Hari yang cerah seakan menambah semangat baru. Tak terkecuali bagi Miranda, ia mencoba untuk mengikhlaskan masalah yang terjadi belakangan ini. Senyuman tulus kini memancarkan kecantikan alaminya. Sambil mencuci sayur-sayuran yang baru saja ia beli di pasar. Padahal, kini ia telah menjadi nyonya namun kesederhanaan Miranda memang jarang ditemui oleh wanita-wanita pada umumnya.
Dari arah pintu, Yunita menyilangkan kedua tangannya dan memandangi Miranda dari arah belakang. Yunita berjalan mendekat kearahnya dan menyapa Miranda. “Hai, kamu lagi ngapain?” tanya Yunita. Miranda tersenyum dan berkata, “Aku lagi nyuci sayuran”Terlihat, Yunita tersenyum namun seakan ada hal yang ia pikirkan dibalik senyuman itu. Yunita pun mengatakan bahwa ia tidak ingin mengganggu Miranda dan memutuskan pergi ke luar dapur. Sementara Miranda tetap melanjutkan aktivitasnya. Sebenarnya, Yunita tidak benar-benar pergi menjauh. Ia malah mengintip dibalik pintu dengan memikirkan rencana yang terlintas di pikirannya.“Aku akan membuat kamu semakin dibenci Kelvin” gumam Yunita sembari berlalu.Di teras rumah, Kelvin masih termenung. Ia belum ikhlas dengan kepergian kedua orang tuanya yang menyakiti hati. Dalam kesedihan, tersulit kobaran api dendam pada diri Kelvin. Yunita berjalan kearah teras, tanpa berpikir panjang ia mulai duduk disamping Kelvin.“Kelvin, aku yakin kedua orang tua kamu pasti sudah tenang di alam surga” ujar Yunita.HUf~Kelvin menghembuskan nafasnya seakan hal tersebut dapat membuat bebannya menjadi berkurang. Yunita mulai menyentuh pergelangan tangan Kelvin dan terus memotivasi. Kelvin menatap wajah Yunita dan berkata, “Terimakasih Yunita, kamu memang sahabat terbaikku” ujar Kelvin.Miranda mulai menggoreng sayur bayam yang telah berisi bumbu di penggorengan. Dengan lihai dia berhasil menciptakan aruma masakan yang khas hingga dicium sampai ke teras rumah. Kelvin menyadari ada bau masakan enak dan dia pun bertanya pada Yunita.“Yunita, siapa yang masak didalam?” tanya Kelvin.“Istri kamu” ujar Yunita.Mendengar itu raut wajah Kelvin mendadak masam seperti kehilangan selera makan. Yunita mengajak Kelvin untuk masuk ke dalam namun Kelvin menolak dan mengatakan bahwa ia tidak mau memakan masakan Miranda. Yunita berusaha membujuk Kelvin hingga hati Kelvin pun luluh.“Aku coba cek dulu ya!” seru Yunita.Yunita masuk kedalam dan melihat Miranda yang sudah membawa masakannya ke meja makan. Yunita sumringah dan bertanya, “Wahhh sudah selesai memasak ya?” Miranda menengguk sambil malu-malu. Miranda merasa belum percaya diri jika masakannya itu dilihat orang lain.Sebelumnya, yang tahu rasa setiap Miranda memasak hanyalah Cleo dan kini Miranda harus berhadapan dengan Kelvin dan Yunita. Tidak dapat dipungkiri, Miranda merasa tidak percaya diri apalagi saat melihat status Yunita yang bekerja sebagai psikolog.“Coba kamu panggil Kelvin untuk makan bersama” ujar Yunita.Miranda terkejut lalu menggelengkan kepalanya. Miranda malah meminta Yunita untuk memanggil suaminya. Yunita mengatakan bahwa dirinya tidak ada hak untuk itu karena yang menjadi istri Kelvin bukanlah dirinya melainkan Miranda.Mendengar perkataan Yunita, Miranda akhirnya mau menemui Kelvin. Melihat situasi sudah sepi, Yunita mulai beraksi. Dia meraih sesuatu yang ia simpan dikantong celana dan menaburkan bubuk itu ke sayu bayam, sambal dan ikan panggang. Sambil tersenyum puas, Yunita pun pura-pura masuk kedalam kamar tidur.Miranda sedikit gugup berhadapan dengan Kelvin. Dengan hati-hati, Miranda mulai mengajak Kelvin untuk makan bersama. Kelvin protes karena yang datang bukanlah Yunita. Namun demikian, Kelvin tetap berdiri dan meninggalkan Miranda.