Share

Bab 15 : Beli Semuanya

Author: Xiao Chuhe
last update Last Updated: 2025-05-27 10:46:06

Aku menggeram kesal sambil menatapnya dengan tajam. Apa-apaan orang ini? Kenapa dia memintaku membatalkan pembeliannya?

"Kau pikir aku akan mendengarkanmu begitu saja?" aku berkata ketus.

Ye Qingyu menatapku datar, dan merampas semua uangku, dan mengangkat tangannya yang menggenggam uang itu setinggi mungkin.

Aku mendongak dan berusaha meraihnya. Tapi, sial, orang ini tinggi sekali.

"Kembalikan!" Aku berseru kesal.

Padahal aku baru saja diperlakukan sangat baik oleh pemilik toko. Tapi Ye Qingyu seenaknya saja merusak suasana dengan berkata untuk membatalkan pembelian?

"Yang akan memakainya itu aku, bodoh! Bukan kau!" aku menarik kerah bajunya dan melompat lebih tinggi.

Tapi tetap saja aku tidak bisa meraih tangannya yang panjang.

"Siapa yang akan kau nikahi saat memakai perhiasan sampah itu, Zhou Jingxi?" Ye Qingyu bertanya dingin.

"A-apa?" aku terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu.

"Kubilang, kau mau menikah dengan siapa sampai membuatmu harus membeli perhiasan sendi
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rifda Nafisha
aaaahh padahal uda peenah mati..pintee dikit kek wkwkwk
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 123 : Hati-hati

    Aku duduk sendirian di paviliun kecil di ujung taman belakang. Musim dingin memang belum sepenuhnya pergi, tapi angin sore hari ini tidak terlalu menusuk.Aku menarik lutut ke atas bangku, membiarkan ujung mantel menyentuh lantai batu yang lembap. Tangan ini dingin, tapi tidak seekstrem isi kepalaku.Bau tanah beku dan embun dedaunan samar menyelip di antara aroma teh dingin yang masih tersisa di meja batu. Aku bahkan tidak ingat siapa yang meletakkan teko itu tadi pagi.Yang kuingat hanyalah Ying Qi. Dan berita yang ia bawa.Seratus tahil perak. Diberikan Ayah untuk Zhou Chenxi. Lalu langsung hilang di Gedung Liangpu.Gedung sialan itu ….Tanganku mengepal tanpa sadar. Retak-retak kulit di buku jari terasa ngilu. Aku menarik napas dalam, mencoba mengurainya.Ying Qi sudah menyelinap ke berbagai sisi kediaman Adipati Agung. Ia bilang, Ayah sering pulang larut malam, tapi tidak pernah membawa serta pelayan atau penjaga. Ia masuk dari gerbang samping yang terhubung ke gudang tua di bara

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 122 : Mimpi Buruk

    Langit Beizhou sudah gelap total saat kami tiba kembali di rumah. Salju tipis turun pelan seperti remah-remah kapas. Angin malamnya menggigit, tapi aku terlalu nyaman bersandar di pundak Ye Qingyu untuk benar-benar peduli.Kupikir aku hanya ingin memejamkan mata sejenak di kereta. Tapi tahu-tahu, aku sudah berada dalam pelukannya."Kau tertidur begitu pulas," bisiknya saat membuka pintu dan melangkah masuk ke kamarku. Aku masih dalam pelukannya, separuh sadar, tapi malas membuka mata.Hangat. Wangi tubuhnya bercampur dengan dingin malam, membuatku ingin terus seperti ini. Aku mendengar suara sepatuku dilepas, jubahku dirapikan, lalu suara api yang dinyalakan di perapian.Aku menggumam tak jelas, setengah sadar. Tangannya yang besar dan hangat menyentuh pergelangan kakiku, melepas sepatu dan kaus kaki satu per satu dengan sangat hati-hati. Seolah takut membangunkanku sepenuhnya.Dan wangi lembut menyeruak. Dupa bunga prem yang biasa kubakar saat ingin tidur lebih nyenyak."Kau lelah se

