Share

Bukan Khilaf

Author: YuRa
last update Last Updated: 2025-11-29 19:25:07

Nova menghentikan mobil di sebuah area parkir yang cukup sepi. Lampu-lampu lorong apartemen menyala redup, menciptakan bayangan panjang di lantai beton.

“Unitnya di lantai delapan,” kata Nova sambil mengambil ponselnya. “Orangku bilang mereka belum keluar.”

Dennis tidak menjawab. Ia hanya menatap ke arah gedung itu, dingin, penuh amarah, namun tetap menahan diri. Nafasnya berat dan teratur, seperti seseorang yang sedang menahan ledakan di dalam dadanya.

“Dennis.” Nova menyentuh lengannya. “Ingat kata-kataku tadi. Kita tidak datang untuk membuat keributan. Kita datang untuk memastikan bukti.”

Dennis mengangguk pelan. “Aku tahu.”

Mereka melangkah masuk ke lobi apartemen. Petugas keamanan, yang sudah “dikoordinasikan” oleh Nova sebelumnya, membiarkan mereka lewat tanpa pertanyaan. Lift membawa mereka naik ke lantai delapan dalam keheningan yang menghimpit.

Ting. Pintu lift terbuka.

Lorong itu sunyi. Hanya suara AC dan lampu-lampu putih yang berkelip halus.

“Unit 808,” kata Nova.

Mereka b
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yuli Faith
psgn stress.....g mau kehilangan psgnnya tapi selingkuh......
goodnovel comment avatar
Fa-oel Irawan
ga sabar liat reaksi mama nya clarisa kalo anak nya selengki
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Takdir Menyapa   Janda Kampungan

    Pak Handika memperhatikan wajah Dennis dengan seksama. Ia melihat kelelahan, luka, dan tekad yang sudah bulat di mata putranya.“Apa yang akan kamu lakukan?” tanyanya pelan.Dennis menarik napas panjang, suaranya mantap namun terdengar getir. “Aku sudah menyerahkan semuanya pada pengacara. Aku ingin menyudahi rumah tangga ini.”Pak Handika mengangguk-angguk, bukan karena setuju sepenuhnya, tetapi karena ia melihat bahwa keputusan itu lahir dari hati yang sudah terlalu lama terluka.“Bagaimana dengan Alvin?” tanya Pak Handika.Dennis sejenak menatap lantai sebelum menjawab. “Alvin ikut aku. Bagaimanapun juga, Alvin tidak dekat dengan Risa. Dia, sudah terlalu sering mengecewakannya. Janji-janji yang tidak pernah ditepati, alasan-alasan yang selalu berubah.”Pak Handika menghela napas, wajahnya tampak sedih. “Anak itu terlalu sering terlihat menunggu di ruang tengah sendirian, Risa memang jarang di rumah.”Dennis mengangguk pelan. “Aku nggak mau Alvin tumbuh dengan ketidakstabilan se

  • Ketika Takdir Menyapa   Memutarbalikkan Fakta

    Saras berhenti beberapa langkah dari pintu ruangannya. Suara ketukan sepatu hak yang teratur itu semakin menjauh, tapi bayangan perempuan elegan yang baru saja lewat masih terekam jelas di benaknya. Rambut hitam tergerai rapi, pakaian mahal, dan tatapan dingin yang menunjukkan ia terbiasa berada di lingkaran orang-orang berkuasa.“Istrinya Pak Dennis…?” gumam Saras.Saras menatap sudut koridor itu, menelan ludah. Untuk apa dia ke gedung ini? Urusan kerjaan? Atau… sesuatu yang lain?“Eh! Liatin apa kamu?”Suara Sinta tiba-tiba menyergap dari belakang.“Mbak Sinta ini ngagetin aja deh,” keluh Saras sambil menepuk dadanya.Sinta tertawa kecil, lalu melirik ke arah koridor yang tadi dipandang Saras. “Perempuan itu siapa, Mbak?” Saras mengerutkan dahi. Sinta langsung menggeleng cepat. “Itu menantunya Pak Handika.”Saras membisu, bingung. “Menantu… Pak Handika?”“Iya.” Sinta melipat tangan. “Memangnya kenapa?”“Nggak apa-apa…” Saras menatap koridor itu lagi. “…cantik dan anggun ya?”“Tent