“Aku harus tegar” gumam Miranda yang ikut berjalan di belakang Kelvin.Bertepatan dengan itu, Yunita pun datang ke meja makan dan melihat Kelvin maupun Miranda sudah lebih dulu duduk di sana. Yunita memuji kedekatan Kelvin yang duduk satu meja dengan Miranda. Miranda semakin tersipu malu sementara Kelvin tidak menggubris.“Ayo Yunita, kita mulai makan” ajak Miranda pada Yunita.“Jadi, kalian tidak makan duluan ya?” tanya Yunita.“Aku tidak mau makan tanpa kamu” ujar Kelvin.Yunita tersenyum namun tidak bagi Miranda. Ada hal aneh yang baru saja ia dengar dari mulut Kelvin. Mereka mulai makan dengan lahap dan memang masakan Miranda sangat enak sehingga membuat Kelvin begitu lahap memakannya. Berbeda halnya dengan Yunita, dalam hatinya mengakui masakan Miranda memang enak namun melihat ia telah memberikan bubuk tadi, Yunita menjadi sedikit membatasi laju makannya.Tidak lama kemudian, perut Kelvin langsung berbunyi dan dibarengi dengan rasa mulas. Hal itu juga senada dengan yang dirasakan Yunita maupun Miranda. Hingga ketiganya harus masuk ke kamar mandi yang berbeda. Kebetulan di rumah Kelvin, ada empat kamar mandi sehingga mereka tidak perlu mengantri untuk masuk kedalam kamar mandi. Setelah keluar masuk kesekian kalinya, Yunita pun memesan obat diare pada salah satu temannya.Tidak lama kemudian, datanglah temannya ke rumah Kelvin. Dia bernama Mulan, teman dekat Yunita sedari kecil. Mulan juga mengenal Kelvin dan begitupun juga sebaliknya. Setelah mengantar obat diare, Mulan memutuskan untuk pulang karena ia harus menjaga warung. Kelvin hendak membayar namun Mulan menolaknya dengan halus. Setelah mereka meminum obat diare, akhinya mereka tidak lagi merasa mulas-mulas. Namun, Kelvin merasa ada hal yang janggal. Dia menatap Miranda dan mencekik lehernya dengan kasar sembari berkata kasar.“Ini pasti gara-gara kamu! Kamu sengaja meracuni kami!!!” bentak Kelvin pada Miranda hingga Miranda hampir saja dibuat pingsan olehnya.Yunita berhasil melepaskan tangan Kelvin yang semula mencekik Miranda. Miranda pun batuk-batuk dan ditolong oleh Yunita dengan memberikan air minum pada Miranda. Berbeda halnya dengan Yunita, kelvin pun langsung pergi tanpa meminta merasa menyesal dengan perbuatannya itu.Melihat Kelvin pergi, wajah Yunita yang tadinya khawatir kini mendadak tersenyum menyeringai. Ia merasa ekting dirinya bisa diacungkan jempol dan tidak ada yang mencurigainya bahwa Yunita hanyalah berpura-pura baik dihadapan mereka. Terutama pada Miranda, Yunita ingin menyingkirkan Miranda namun menggunakan cara halus dan membutuhkan waktu cukup lama untuk menyingkirkannya.“Terimakasih Yunita” ujar Miranda sedih.“Iya, Miranda. Apa kamu tidak apa-apa? Atau... Apa perlu aku antar kamu ke rumah sakit?” tanya Yunita.Miranda menggelengkan kepalanya dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Hanya perlu beristirahat untuk menenangkan kondisi jiwanya yang saat ini masih terguncang. Yunita mengangguk dan mengantar Miranda hingga kedepan pintu kamar.