lentera yang berdetak pelan."Aku belum menemukan apa pun."Aku menatapnya dalam-dalam. Biasanya Ye Qingyu tidak akan berkata seperti itu jika dia belum menggali habis-habisan."Apakah …, benar-benar tidak ada petunjuk?" Ye Qingyu menggeleng. "Jingxi, di Beizhou, jarang ada orang yang mengetahui seperti apa aroma dafnah itu. Karena mereka tidak menggunakan daun dafnah sebagai campuran tinta jelaga." "Saat orangku menanyai pengurus rumah hiburan itu tentang apakah ada pria yang beraroma dafnah, mereka justru bertanya balik seperti apa aroma dafnah itu. Orang itu juga tidak tahu seperti apa aromanya.""Pada awalnya, penyelidikan terhenti di sana. Aku memutuskan untuk turun tangan langsung dan menyebutkan ciri-ciri pria itu, tinggiebih dari 190cm dan kurus. Memakai pakaian dan jubah gelap." "Deskripsi itu sudah benar. Hanya saja, rumah hiburan adalah tempat favorit banyak pria. Terlebih saat itu adalah malam tahun baru. Ada lebih dari dua puluh pria bertubu

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 108 : Kalau Bertemu Lagi

    Saat matahari akhirnya bersembunyi di balik atap-atap berlapis salju, aku dan Xin Jian kembali ke kediaman lewat jalur samping. Angin mulai menggigit lebih dalam, dan jalanan pelan-pelan disapu bayangan malam.Begitu tiba, langkah kami terhenti mendadak ketika melihat seseorang duduk tenang di atas kudanya, tepat di depan pintu gerbang kecil kediamanku.Ye Xuanqing.Jubah perangnya rapi, rambutnya diikat tinggi. Kuda perbatasannya yang berbulu hitam pekat tampak gelisah menjejak tanah, seolah tahu bahwa pemiliknya akan pergi jauh sekali.Xin Jian mengembuskan napas panjang. "Oh. Dia masih di sini."Aku menatap mereka secara bergantian. "Xin Jian, kurasa kau harus—""Aku tidak akan menahannya kalau dia memang ingin pergi." Potong Xin Jian sambil tetap berjalan. Tapi baru lima langkah, suara langkah kuda berhenti, dan Ye Xuanqing turun.Langkahnya mantap. Pandangannya langsung menatap lurus ke arah Xin Jian."Aku ingin bicara sebentar."Aku memilih menahan diri untuk tidak ikut campur.

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 107 : Monster

    Langit Beizhou siang ini cerah dan nyaris terlalu biru untuk musim dingin. Salju yang masih tersisa di atap-atap rumah tampak memantulkan cahaya lembut, menyilaukan mata. Aku menyipitkan pandangan saat keluar dari kediaman, mengenakan mantel panjang dengan kerah berbulu rubah putih. Di belakangku, suara langkah kaki cepat terdengar, berisik seperti itik masuk pasar."Menungguiku sejak kapan?" tanyaku malas, tidak perlu menoleh pun aku sudah tahu siapa pelakunya."Sejak sebelum matahari naik," jawab Xin Jian, melangkah setengah berlari ke sampingku sambil menepuk-nepuk kedua tangannya yang tampak membeku. "Aku pikir kita akan pergi pagi-pagi sekali untuk berburu sarapan legendaris di Kota Beizhou, tapi nyatanya kau bahkan sempat minum dua cangkir teh dan menyisir rambutmu sebanyak lima kali!""Berburu sarapan?" Aku mengangkat alis. "Kupikir kau hanya ingin mencari keberadaan Ye Xuanqing yang katanya 'kabur karena rasa malu akibat kelelahan'.""Dia tidak kabur," bantah Xin Jian sambil

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 106 : Mengobrol Dengan Mertua

    Setelah bermalas-malasan satu hari di kamar sambil memulihkan diri, aku tidak bisa lagi menahan kebosanan ini. Pagi-pagi sekali, aku mempersiapkan diri untuk pergi ke Aula Utama dan menyapa Ayah dan Ibu. Chunhua membawa nampan berisi teh osmanthus yang biasa dia seduhkan untukku. Sesampainya di Aula Utama, aku tersenyum hangat dan sedikit menekuk lutut. "Zhou Jingxi memberi salam untuk Ayah dan Ibu Mertua."Ibu Mertua tersenyum, mempersilakanku duduk. Aku menatap Chunhua, dia berjalan ke depan dan meletakkan teko itu di atas meja di antara Ayah dan Ibu Mertua. Ayah mencium harumnya, lantas menceletuk, "Aroma osmanthus yang harum." Aku tersenyum. "Aku melihat Ayah dan Ibu Mertua juga kelelahan selama berada di rumah dan tidak beristirahat dengan baik. Aku mendapat kesempatan untuk beristirahat seharian penuh, tapi Ayah dan Ibu Mertua masih disibukkan dengan pekerjaan militer." "Aku merasa harus menunjukkan bakti di saat seperti ini. Teh ini dibuat oleh pelayanku, Chunhua. Semoga A

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 105 : Beberapa Menit Sebelum Tidur

    Saat suara-suara terakhir dari aula besar mulai menghilang, langkah kakiku menyusuri koridor menuju kamar terasa jauh lebih ringan daripada saat aku datang. Langkah kemenangan memang tidak pernah berat. Chunhua membukakan pintu, aku berjalan masuk dan melepaskan jubah buluku, Chunhua mengambilnya, lalu membungkuk kecil sambil berkata, "Saya akan menyiapkan air hangat untuk mencuci kaki, Nyonya Musa.”Aku hanya mengangguk pelan, lalu mengambil posisi duduk di tepi ranjang. Suasana kamar telah ditata ulang. Lampu gantung dimatikan, digantikan cahaya lembut dari lampu minyak di sudut ruangan. Aromanya harum dan tenang, aroma dupa yang hanya digunakan saat aku hendak tidur.Tanganku mengangkat lapisan luar pakaianku, membuka kancing pita emas di bahu dan membiarkannya jatuh separuh. Kulit bahuku terbuka, terkena dingin sebentar, lalu perlahan terbiasa.Saat terdengar langkah kaki di lorong, aku menoleh ke arah pintu, Chunhua sudah mau datang, aku meluruskan kaki dan memejamkan mata. Pi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status