Share

Bab 8. Hamil

Penulis: Eka Sa'diyah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-25 20:48:14

Aku merasa ayah sangat kecewa dengan Stella dan istrinya. Sangat kentara ketika menghubungiku barusan. Ayah mana yang rela anak gadisnya belum lulus sekolah sudah berpacaran dengan pria seusia dengannya.

"Kasihan ayah," aku menggeleng pelan, menyayangkan sikap Stella dan Ibu mertua.

Menjelang sore tidak kulihat Stella dan Ibu mertua di ruang tamu atau ruang keluarga. Padahal, biasanya mereka lebih banyak menghabiskan waktu di ruang keluarga sambil menonton televisi jika sedang tidak keluar.

Pekerjaanku membuat asinan akhirnya selesai menjelang jam pulang Mas Angga. Sengaja membuatnya lebih dulu karena besok aku harus menyiapkan pesanan Pak Parno. Selanjutnya aku memasukkan ke dalam lemari es untuk diantar besok. Usia menyelesaikan semuanya, gegas aku membersihkan diri dan membuat mie instan untukku.

Mie instan hanya dengan campuran sawi yang kutanam di dalam pot. Sederhana namun sudah sangat mengenyangkan untukku.

"Kamu makan sendiri, Rin?" Aku terkejut melihat Ibu mertua melihatku menikmati mie instan sendiri.

"Arin cuma punya satu, Bu. Tidak mungkin harus Arin bagi, karena sedang lapar, Bu!" Aku melirik sekilas ke arah ibu mertuaku. Sungguh lucu, mirip anak yang ingin marah karena tidak kebagian makanan.

Ibu berlalu entah kemana. Hanya kudengar suara pintu depan ditutup kasar olehnya. Sampai sore ini, Stella juga tidak kunjung keluar. Entah apa yang dilakukannya di kamar.

Tidak berapa lama suara deru motor Mas Angga datang. Aku menyambutnya dan berlalu begitu saja. Memang tidak ada lagi yang harus ku lakukan untuknya. Masak juga tidak karena nggak ada nafkah.

Wajahnya terlihat pucat dan lesu hari ini. Entah apa yang terjadi padanya.

"Kamu kenapa, Mas?" Dia menyandarkan tubuhnya di sofa sambil memijid pelipisnya.

"Pergi sana, jangan ikut campur!" Kemudian dia pindah ke kamarnya.

Gemas sekali aku mendengarnya, aku sengaja berniat baik padanya supaya hatinya bisa kembali lembut seperti dulu. Sengaja tak kuhiraukan lagi dan duduk di teras menikmati indahnya malam. Tiba-tiba saja Ayah mertua datang, wajahnya sangat muram sekali. Aku rasa akan ada perdebatan besar di rumah ini.

"Arin, apakah semua ada di rumah?"

"I-iya, Ayah. Semua ada di rumah, kecuali Ibu."

Tanpa basa basi, ayah masuk ke rumah, entah siapa yang ditemuinya terlebih dahulu. Aku menguping meski berada di depan pintu.

"Kemana ibumu, Angga? Cepat cari ibumu sekarang juga!" Mas Angga tidak bisa membantah perintah ayah sehingga memilih keluar mencari keberadaan Ibunya.

Ayah kemudian ke kamar Stella dan mengetuk pintu kamarnya. Jantungku berdegup kencang, khawatir jika Ayah sampai marah-marah atau bertindak kekerasan kepada Stella.

"Stella, cepat keluar! Ayah mau bicara!" Stella membukakan pintu setelah ayah memanggilnya. Stella dengan wajah cemberut karena terpaksa menemui Ayahnya, kini berjalan ke ruang keluarga berhadapan dengan ayah. Tatapan ayah terlihat seperti sedang menyelidiki.

"Kamu hamil?" Aku hampir tersedak mendengar pertanyaan ayah. Bisa-bisanya Ayah mertua mengajukan pertanyaan seperti itu pada Stella.

"Tidak, hanya prasangka ayah saja!" Sahut Stella tanpa menatap wajah Ayah.