“Sudah, cukup. Aku bisa masuk sendiri” ujar Miranda.“Baiklah, kamu harus banyak beristirahat ya! Maaf, soal masalah tadi” ujar Yunita.“Tidak apa-apa kok. Masalah tadi juga bukan karena kesalahan kamu tapi ini murni atas kesalahan aku. Sebelumnya, aku tidak ada niatan untuk meracuni kalian dan aku minta maaf” ujar Miranda.Setelah berkata demikian, Miranda pun menutup pintu kamarnya. Yunita mengernyitkan dahi, dalam hatinya pun berkata, “Dasar wanita bodoh... Begitu mudahnya aku menipumu!”Yunita membalikkan badannya dan hendak menuju ke arah kolam renang. Namun, sebelum sampai ke kolam renang, tiba-tiba saja ponsel Yunita bergetar dan terlihat ada satu pesan masuk. Dengan cepat Yunita membuka pesan tersebut. Yunita kembali tersenyum saat selesai membalas pesan.“Kamu tidak akan mendapatkan harta secuil pun meskipun aku telah berjanji” gumam Yunita.Rupanya, baik Yunita maupun Mulan, mereka sama-sama telah melakukan kerjasama dalam mengelabuhi Miranda maupun Kelvin. Obat untuk memicu diare maupun mengobati diare juga dibeli dari dagangan Mulan. Untuk uang awal, Yunita telah memberikan Mulan uang sebanyak 500.000 rupiah. Yunita juga melibatkan Mulan dalam permainannya untuk menguras harta kekayaan Kelvin saat dirinya berhasil dipersunting Kelvin.Tentunya kerjasama ini tidaklah gratis. Yunita yang pandai membujuk dengan entengnya menjanjikan Mulan hal yang tidak akan pernah ia tepati. Yunita berjanji, jika dirinya telah resmi menikah dengan Kelvin malah sebagian hartanya akan dibagi kepada Mulan. Padahal, jika pun seandainya Yunita menikah dengan Kelvin, sebelum Mulan menagih janji padanya maka Yunita telah merencanakan untuk menyingkirkan Mulan dari kehidupan dirinya untuk selama-lamanya.“Kamu hanya fokus membantuku saat ini Mulan, tapi... Maafkan aku bila aku membalasmu dengan kematianmu” gumam Yunita sembari berlalu.Desi menghitung penjualan dagangannya dengan sangat hati-hati. Uang yang ia hitung kurang lebih jumlahnya mencapai jutaan. Seperti biasa, sebagian uangnya ia simpan ke dalam celengan ayam yang ia simpan di bawa meja dagangan. Dirasa ingin semakin makmur, Desi pun berniat untuk mengunjungi putrinya yang beberapa hari hilang kontak dengan dirinya. Disaat tengah sibuk menghitung uang, datanglah ibu Ima selaku ibu RT di desa tempat Desi tinggal. Melihat kedatangan ibu Ima, Desi pun dengan ramah menyapanya. “Eh... Ada Bu RT” sapa Desi. Dia menuntun Ima untuk duduk di kursi plastik yang baru saja ia ambil di bawah meja dan ditaruh dekat dengan tempat duduknya.“Mau beli apa ya Bu RT?” tanya Desi. ia sangat yakin Ima akan membeli dagangannya.“Begini, Bu Desi. Suami saya ingin mengadakan rapat. Yah... Ibu Desi tahu sendiri kan bahwa sebentar lagi jabatan suami saya akan berakhir” ujar Ima.Desi semakin kegirangan ketika ia diberikan sebuah amplop entah berisi apa. Kata Ima, amplop itu untuk
