Share

Episode 2. Elysium

Serena berusaha mempertahankan ketenangannya, dan berkata, "maaf, Tuan. Saya harus segera pergi."

Eoghan menaikan sebelah alisnya, tersenyum, dan berkata, "silahkan, kau bisa melihat pintu keluarnya."

Serena yang cemas akan situasinya yang semakin rumit melanjutkan, "tapi, pakaian saya—"

"Eoghan Thornton!" Teriakan tiba-tiba seorang wanita yang memasuki kamar Eoghan membuat Serena terkejut. Wanita asing itu membawa aura keanggunan, rambut abu-abu violet terpelihara rapi. Langkah mantap dan pandangan tajamnya membuat ketegangan di kamar itu semakin terasa.

Eoghan menyambut ibunya dengan senyum tipis, "Hai Mom!"

berusaha menyembunyikan ketidaknyamanan di matanya.

"Dasar anak durhaka!" teriak Caroline, Dia langsung terbang menemui Eoghan begitu mendengar putranya menghancurkan perjodohan yang direncanakannya.

Caroline dengan sorot mata yang observatif, memeriksa seluruh ruangan seakan menganalisis setiap detail.

"Oh Dear, Mommy tidak tahu kau punya pacar. Siapa dia?" tanya Caroline dengan sorot matanya yang tajam mengamati Serena yang terbalut selimut.

Eoghan berusaha menjelaskan, "Mom, dia bukan pacarku. Dia hanya..."

Caroline dengan ramah memotongnya, "tidak perlu terlalu malu, anakku. Dia sepertinya cukup cantik."

Serena, terjebak dalam situasi yang semakin rumit, berusaha menjelaskan, "Maaf, bukan niat saya untuk... ."

Caroline tersenyum dengan keramahan yang melegakan. "Tidak masalah, Sayang. Apa kamu ingin sarapan bersama?"

Eoghan dan Serena saling pandang. Serena tidak ingin lebih lama lagi berada di tengah-tengah penghuni mansion yang hendak dia curi.

"Mom," ujar Eoghan dengan senyum tenang.

Caroline mengamati Serena sekali lagi, dan tersenyum anggun berkata, "kau harus memberi penjelasan, Eoghan." lalu pergi meninggalkan kamar putranya.

Saat Caroline telah pergi meninggalkan mereka, Serena kembali menatap tajam ke arah Eoghan, "Tuan, sebaiknya Tuan segera mengembalikan pakaian saya, dan saya akan pergi dengan tenang dari sini,"

"Pakaianmu ada di dalam sana," Eoghan menunjuk ke arah sebuah paper bag yang sejak tadi ada di atas tempat tidur bersama Serena. Dia mengakhiri kalimatnya dengan tersenyum singkat.

"Oh!" seru Serena sambil menggeser tubuhnya, mengambil paper bag yang tak terlihat olehnya sejak tadi. Hatinya berdebar saat dia menemukan pakaian baru yang terbungkus rapi, disertai dengan label elegan yang menyiratkan kualitas istimewa.

Gadis itu benar benar malu, jika dia menyadari ada pakaiannya di sana lebih cepat, dirinya mungkin bisa langsung kabur lebih cepat tanpa membuat drama dengan Eoghan Thornton.

"Seseorang sudah menunggumu di luar, dia akan mengantarmu," kata Eoghan dengan tenang, melangkah keluar dari kamar itu.

Begitu Eoghan menghilang di balik pintu kayu yang menjulang tinggi, Serena segera mengeluarkan pakaian dari dalam paper bag. Keningnya sedikit berkerut melihat sebuah bungkusan berwarna coklat yang berisikan uang.

Mengabaikan segepok uang yang begitu menggoda, Serena dengan cepat mengenakan gaun yang lembut dan berkilau.

Dia tidak akan mengambil uang itu. Dia adalah pencuri, bukan wanita bayaran.

Leal, pelayan yang bekerja di mansion keluarga Thornton berdiri di depan kamar, menunggu dengan sabar. Kehadiran Serena di mansion keluarga Thornton sebagai seorang pelayan sebulan lalu mencuri perhatiannya. Kecantikan gadis itu terlalu mencolok, rambut hitam pekat terurai dengan anggun, mata hazel dan senyuman lembut yang menghiasi wajahnya.

"Selamat pagi, Nona Serena," sapanya dengan senyum memandang rendah. Serena membenci tatapan itu, tapi situasinya yang bermalam di kamar Eoghan memang sulit untuk membantah bahwa dirinya adalah gadis tidak bersalah.

Mereka melangkah bersama melalui lorong-lorong yang dihiasi oleh lukisan-lukisan bersejarah dan lampu gantung mewah, menciptakan atmosfer kemewahan di dalam mansion.

Serena, tak percaya bahwa setelah upayanya menyusup sebagai pelayan di mansion Eoghan sebulan lalu untuk mencuri dari rumah yang dipenuhi dengan barang seni bersejarah bisa berakhir dengan kegagalan. Selama ini, dia lincah dalam setiap langkah, tetapi ruangan yang dimasukinya tadi malam dipenuhi oleh berbagai guci dari penjuru dunia. Guci-guci itu, sialnya, menggagalkan rencananya.