Tidak ada sopan-sopannya menjawab pertanyaan ayah. Padahal ayah kandung yang ingin tahu kondisi anak perempuannya. Ayah mertua menatap postur tubuh Stella penuh seksama. Seperti ada tanda yang aneh dari tubuh Stèlla. Begitulah kira-kira yang menjadikan Ayah seperti ini.

"Jawab dengan jujur!" Suara Ayah mertua terdengar lebih keras. Aku dan Stella sama-sama terkejut karena selama ini tidak pernah mendengar ayah sekeras ini berbicara. Kulihat wajah Stella tidak berani menatap Ayahnya dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Aku merasa jika Ayah sudah mengetahui sesuatu mengenai Stella.

Ceklek

Ibu mertua datang membawa satu kantong kresek entah berisi apa. Wajahnya muram mendengar suara mantan suaminya yang berteriak.

"Apa yang kamu lakukan pada Stella?" Wajahnya terlihat angkuh dan marah melihat kedatangan mantan suaminya.

"Anak perempuan ini hamil!" Kedua mata Ibu mertua membola sempurna.

"Tidak mungkin, Stella bisa menjaga harga dirinya!" Begitulah Ibu mertua yang akan membela Stella meski salah.

"Tanyakan saja pada anakmu!"

"Tidak perlu, lebih baik kamu pergi. Aku tahu apa yang pantas untuk anak-anakku!" Ayah kecewa bercampur kesal. Terpaksa ayah keluar dari rumah ini. Aku juga sangat menyayangkan sikap Ibu mertua pada Stella.

Kini tinggal berdua, Stella duduk di samping Ibu mertua. Sangat terlihat sekali jika dirinya sedang gelisah. Aku heran, Mas Angga tidak terbangun atau keluar kamar saat ayah membentak Stella seperti itu. Ah, mungkin saja dia sakit atau apa.

"Kamu benar hamil?" Ibu mertua menatap Stella. Benar saja, Stella baru mengakuinya dengan anggukan kepala. Sungguh sanhat menyedihkan sekali nasib Stella. Belum lulus sekolah sudah harus merasakan menjadi Ibu sebentar lagi.

"Tapi Stella nggak mau hamil, Bu?" Ibu mertua mendekap Stella yang menangis sesenggukan.

"Tenang saja, besok kita ke temannya Ibu. Kita gugurkan kandungan kamu!"

Sungguh pemikiran di luar nalar. Bisa-bisanya Ibu mertua memberikan usul yang cukup mengerikan. Setelah menyetujui hubungan terlarang Stella, kini Ibu mertua akan merencanakan menggugurkan kandungan Stella.

"Bagaimana jika Mas Angga tahu?" Stella sepertinya takut dengan Mas Angga.

"Jangan pikirkan Angga. Nanti jika sudah selesai, kamu pacaran lagi dan minta rumah sama Priyono. Biar kita bisa punya rumah sendiri!"

Aku menepuk jidatku. Bersyukur sekali aku memiliki Ibu yang penyayang. Tidak pernah sekalipun memaksa kehendak kepada anak-anaknya sendiri.

Kugelar sajadah berwarna cokelat, kulantunkan harapan untuk kebaikan keluargaku dan keluarga suamiku. Sungguh aku tidak ingin jika nanti anak turunku memiliki sikap yang sama seperti ipar dan mertuaku.

Kulihat jam dinding menunjukkan pukul delapan malam dan gegas aku membeli bahan untuk pesanan Pak Parno. Tidak masalah besok belum bisa memulai gelar lapak lagi di depan sekolahan karena memang ada pesanan yang harus dikerjakan.

"Mbak, bahan kue dan martabak telur ya!" Mbak Mira gegas menyiapkan semua kebutuhan untuk membuat kue.

"Belum tidur, Rin?"

"Baru juga jam delapan, Mbak. Sekalian nyiapin untuk pesanan besok!"

"Semoga lancar dan sukses ya. Ngomong-ngomong kamu udah beneran nggak jualan di sekolahan lagi?"

"Sebenernya masih ingin sekali dan rencanaku besok lusa. Aku juga sudah bilang Mas Angga kalau akan nekat jualan di depan sekolahan karena dia nggak pernah ngasi nafkah ke aku!"

