Share

Bab 109 : Dukungan Penuh

Penulis: Xiao Chuhe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-24 21:58:00

Beberapa detik, hanya suara lentera yang berdetak pelan.

"Aku belum menemukan apa pun."

Aku menatapnya dalam-dalam. Biasanya Ye Qingyu tidak akan berkata seperti itu jika dia belum menggali habis-habisan.

"Apakah …, benar-benar tidak ada petunjuk?"

Ye Qingyu menggeleng. "Jingxi, di Beizhou, jarang ada orang yang mengetahui seperti apa aroma dafnah itu. Karena mereka tidak menggunakan daun dafnah sebagai campuran tinta jelaga."

"Saat orangku menanyai pengurus rumah hiburan itu tentang apakah ada pria yang beraroma dafnah, mereka justru bertanya balik seperti apa aroma dafnah itu. Orang itu juga tidak tahu seperti apa aromanya."

"Pada awalnya, penyelidikan terhenti di sana. Aku memutuskan untuk turun tangan langsung dan menyebutkan ciri-ciri pria itu, tinggiebih dari 190cm dan kurus. Memakai pakaian dan jubah gelap."

"Deskripsi itu sudah benar. Hanya saja, rumah hiburan adalah tempat favorit banyak pria. Terlebih saat itu adalah malam tahun baru. Ada lebih dari dua puluh pria bertubu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 112 : Cemburumu Besar Sekali

    Malam sudah terlalu larut ketika pintu kamar bergeser perlahan.Suara engsel yang berderit nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuatku mengerjapkan mata. Aku belum tidur. Hanya merebahkan diri dengan lampu minyak yang tinggal setengah nyala.Langkah kaki itu berhenti di sisi tempat tidur. Aroma dingin malam dan debu jalanan menempel di jubah panjangnya. Aku menoleh ke belakang, dia sudah berjalan mendekat, aroma tubuhnya yang khas tercium samar. Suamiku akhirnya pulang.Kupikir dia tak akan kembali malam ini. Bagaimana pun, terlihat jelas bahwa penyelidikan pria misterius itu memakan waktu cukup lama. Aku duduk tiba-tiba setelah mencium aroma lain yang sebenarnya tidak lagi asing. Gerakan itu membuat tubuh Ye Qingyu terlonjak sedikit. "Eh? Kau belum tidur?"Aku menatapnya datar. "Mana mungkin aku bisa tidur dengan tenang sebelum kau pulang."Nada suaraku mungkin terlalu tenang, tapi ada bara kecil di baliknya. Aku menatap dengan mata memicing, membiarkan Ye Qingyu menebak-neba

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 111 : Mengenali Siapa Dirimu

    Beberapa detik setelah kalimat itu lepas dari bibirku, kami terdiam. Bahkan napasku sendiri terdengar terlalu keras. Waktu seolah berhenti, membeku di antara desir angin dan ketegangan yang menggantung di udara.Xin Jian tidak langsung menjawab.Ia mundur setapak, menatapku lurus-lurus. Matanya yang biasanya dingin seperti baja, kini tampak berkabut. Tidak, bukan karena bingung. Tapi karena dia sedang menimbang sesuatu."Apa kau serius?" tanyanya akhirnya. Suaranya datar, tapi sorot matanya tidak.Aku diam. Tanganku meremas jubah di sisi paha, tidak terlalu kencang, tapi cukup membuat kuku menekan kulit."Aku hanya bertanya," bisikku. "Hanya ingin tahu apakah itu mungkin untuk dilakukan."Xin Jian menautkan alisnya. Ia tidak berkata apa-apa selama beberapa saat. Namun aku tahu betul, di kepalanya kini pasti sedang berlangsung perdebatan sengit. Tentang beberapa pertanyaan yang mungkin tidak berani dia tanyakan. "Apa kau penasaran …, kenapa aku bisa memikirkan hal buruk seperti itu?"