Sesuai dengan janjinya, Desi telah mengumpulkan beberapa warga ke rumah Ima. Sampai disana, Ima dan suaminya keluar dari dalam rumah dan menyambut kedatangan Desi, dkk dengan ramah. Ima menuntun mereka untuk duduk di teras rumah dengan halaman yang cukup menampung mereka. Ima juga meminta pembantunya untuk membagikan beberapa bingkisan kepada para warga yang sudah datang di tempat.“Kalau urusan bingkisan, paling aku suka!” gumam Desi dengan kegirangan.Tepat pada gilirannya, bingkisan dua kali lipat diberikan pada desi. Dengan alasan bahwa Desi telah menjadi pendorong para warga untuk datang ke rumah pak RT dan Bu RT. Satu bungkus bingkisan berisi beberapa kebutuhan lauk seperti beberapa mie sedap goreng, beras lima kilogram, minyak goreng dua puluh liter, telur, tepung terigu hingga beberapa kebutuhan lainnya.“Untuk pencoblosannya tanggal berapa ya Bu RT?” tanya Desi.“Pertanyaan yang bagus sekali! Baik, untuk tanggal pencoblosannya akan dilaksanakan dua minggu lagi dan saya berhar
Miranda duduk di teras rumah dengan seorang diri. Saat ini juga sudah hari sudah malam, namun suaminya belum kunjung pulang. Berhubung Miranda duduk di teras, dengan mudah dirinya bisa melihat tamu yang hendak ingin mampir ke rumah. Seperti hari ini, Desi datang dengan naik ojek online. Miranda yang melihat ibunya, dengan cepat membukakan pintu gerbang rumahnya.“Ibu, syukurlah Ibu kesini” ujar Miranda penuh haru. Baginya, kedatangan ibunya adalah sosok pelindung yang tiada duanya.Berbeda halnya dengan Miranda yang terlihat begitu sumringah, Desi malah menunjukkan wajah masam seperti sedang memikirkan sesuatu.“Ibu kenapa?” tanya Miranda.“Apa kita akan berdiam diri disini? Ibu kegigit nyamuk!” teriak Desi sembari menggaruk-garuk tangannya secara bergantian kiri dan kanan.“iya, Bu” ujar Miranda lembut.Miranda mempersilahkan Desi untuk masuk ke dalam rumahnya. Sesampainya di sana, Desi sudah dimanjakan dengan beraneka hidangan enak-enak hingga Desi merasa kekenyangan. Melihat ibunya
Miranda telah selesai memasak makanan dan menaruhnya ke atas meja makan. Terlihat, Desi sudah tidak sabar ingin melahap masakan enak tersebut. Miranda tersenyum dan mempersilahkan ibunya untuk makan. Desi begitu lahap memakan masakannya putrinya dan membuat Miranda senang.“Kalau mau nambah lagi bisa kasih tahu ke aku Bu” ujar Miranda.“Kalau sering kayak gini Ibu pasti bakalan sering main ke mari!” seru Desi.Disaat mereka tengah berada di ruang makan, datanglah Kelvin dari arah barat. Dia tidak bisa masuk ke dalam halaman rumah karena pintu pagar masih terkunci. Sesekali Kelvin membunyikan klakson mobilnya agar Miranda segera membukakan pintu untuknya. Di ruang tamu, Miranda mendengar bunyi klakson dan dia pun meminta izin kepada Desi untuk keluar sebentar.“Ibu, aku keluar dulu. Kayaknya suamiku sudah pulang” ujar Miranda.“Ya, sana ladenin suami kamu biar makin banyak kamu bawa uang!” seru Desi.Miranda tidak membalasnya dan hanya tersenyum manis. Lalu dia pun keluar dari ruang ma
Kelvin duduk di kursi dan melihat keadaan Yunita yang masih tertidur pulas. Kelvin meraih tangan Yunita dan merasakan keringat dingin ditangan wanita itu. Disaat Kelvin tengah fokus melihatnya, Yunita pun terbangun dan langsung berlari menuju ke arah kamar mandi. Kelvin tidak mengejar dan memilih untuk menunggu di kamar tidur. Terdengar suara Yunita yang tengah memuntahkan sesuatu. Setelah selesai, Yunita kembali dengan raut wajah yang sudah lumayan segar.“Apa aku mabuk berat!” tanya Yunita pada Kelvin, sambil kembali merebahkan tubuhnya sendiri ke kasur.“Iya. Untung aku datang tepat pada waktunya” ujar Kelvin.“Kamu memperdulikan aku?” tanya Yunita kembali.Kelvin tersenyum sekilas lalu menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengiyakan. Mereka pun asyik mengobrol dan membuat Yunita semakin senang ketika ia sadar bahwa Kelvin tengah berada di dalam kamar tidur. Dengan sengaja Yunita meraih tangan Kelvin dan memintanya untuk menemaninya malam ini. Kelvin masih menganggap Yunita dalam k