"Bagus deh, semangat terus buatmu, Rin!" Memang belum lama saling mengenal tetapi menurutku Mbak Mira sosok kakak yang baik. Mbak Mira selalu mendukung semua keinginanku selagi masih dalam hal positif. Usai belanja aku memasukkan semua ke dalam lemari dapur. Rencana usai sholat subuh kue sudah bisa dibuat. Aku melihat Mas Angga tidur dengan lelapnya, mungkin memang sedang lelah setelah bekerja. Ibu mertua dan Stella juga sudah masuk ke kamarnya masing-masing. Andai Mas Angga selalu berpihak padaku, aku akan membicarakan semua yang direncanakan Ibu mertua dan Stella.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 51. Hadiah Terindah

    Hampir satu tahun pernikahan, kehidupan rumah tanggaku nyaris sempurna. Rizky begitu perhatian dan memberiku banyak cinta. Meski sampai sekarang aku belum mendapatkan tanda-tanda kehamilan, Rizky tidak pernah menanyakan atau membahas buah hati. Disini kami hanya berusaha dan berikhtiar. Urusan buah hati, mutlak kuasa Allah.Usaha Rizky semakin hari semakin berkembamg pesat. Penginapan dan restoran hampir tidak pernah sepi. Sekarang dia membuka usaha baru berupa minimarket."Melamun aja," lagi-lagi dia melingkarkan kedua tangannya di perutku ketika aku sedang menatap indahnya pagi hati di balkon. Meski usaha bertambah, tetapi untuk tempat tinggal kami masih sama. Hanya ada renovasi sedikit membuat area balkon di teras rumah. Balkon untuk tempat aku bertanam. Aku menyibukkan diri dengan bertanam sayur di balkon selain membuat asinan buah andalanku."Kok sudah pulang, Mas?" Hendak aku lepaskan kedua tangannya yang melingkar di perutku, tetapi dia malah mengeratkan pelukannya."Aku bosnya

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 50. Kedatangan Bu Marni

    Baru saja Stella tenang, kami kembali dikejutkan dengan keramaian warga di depan rumah. Kami semua keluar rumah kecuali Pak Hadi yang menjaga Stella di dalam kamarnya."Dia menculik Stella dari rumah sakit!" "Hadi gila!" Brak brak brakBu Marni benar-benar tidak beretika sama sekali. Harusnya dia masuk dan bicara baik-baik. Malah sebaliknya, berteriak di luar seperti orang kesetanan ditambah pakaiannya yang compang camping. Masih terlihat bekas kecelakaan di kepalanya. "Bu Marni, apa yang anda lakukan disini?" Terpaksa aku bertanya atas tujuannya datang kemari."Lihatlah! Dua orang wanita ini adalah selingkuhan Hadi. Dan dua lelaki di sampingnya adalah anak buah Hadi. Hahahahah!" Aku merasa ada yang aneh dengan keadaan Bu Marni saat ini. Mas Anton meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. Entah siapa yang akan dihubungi."Bu Marni yang cantik dan baik hati!" Seketika senyum Bu Marni mengembang karena rayuan Mas Anton. "Kita duduk dulu disana yuk! Kita minum teh bareng!" Bu Marni

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 49. Hampir Bunuh Diri

    Hari ini hari minggu bertepatan dengan jadwalnya kepulangan Stella dari rumah sakit. Aku dan Mbak Mira sudah berencana untuk mengantar makanan matang saat mereka bertiga sampai di rumahnya supaya Bu Asti tidak lagi memasak makanan sepulang dari rumah sakit. Sejak subuh aku sudah berkutat dengan beberapa menu makanan. Ada sayur lodeh, bakwan jagung dan ayam goreng. Menu inilah yang nantinya akan aku bawa ke rumah Pak Hadi. Sedangkan Mbak Mira bertugas membuat jajanan pasar atau cemilan lainnya."Sayang!" Selalu saja mengejutkanku dari belakang dengan kedua tangan yang melingkar di perutku."Ada apa? Aku sedang masak, jadi belum bisa diganggu!" Sahutku sambil mengaduk sayur lodeh yang mulai mendidih."Nggak ada apa-apa. Seneng aja peluk kamu dari belakang!" Sesekali dia mencium leher jenjangku jika sudah seperti ini."Sudah nanti aja cium-ciumnya. Duduk saja di kursi, biar semua masakan ini cepat selesai!" Akhirnya dia duduk di kursi. Desain dapur mirip seperti mini bar membuatku selal