  • Ketika Takdir Menyapa   Jaga Jarak

    Setelah hampir satu jam berbincang, Yudha akhirnya bangkit dari duduknya.“Kalau begitu, saya pamit dulu, Bu. Sudah malam,” katanya sambil berdiri.Gayatri mengantar sampai pintu. “Hati-hati di jalan, Yudha. Sampaikan terima kasih ibu pada Pakde Tama.”“Iya, Bu.”Yudha menatap Saras sebentar, tatapan yang singkat, tapi cukup membuat Saras menahan napas.“Kalau butuh apa-apa, kabari aku, Sar,” ucapnya pelan.Saras hanya mengangguk, tidak berkata apa-apa.Yudha tersenyum samar, lalu melangkah keluar. Mobilnya perlahan menjauh, meninggalkan suara mesin yang memudar bersama bayangan perasaannya.Begitu pintu tertutup, suasana rumah kembali tenang.Gayatri berbalik, menatap Saras yang berdiri di ruang tamu sambil memainkan ujung rambutnya, kebiasaan yang muncul setiap kali ia gugup.“Ibu mau tanya sesuatu,” ujar Gayatri sambil berjalan ke sofa.Saras menelan ludah. “Apa, Bu?”“Kamu sama Yudha…” Gayatri duduk, menatap putrinya dengan tatapan yang sangat Ibu-ibu, tajam, penuh intuisi. “…ada s

  • Ketika Takdir Menyapa   Menyampaikan Pesan

    “Saras!”Langkah Saras terhenti seketika. Suara yang memanggil namanya begitu jelas menggema di lobi kantor yang mulai lengang. Ia menoleh pelan dan jantungnya langsung berdegup sedikit lebih cepat.“Mas Yudha…” gumamnya lirih.Yudha berjalan mendekat dengan langkah mantap, wajahnya menampilkan senyum hangat yang sejak dulu selalu membuat orang lain merasa nyaman.“Sudah mau pulang?” tanyanya ramah.“Iya, Mas,” jawab Saras, menundukkan sedikit kepalanya.“Aku antar, ya?” tawar Yudha tanpa ragu.Saras tersentak kecil. “E… enggak usah, Mas. Aku nggak mau ngerepotin. Aku naik ojek saja.”Nada suaranya halus, tapi tegas, penuh kehati-hatian. Ia tahu betul, satu kebaikan kecil saja dari Yudha bisa berubah jadi masalah besar jika sampai di telinga Artha. Sepupunya itu, istri Yudha, tidak pernah bersikap baik terhadap keluarga Saras. Bahkan sekadar mendengar nama mereka saja bisa membuatnya naik darah.“Kenapa?” Yudha menaikkan alis. “Takut sama Artha?” Nadanya terdengar santai, tapi sorot m

  • Ketika Takdir Menyapa   Bayangan Masa Lalu

    Senin pagi itu, langkah Saras terasa ringan. Begitu memasuki kantor, ia menyapa setiap orang yang ditemuinya, satpam, resepsionis, rekan kerja, semuanya ia sambut dengan senyum cerah yang tidak biasa.Sinta, rekan satu timnya, langsung memperhatikan aura berbeda itu.“Kamu kok ceria banget, Ras? Ada apa nih?” godanya sambil menaikkan alis.Saras tersipu, pipinya memerah sedikit. “Hehe… nggak apa-apa, Mbak.”“Haaah, pasti ada yang bikin bahagia.” Sinta mencondongkan tubuh, suaranya dibuat-buat misterius. “Siapa, Ras? Siapa yang bikin kamu glowing begini?”Saras terkekeh, mencoba menutupi rasa malunya. “Kemarin kan Minggu, Mbak. Recharge energi. Jadi hari ini fresh!”“Seseorang atau sesuatu?” Sinta makin menggoda. “Atau jangan-jangan… karena udah gajian?”Saras akhirnya tertawa kecil. “Nah itu dia jawabannya, Mbak. Karena sudah gajian! Hahaha.”Sinta ikut tertawa, tapi tatapannya tetap tajam penuh rasa ingin tahu. “Hmmm… kayaknya bukan cuma karena gajian deh.”Saras hanya tersenyum samb

  • Ketika Takdir Menyapa   Memaksa Menjelaskan

    Clarissa berusaha meraih tangan Dennis lagi, tetapi Dennis menepisnya pelan. Napas Clarissa tersengal, antara cemas dan takut. Ia tahu, jika ia tidak menjelaskan sekarang, kesempatan itu mungkin tak akan pernah datang lagi.“Dennis, dengarkan aku,” ucap Clarissa dengan suara bergetar. “Aku harus jelaskan apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Evan. Kamu harus tahu…”Dennis mengangkat tangan, menghentikannya. Tatapannya kosong, tapi dingin.“Aku tidak butuh penjelasan, Risa.” Suaranya datar, hampir tanpa emosi. “Semuanya sudah jelas.”Tidak ada kata yang lebih menghancurkan bagi Clarissa selain itu.“Tidak, Dennis,” pinta Clarissa, hampir memohon. “Kamu hanya lihat dari luar. Kamu hanya tahu sebagian. Kamu nggak tahu apa yang sebenarnya aku rasakan, apa yang sebenarnya terjadi…”“Risa,” potong Dennis, menatapnya kali ini dengan lelah yang begitu dalam. “Kamu ketahuan berhubungan dengan laki-laki itu. Kamu bohong. Kamu tutup-tutupi. Kamu pulang larut malam, kamu sembunyikan percakap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status