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 121 : Kencan

    Udara pagi dingin, tapi tidak menggigit. Salju sudah lama reda dan mulai mencair sedikit-sedikit. Jalanan becek, tapi langit bersih.Seperti yang kami rencanakan semalam, aku meminta Ye Qingyu membawaku berkencan ke tempat indah untuk menikmati pemandangan. Ada banyak taman bagus di Beizhou yang belum pernah kudatangi. Aku bahkan sampai berpesan khusus padanya bahwa tempat yang ingin kudatangi harus sepi dan indah. Ye Qingyu tidak banyak protes. Dia hanya mengangguk dan menyuruh pelayan mempersiapkan kereta lebih awal dari biasanya. Wajahnya sedikit lelah, tapi tak ada keluhan. Pagi-pagi buta, dia bahkan membawakan sendiri selimut tambahan dan segelas teh ginseng untukku sebelum keberangkatan.Aku duduk di dalam kereta bersama Ye Qingyu. Ini bukan pertama kalinya kami berada di dalam satu gerbong kereta yang sama, tapi kali ini, tentu saja dengan situasi dan perasaan yang sudah berbeda."Ke mana kita?" tanyaku sambil menyandarkan kepala di dinding kayu kereta."Kau akan tahu saat ki

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 120 : Kekhawatiran

    Setelah Ying Qi pergi lewat jalur belakang, angin dingin menyusup dari celah pintu yang masih setengah terbuka. Aku bangkit berdiri, tapi langkahku tertahan ketika suara langkah berat terdengar dari koridor luar.Tak lama, sosok tinggi dengan mantel panjang dan bau logam samar masuk ke ruangan.Aku tersenyum, melangkah mendekatinya dengan sedikit tergesa. "Ye Qingyu, selamat datang kembali." "Jingxi."Nada suaranya rendah, sedikit parau karena hawa dingin. Tangannya yang bersarung belum sempat melepaskan salju yang menempel, tapi tanpa ragu dia memelukku. Bukan pelukan tergesa, bukan juga pelukan penuh nafsu. Hangat. Diam. Jantungku, untuk beberapa detik, benar-benar lupa harus berdetak."Aku merindukanmu," gumamnya di dekat telingaku. "Hari ini terasa terlalu panjang."Aku menarik napas pelan di dadanya. "Kau terlambat.""Benarkah?" Ye Qingyu menatap wajahku lebih baik sambil menyentuh daguku dengan lembut. Senyumnya mengembang. "Padahal aku sudah buru-buru pulang."Xin Jian berdir

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 119 : Pertengkaran

    Chunhua mengantarkan mantel bulu ke halaman belakang tempat aku akan menunggu Ying Qi. Dia bahkan memakaikannya. Aku tersenyum. "Terima kasih, Chunhua. Apakah kau membantu Bibi Chun dengan baik?" Chunhua mengangguk. "Hari ini, tidak banyak pekerjaan yang beliau lakukan. Tadi pagi Nona Lihua pulang dari perbatasan untuk mengambil beberapa keperluan Nyonya Besar yang tertinggal. Beliau sekalian menitipkan surat dari Nyonya Besar untuk Anda." "Di mana suratnya?""Saya meletakkannya di bawah bantal di kamar Anda, Nyonya Muda," Chunhua menjawab. "Baiklah, saat hendak tidur nanti, ingatkan aku untuk membacanya." "Baik." "Sekarang, bisakah kau seduhkan teh kulit delima merah lagi untukku?" aku tersenyum hangat. Chunhua sedikit bingung, tapi mengangguk patuh tak lama kemudian. Xin Jian menatapku. "Sebenarnya untuk apa ramuan kulit delima merah itu?" dan dia mencurigai itu. Aku terkekeh pelan. "Sudah kubilang itu teh, kan?" "Jangan bohong. Kulit delima bukan bahan yang normal untuk d

  • Ketika Sang Adipati Berlutut di Bawah Kakiku   Bab 118 : Perbincangan

    "Kalau kau tidak bilang, aku mungkin benar-benar jatuh cinta padanya, kau tahu?" Mu Dan menunjuk Xin Jian dengan suara separuh bercanda, separuh kesal.Aku tidak yakin harus tertawa atau pura-pura kaget. Tapi ekspresi terpaku di wajah Mu Dan membuatku nyaris menyemburkan tehnya keluar."Sungguh! Postur tinggi, wajah tegas, suara berat …," ia menatapku dramatis. "Kau tega sekali membiarkanku tenggelam dalam ilusi macam itu selama bermenit-menit." "Dia tidak sepenuhnya salah." Jiang Xinxin ikut bicara, matanya menyorot nakal. "Wanita-wanita di Beizhou terkenal karena keterampilan menyulamnya yang baik dan etika yang lembut dan terhormat." "Meski merupakan tempat persinggahan orang-orang Dunia Persilatan seperti Xin Jian, juga sangat jarang di antara mereka yang seorang wanita. Sangat wajar kalau Xin Jian tidak ingin diketahui kalau dirinya wanita."Aku mengangguk setuju, syukurlah Xinxin membantuku menjelaskannya dengan baik. "Tapi, dia kan bisa bebas menjadi wanita kalau berpakaian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status