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 48. Mulut Bu Marni

    Bu Endang kembali pulang, namun mulutnya tidak berhenti menggerutu karena gagal mendapat info dari kami. Aku lihat sesekali dia merapikan jambul kebanggaannya ketika berpapasan dengan warga. Begitulah sosok Bu Endang di kampung kami yang mirip sekali dengan wartawan."Akhirnya si Nenek gayung pulang juga!" Celetuk Mbak Mira melihat Bu Endang yang pergi meninggalkan warung Mbak Mira. "Iya, pengen aku lurusin aja itu jambulnya!" "Jadi apa nanti kalau jambulnya lurus!" Kami semua tertawa usai melihat aksi Bu Endang. Kami menikmati sajian makan siang dari Mbak Mira. Sungguh, ini sangat enak sekali. Aku lihat, Rizky juga sangat menikmati gulai nangka muda buatan Mbak Mira, sama seperti Mas Anton. Lauk apapun akan enak rasanya asalkan ada gulai nangka. Sepertinya aku harus belajar resep ini pada Mbak Mira supaya aku bisa memuaskan perut Rizky."Mbak juga sudah siapkan di rantang untuk kalian bawa pulang!" Ternyata di sampingku sudah ada rantang berisi gulai nangka."Ah, terima kasih Mbak

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 47. Kabar Baik

    Sesuai dengan rencana kami sebelumnya, Rizky mengantar aku, Mbak Mira dan juga Bu Asti ke rumah sakit sebelum bekerja. Awalnya dia berencana untuk tetap ambil cuti, hanya saja ada pertemuan penting dengan salah satu rekannya hari ini. Terpaksa Rizky mengurungkan niatnya menemani kami semua. Mbak Mira dan Bu Asti membawakan baju ganti kepada Mas Anton dan juga Pak Hadi. Tidak lupa makanan juga sudah disiapkan para istri dari rumah. Kami menikmati sarapan di ruang tunggu kecuali Pak Hadi yang memilih sarapan di dalam ruang rawat inap."Apakah semalam Stella sudah sadar, Mas?" Tanyaku pada Mas Anton. "Sudah, tetapi hanya sebentar saja setelah itu kembali tertidur!" Sahut Mas Anton. Pasti Pak Hadi merasa terpukul melihat kondisi anaknya saat ini."Semalam Stella bahkan menangis dan meminta maaf kepada ayahnya!" Berita ini benar-benar cukup membahagiakan. Apalagi Stella meminta maaf kepada Ayahnya. Selama ini jarak Stella dengan Pak Hadi cukup jauh. Itulah sebabnya Stella sering membanta

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 46. Pengangkatan Rahim

    Keesokan harinya, Rizky sudah kembali bekerja di salah satu restoran miliknya. Sedangkan aku, menikmati kegiatanku membuat asinan sebagai kesibukanku di rumah. Rencana nanti sore, aku dan Rizky akan berkunjung ke warung Mbak Mira sekalian mengirim asinan buatanku.Sore sepulang kerja, aku dan Rizky berkunjung ke warung Mbak Mira. Kami menggunakan motor matic karena lokasi tidak terlalu jauh. Kedatangan kami disambut hangat oleh Mas Anton, Pak Hadi dan Mbak Mira. Aku melihat rumah mantan suamiku sudah terlihat bersih. Mungkin sudah laku oleh pembelinya."Pengantin baru, jalan-jalan pakai motor biar tambah romantis!" Celetuk Mas Anton membuatku malu."Kau selalu menggodaku, Bang!" Sahut Rizky sambil melempar kulit kacang ke arah Mas Anton. Mereka berdua sudah seperti kakak adik."Mbak, ini ada tiga puluh bungkus!" Aku meletakkan semua asinan milikku di lemari es yang ada di warung. "Siap, Arin!" Sahut Mbak Mira tengah sibuk mengaduk teh.Tiba-tiba terdengar suara ramai dari salah satu