“Ayo kita turun!” seru Yunita bersemangat.Terlihat, mereka tengah memakirkan mobil di parkiran gedung yang super besar. Miranda sampai melongo melihat gedung itu. Dengan pasrah Miranda pun turun dari mobil mengikuti Yunita yang lebih dahulu turun dari mobilnya. Mereka berjalan menuju ke pintu kaca besar dan setiap kali Yunita berjalan, orang-orang pasti akan menyapanya dan dengan ramah dibalas oleh Yunita.Kini, mereka sudah berada di lantai empat dengan gedung yang tinggi membuat jantung Miranda berdebar kencang. Ia takut dengan ketinggian dan bila tidak sengaja melihat ke arah jendela, bisa dibayangkan bagaimana reaksi Miranda ketika melihatnya. Yunita tidak terlalu fokus melihat Miranda karena dirinya memilih untuk fokus dengan rencananya tersebut.Tepat saat di ruangan, Yunita pun terlihat berbincang dengan seorang wanita tinggi semampai. Mereka kelihatan begitu dekat seperti sudah mengenal sejak lama. Hingga Yunita mulai memperkenalkan wanita itu kepada Miranda. Terlihat Miranda
Hujan badai tiba-tiba saja turun di tengah malam. Miranda kembali berjalan sempoyongan dengan kondisi yang sudah acak-acakan. Berharap ada orang lain yang melihatnya dan membantunya untuk sekedar berteduh saja. Matanya mulai meremang-remang dan akhirnya tubuhnya ambruk di pinggir jalan. Malam telah berlalu dan kini pagi telah menyapa. Beberapa orang tengah berkerumunan melihat seseorang yang tengah pingsan dijalan. Beberapa dari mereka juga turut menolong wanita itu. Dia adalah Miranda, wanita malang yang kini tengah ditolong warga setempat.“Apa kita bawa ke rumah sakit?” tanya salah satu warga.“Kita lihat dulu kondisinya apakah dia bisa sadarkan diri atau tidak” ujar warga lainnya.Miranda dapat mendengar percakapan mereka dan samar-samar penglihatannya pun mulai pulih dan kini Miranda telah sadar dari pingsannya. Mereka terlihat bersyukur ketika melihat Miranda sudah sadarkan diri.“Akhirnya sudah sadar”“Minum dulu air putihnya dik”Begitulah kalimat yang dapat Miranda dengar. De
Setelah beberapa menit berkeliling, Miranda pun memutuskan untuk mencari warung. Sudah sedari tadi dirinya belum sempat memakan nasi sehingga perutnya pun sudah mulai memberontak. “Aku harus makan” gumam Miranda dalam hatinya.Tepat disamping toko Indomaret, terlihat ada warung kecil. Dalam hati Miranda, dirinya akan membeli makanan di warung tersebut. Tanpa basa-basi, Miranda pun mengarahkan mobilnya ke arah parkiran Indomaret karena tidak mungkin dirinya memarkir mobilnya di depan warung itu karena terlalu sempit. Mungkin, halaman warung tersebut hanya cukup memuat beberapa sepeda motor.Miranda yang sudah sampai langsung memesan makanan kepada pemilik warung dan diapun memilih tempat duduk yang sekiranya pas untuk suasana hatinya. Disaat menunggu itulah, Miranda kembali bertemu dengan Cleo. Ada perasaan sedih, kangen yang masih tersimpan pada hati kecilnya. Dulu, Miranda tidak pernah serumit ini ketika bersama Cleo, hari-hari selalu mereka habiskan dengan kebahagiaan. Miranda sanga