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 110 : Terpikirkan Hal Berbahaya

    Angin pagi menggoda ujung lengan bajuku, mencuri kehangatan yang sempat tersisa dari pelukan selimut semalam. Di sampingku, Ye Qingyu berjalan dengan langkah santai, tangan kirinya terlipat di belakang punggung, sementara tangan kanannya menenteng bungkusan kecil berisi makanan kering yang disiapkan Chunhua tadi pagi untuk perjalanan Ayah dan Ibu Mertua. "Kalau Ibu mengeluh makanan di perbatasan terlalu hambar, kau jangan bilang itu masakan Chunhua," gumamku, separuh mengingatkan, separuh menyindir, karena aku tahu Ibu bisa sangat jujur …, dan menyakitkan.Ye Qingyu terkekeh kecil, suara tawanya dalam, seperti embusan angin yang membawa tawa musim gugur."Aku akan bilang itu kiriman dari pasar rakyat. Kalau rasanya buruk, maka salahkan rakyat."Aku menahan senyum. "Jadi suami yang licik, ya?"Ia menoleh padaku, senyumnya tetap tinggal di sudut bibirnya. "Kalau demi melindungi istri sendiri, licik pun tak masalah."Hati ini …, entah kenapa, makin lama makin tidak tahu diri.Perjalana

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 109 : Dukungan Penuh

    Beberapa detik, hanya suara lentera yang berdetak pelan."Aku belum menemukan apa pun."Aku menatapnya dalam-dalam. Biasanya Ye Qingyu tidak akan berkata seperti itu jika dia belum menggali habis-habisan."Apakah …, benar-benar tidak ada petunjuk?" Ye Qingyu menggeleng. "Jingxi, di Beizhou, jarang ada orang yang mengetahui seperti apa aroma dafnah itu. Karena mereka tidak menggunakan daun dafnah sebagai campuran tinta jelaga." "Saat orangku menanyai pengurus rumah hiburan itu tentang apakah ada pria yang beraroma dafnah, mereka justru bertanya balik seperti apa aroma dafnah itu. Orang itu juga tidak tahu seperti apa aromanya.""Pada awalnya, penyelidikan terhenti di sana. Aku memutuskan untuk turun tangan langsung dan menyebutkan ciri-ciri pria itu, tinggiebih dari 190cm dan kurus. Memakai pakaian dan jubah gelap." "Deskripsi itu sudah benar. Hanya saja, rumah hiburan adalah tempat favorit banyak pria. Terlebih saat itu adalah malam tahun baru. Ada lebih dari dua puluh pria bertubu

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 108 : Kalau Bertemu Lagi

    Saat matahari akhirnya bersembunyi di balik atap-atap berlapis salju, aku dan Xin Jian kembali ke kediaman lewat jalur samping. Angin mulai menggigit lebih dalam, dan jalanan pelan-pelan disapu bayangan malam.Begitu tiba, langkah kami terhenti mendadak ketika melihat seseorang duduk tenang di atas kudanya, tepat di depan pintu gerbang kecil kediamanku.Ye Xuanqing.Jubah perangnya rapi, rambutnya diikat tinggi. Kuda perbatasannya yang berbulu hitam pekat tampak gelisah menjejak tanah, seolah tahu bahwa pemiliknya akan pergi jauh sekali.Xin Jian mengembuskan napas panjang. "Oh. Dia masih di sini."Aku menatap mereka secara bergantian. "Xin Jian, kurasa kau harus—""Aku tidak akan menahannya kalau dia memang ingin pergi." Potong Xin Jian sambil tetap berjalan. Tapi baru lima langkah, suara langkah kuda berhenti, dan Ye Xuanqing turun.Langkahnya mantap. Pandangannya langsung menatap lurus ke arah Xin Jian."Aku ingin bicara sebentar."Aku memilih menahan diri untuk tidak ikut campur.

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 107 : Monster

    Langit Beizhou siang ini cerah dan nyaris terlalu biru untuk musim dingin. Salju yang masih tersisa di atap-atap rumah tampak memantulkan cahaya lembut, menyilaukan mata. Aku menyipitkan pandangan saat keluar dari kediaman, mengenakan mantel panjang dengan kerah berbulu rubah putih. Di belakangku, suara langkah kaki cepat terdengar, berisik seperti itik masuk pasar."Menungguiku sejak kapan?" tanyaku malas, tidak perlu menoleh pun aku sudah tahu siapa pelakunya."Sejak sebelum matahari naik," jawab Xin Jian, melangkah setengah berlari ke sampingku sambil menepuk-nepuk kedua tangannya yang tampak membeku. "Aku pikir kita akan pergi pagi-pagi sekali untuk berburu sarapan legendaris di Kota Beizhou, tapi nyatanya kau bahkan sempat minum dua cangkir teh dan menyisir rambutmu sebanyak lima kali!""Berburu sarapan?" Aku mengangkat alis. "Kupikir kau hanya ingin mencari keberadaan Ye Xuanqing yang katanya 'kabur karena rasa malu akibat kelelahan'.""Dia tidak kabur," bantah Xin Jian sambil

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status