Serena terus melangkah di samping Leal, mencoba menyembunyikan kekesalan di wajahnya. Bukannya berhasil mencuri berlian Blue Moon yang dimiliki Eoghan Thornton, pria itu malah mencuri miliknya yang berharga.

***

Setelah keluar dari mansion Thornton, Serena langsung kembali ke apartemennya. Perasaan kecewa merasuki setiap tarikan napasnya. Dia meraih ponselnya, menelusuri kontak hingga menemukan nama 'Ewan', sahabat sejak bayi sekaligus partner setianya dalam dunia pencurian.

Setelah beberapa kali nada sambung, suara akrab Ewan terdengar di seberang sana dengan antusias, ["Hey Serena! Ada apa?"]

"Kegagalan, Ewan," Serena menghela napas. "Sialan guci-guci itu. Aku tidak bisa mendapatkan Blue Moon."

Ewan kemudian bertanya antusias, ["kau baik baik saja, kan?"]

Serena terdiam sejenak, "Ya, aku baik baik saja, aku adalah Serena yang ahli menyelamatkan diri," katanya bernada menyombongkan dirinya.

["Kau membuatku khawatir, semalaman."]

"Ewan," panggil Serena dengan suara lembut melalui ponselnya, "sepertinya aku harus melakukan pekerjaan normal untuk sementara waktu."

["Tentu, Serena. Aku akan melihat apa yang bisa aku temukan."]

"Trims!" Serena mengakhiri panggilan teleponnya, dan merebahkan dirinya di atas kasurnya yang nyaman.

Menatap langit langit apartemennya sembari merenungkan nasibnya.

Dua tahun lalu dia pernah bangga dengan profesinya sebagai kurator seni di sebuah galeri. Namun saat terjadi kasus penjualan lukisan palsu, dirinya dijadikan kambing hitam sebagai orang yang bertanggung-jawab. Para petinggi menyalahkan Serena untuk menyelamatkan reputasi Gallery, dan menghancurkan karirnya.

Dihantui oleh tuduhan palsu dan hujatan publik, Serena terpaksa bersembunyi. Dalam putus asa, dia merencanakan pelarian ke luar negeri untuk memulai hidup baru. Namun, untuk rencananya itu dia membutuhkan banyak uang.

****

Malam harinya, Serena mendapati Ewan membawa dirinya berada di pintu masuk ke 'Elysium', sebuah klub mewah tempat para orang kaya menghabiskan waktu mereka.

Cahaya lampu sorot bergemerlapan, memantulkan keglamoran di sekelilingnya. Suasana di dalam dipenuhi dengan tawa lembut, musik yang menghentak, dan percakapan yang penuh dengan nada bisnis.

Di tengah gemerlapnya lampu dan suasana penuh gaya, Serena merasakan gelegar musik yang menghipnotis begitu memasuki klub tersebut. Bartender di bar melayani koktail eksklusif, sementara pelayan-pelayan dengan pakaian rapi bergerak gesit menawarkan hidangan lezat kepada para tamu.

Serena merayap melewati kerumunan mengikuti Ewan, menyaksikan perbincangan yang penuh intrik dan senyum penuh arti. Di tengah-tengah ruangan, ada beberapa sofa kulit yang nyaman tempat para elit bisnis dan selebriti berbaur, merencanakan kesepakatan bisnis dan menjalin hubungan yang saling menguntungkan.

Ketika Serena menemukan sudut yang lebih tenang, dia memerhatikan tarian gemulai yang menarik perhatian di lantai dansa, mengisyaratkan bahwa kehidupan malam di Elysium adalah pertunjukan yang tak pernah berakhir.

Dengan sekilas, Serena memahami bahwa klub ini bukan hanya tempat, melainkan panggung bagi drama dan kehidupan malam kelas atas.

"Ewan, pekerjaan sebagai pelayan di klub? Kenapa tidak sesuatu yang lebih normal?" protes Serena dengan ekspresi kesal.

Ewan dengan senyum khasnya mencoba menjelaskan, "Serena, ini bukan hanya pekerjaan biasa. Kau bisa mendapatkan banyak informasi di sini,"

Serena sambil menggelengkan kepala merasa tidak puas dengan pilihan pekerjaan tersebut. "Aku butuh sesuatu yang lebih normal, Ewan. Bukan berurusan dengan klub mewah seperti ini."

Ewan mencoba meyakinkannya, "Ini hanya sementara, Serena. Duduklah di sini, kau bisa mempertimbangkannya sembari menungguku bekerja. Aku akan kembali dua jam lagi," pria itu mengedipkan sebelah matanya dan menghilang di tengah tengah kerumunan.

Di tengah keramaian dan kebisingan klub itu, Serena merasa tidak nyaman. Tanpa ragu, dia mengeluarkan AirPods-nya, memasangnya dengan cermat, dan memulai musik klasik dari ponselnya. Melalui melodi yang mendamaikan, Serena menciptakan dunianya sendiri yang tenang, memisahkan dirinya dari hiruk-pikuk di sekelilingnya.

Dalam kedalaman melodi klasik yang membelai telinganya melalui AirPods-nya, dia tak menyadari bahwa tatapan tajam seorang pria telah menyorot dirinya. Seorang pria bertubuh tegap menyaksikan Serena dengan penuh perhatian. Dia mengamati penampilan Serena dengan cermat, membandingkan setiap detail dengan sebuah foto Serena di layar ponselnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status