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 45. Mimpi Buruk

    Mas Anton menghampiri kami berdua dan mengajak Rizky mengibrol berdua. Entah apa yang mereka bicarakan karena terlihat sangat serius sekali. Aku mengalihkan rasa ingin tahuku dengan mengobrol bersama yang lain. Mbak Mira dan Bu Asti adalah keluarga di kota. Meski bukan berasal dari hubungan darah yang sama, tetapi dari dulu aku nyaman bersama mereka berdua."Sering-sering mampir ke warung, Rin. Andai sekomplek, pasti warung nanti akan ramai!" Celetuk Mbak Mira."Nanti Arin pasti akan sering main kesana, Kak jika memang lagi senggang!""Janji ya?" "InsyaAllah. Oh ya, Mbak. Arin masih boleh nitip asinan di warung Mbak Mira?" Teringat dulu pernah bikin usaha kecil-kecilan. Setidaknya aku punya penghasilan sendiri selain dari suamiku. Meski aku tahu nafkah dari suami sangatlah besar bagiku."Boleh dong! Apa Rizky mengijinkanmu usaha asinan lagi?" "Entahlah. Nanti Arin bicara dulu padanya. Kalau diijinkan ya alhamdulillah!" Aku tidak mau mengambil keputusan sepihak karena apapun harus ad

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 44. Ketemu Pelakunya

    Aku memberanikan diri keluar dari dapur dan mencari keberadaan Ibu. Ruang keluarga terasa sangat sepi tidak ada seorangpun. Padahal biasanya ruang keluarga adalah ruangan yang paling ramai. Meski hanya sekedar menonton bola bersama. Aku mencari keberadaan orang-orang ke ruang tamu, namun ternyata tidak ada orang juga. Hingga akhirnya aku terpaksa ke toko, hanya saja harapanku nihil. Aku benar-benar sendirian di rumah. Rizky juga tidak ada di kamar. Aku duduk di ruang tamu dan melantunkan harapan untuk keselamatan seluruh keluargaku. ArghTerdengar suara erangan dari arah samping rumah. Ingin sekali aku berjalan ke sumber suara tersebut, namun aku tidak cukup berani untuk melakukannya.HahahahahTerdengar tawa keras usai suara erangan. Tanganku bergetar hebat ketika salah satu kursi bergerak sendiri. Ingin berteriak namun tidak bisa. Tubuhku seperti sudah terkunci untuk menyaksikan kejadian di luar nalar.Lagi-lagi aku mendengar suara teriakan dan rapalan surah untuk ruqyah. Aku penas

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 43. Sah

    Mungkin ini keputusan yang tidak masuk akal. Karena teror, akhirnya pernikahanku dimajukan dari rencana awalnya. Bapak meraih ponsel miliknya dan menghubungi Rizky. Aku mendengar Bapak menjelaskan semua yang terjadi padaku termasuk teror lagi. Bapak juga memberitahu Rizky jika ada sosok lelaki yang datang setelah dirinya pergi. Ah, aku tahu Bapak mungkin tidak sanggup jika putri kecilnya akan mendapatkan teror lebih banyak lagi sehingga memutuskan untuk menikahkan dan nantinya aku bisa pergi dari kampung ini mengikuti suamiku.Dan singkat cerita, akhirnya pernikahanku dilanjutkan satu minggu lebih cepat dari rencana sebelumnya dan hari ini ini pernikahanku digelar. Meski hanya sebatas akad nikah saja tetapi aku sudah cukup bahagia. Bang Akhwan juga turut hadir menjadi saksi dalam pernikahan keduaku.Dalam proses akad ini, aku sengaja hanya menggunakan riasan sederhana saja. Salah satu jasa rias pengantin membantu merias wajahku supaya lebih cantik. Jujur saja, meski ini pernikahan ked

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status