Di part sebelumnya Miranda dan Kelvin tengah berada di pemakaman. Disana Kelvin mengatakan bahwa Miranda yang menyebabkan kematian pada kedua orang tuanya tersebut. Miranda sedih dan hanya bisa menangis semetara Kelvin pergi meninggalkan Miranda yang sangat terpukul.
Sambil menatap Kelvin yang kian menjauh, Miranda pun bergumam, “Mengapa aku yang disalahkan hiks”Dalam kondisi kacau Kelvin pun mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi hingga hampir saja mencelakakan dirinya sendiri. Untungnya takdir berkata lain dan Kelvin pun selamat. Beberapa orang menolong Kelvin dan membawanya ke pinggir jalan. Walaupun ia merasa perih di pergelangan tangannya karena luka. Namun demikian, luka seperti itu tidak sebanding dengan kekesalannya pada Miranda yang luar biasa.“Maaf Bang, saya tidak melihat Abang” ujar pria yang menyebabkan Kelvin terjatuh dari sepeda motor.“Santai saja, saya tidak apa-apa” ujar Kelvin yang mulai naik ke atas sepeda motornya.“Sekali lagi saya minta maaf Bang” ujar pria tersebut.Perjalanannya menuju ke rumah Yunita pun sudah sampai dan saat Yunita menyambut kedatangan Kelvin, raut wajahnya berubah drastis ketika melihat tubuh Kelvin yang luka-luka. Namun meskipun begitu, Yunita tidak menegurnya lebih dulu.“Ayo duduk dulu” ujar Yunita dengan ramah.Kelvin terlihat murung dan matanya memerah. Dengan pikiran kacau Kelvin pun menceritakan semuanya pada Yunita. Terlihat, Yunita juga kaget dengan apa yang keluarga Kelvin alami.“Yunita, aku benar-benar tidak tahu apakah aku bisa melewatinya? Aku kehilangan kedua orang tuaku dengan cara yang seperti ini” ujar Kelvin dengan sedih.“Ini semua karena takdir. Kita tidak akan tahu kedepannya kita seperti apa. Kamu harus kuat dan jangan pantang menyerah” ujar Yunita yang tidak tahu harus berbuat apa.Reyhan menatap wajah Yunita dan berkata, “Hanya kamu yang bisa ngertiin aku. Aku sangat berhutang budi sama kamu” ujar Reyhan.Yunita tersenyum lalu menyentuh luka Kelvin hingga Kelvin menjerit kesakitan. Kelvin heran mengapa Yunita menyentuh lukanya? Yunita menghela nafas lalu ia mulai menanyakan mengapa Kelvin sampai luka-luka. Dengan wajah lesu, Kelvin pun mengatakan bahwa ia habis mengalami kecelakaan.DRETTT“Siapa itu? Kenapa tidak kamu angkat?” tanya Yunita.“Telepon dari orang yang telah menyebabkan kedua orang tuaku meninggal! Tidak sudi rasanya aku mengobrol dengannya!!!” seru Kelvin kesal.Yunita mengangguk saja karena ia sadar saat ini Kelvin masih merasa kehilangan. Ia tidak ingin membuat kondisi Kelvin semakin panas. Di sisi lain, hal ini akan menjadi kesempatannya dalam kembali mendekati Kelvin. Apalagi, kedua orang tua Kelvin yang selama ini menjadi penghalang baginya menguasai harta kekayaan Kelvin kini telah tiada.***Malam yang sepi membuat Miranda kesepian. Bagaimana tidak? Rumah besar dan sangat luas kini hanya si huni oleh dirinya dan kelvin. Apalagi, Kelvin pun tidak kunjung pulang hingga larut malam. Miranda sudah berusaha menghubungi maupun mengirimkan pesan kepada suaminya namun tidak ada satupun digubris oleh Kelvin. Dalam kesendirian, Miranda hanya berharap Kelvin segera pulang untuk menemaninya di rumah tersebut.Tidak lama kemudian, suara mobil sedang menuju ke arah parkiran dan Miranda meyakini itu adalah suaminya. Dengan cepat ia berlari dari lantai dua menuju ke lantai satu hingga sampai area ke parkiran. Sesampainya di sana, Miranda berdiri saat melihat Kelvin keluar dari dalam mobil. Miranda kembali mendekati dan mulai bertanya pada suaminya.“Kenapa baru pulang?” tanya Miranda.Kelvin terdiam lalu tiba-tiba pintu mobil yang satunya terbuka lagi. Terlihat Yunita tengah turun dari mobil Kelvin. Miranda heran dengan wanita asing tersebut mengapa wanita itu ikut sampai ke rumah Kelvin? Aura Yunita sangat sosialita dengan menggunakan tas mewah, kacamata hitam hingga sepatu hak tinggi. Hal itu juga selaras dengan kecantikan Yunita yang semakin membuatnya mempesona. Melihat kesempurnaan Yunita, Miranda menjadi sedikit insecure alias rendah diri. Padahal, kecantikan Miranda bahkan lebih sempurna daripada Yunita, hanya saja Miranda tidak bisa menggunakan pakaian yang cocok sesuai dengan style dan tidak bisa merias wajah.“Kamu siapa?” tanya Miranda ketika menyadari bahwa Yunita sangat asing dimatanya.Belum sempat Yunita menjawab, tiba-tiba sudah dijawab oleh Kelvin dengan berkata, “Dia psikologiku yang akan menangani perasaan ini!” seru Kelvin dengan tegas kearah Miranda.“Hail, perkenalkan aku Yunita” ujar Yunita sambil tersenyum dan menjulurkan tangannya ke arah Miranda.“Aku... Aku Miranda” ujar Miranda membalas jabatan tangannya.“Mulai sekarang Yunita akan tinggal disini. Jadi, kamu harus melayaninya juga. Seperti memasak untuk kami dan lain sebagainya” ujar Kelvin.“Mas... Kok sampai membawa psikolog? Terus kok tinggal disini?” tanya Miranda kebingungan.“Kamu ini cerewet sekali, sana minggir!!!” Kelvin mendorong tubuh Miranda untuk minggir dari hadapannya. Miranda dapat melihat tangan Kelvin meraih tangan Yunita dan mereka langsung meninggalkan Miranda yang saat ini masih terkejut sekaligus merasa tidak dihargai oleh suaminya.Didalam ruangan Kelvin mencoba menanyakan ke Yunita ruang kamar mana yang akan Yunita pilih karena didalam rumahnya ada sepuluh kamar tidur yang bagus-bagus. Dengan cepat Yunita memilih kamar tidur yang bersebelahan dengan kamar tidur Kelvin. Tanpa ada kecurigaan Kelvin pun menyetujuinya.“Ayo, sekarang aku buka pintunya” ujar Kelvin.Setelah membuka kamar tidur yang di pilih oleh Yunita, Yunita sampai termenganga melihat kamar tidur tersebut. Karena di dalam kamar tidur itu sangat estetik sesuai dengan kesukaannya. Yunita pun mulai berjalan masuk dan mengeceknya. Satu ruangan kamar tidur sudah begitu lengkap dengan diisi kamar tamu kecil dan kamar mandi. Lalu setelah puas ia menghampiri Kelvin yang masih berdiri mematung di luar pintu kamar tidur.“Bagaimana, apa kamu suka? Atau mau cek kamar tidur yang lain?” tanya Kelvin.“Sangat suka! Btw, aku istirahat dulu” ujar Yunita.“Iya, aku harap kamu nyaman tidur di kamar ini” ujar Kelvin.Yunita tersenyum dan mulai menutup pintu. Kelvin yang sudah lelah itu memutuskan untuk masuk ke dalam kamar tidurnya. Sesaat kemudian, Miranda datang dan membuat kenyamanan Kelvin terganggu. Dengan nada tinggi Reyhan pun membentak Miranda, “NGAPAIN KAMU MASUK KESINI!!!”“Aku... Aku ingin tidur” ujar Miranda dengan lemah.“Kemas barangmu dan jangan masuk lagi ke kamarku. Karena mulai sekarang kamu tidak boleh masuk kesini lagi!!!” seru Kelvin dengan emosi.Miranda mengangguk pelan ia mulai berkemas. Sementara di kamar Yunita, ia sangat jelas mendengar suara keributan tersebut. Miranda yang sudah selesai berkemas tersebut langsung di tarik paksa oleh Kelvin ke keluar pintu dan mendorong tubuh Miranda hingga terjatuh ke lantai. Setelah itu, Kelvin kembali menutup dan menguncinya pintunya.Miranda berjalan ke lantai satu. Saat berjalan Yunita tiba-tiba saja mengikutinya dan menyapa Miranda. Yunita terlihat begitu ramah kepada Miranda. “Kamu mau kemana?” tanya Yunita dengan lembut. Seakan-akan ia tidak mengetahui keributan di rumah tangga pasangan muda tersebut.Menyadari ada orang lain di hadapannya, Miranda pun menyeka air matanya agar tidak kelihatan sedang menangis. Sambil tersenyum paksa, Miranda mulai berkata.“Aku sedang mencari kamar tidur yang lain” ujar Miranda.“Loh... Kok kamu malah pindah kamar tidur?” tanya Yunita.“Aku ingin tidur di kamar yang lain agar bisa sedikit rileks” ujar Miranda sambil tersenyum.Yunita mengangguk dan membiarkan Miranda pergi. Ia hanya menatap punggung wanita muda tersebut hingga masuk ke kamar tidur. Yunita menghela nafas dan kembali masuk ke kamarnya sendiri.Di kamar tidur yang baru Miranda kembali sesenggukan. Tidak tahu lagi kemana ia harus mengadu kesedihannya tersebut. Teman dekat tidak punya dan mempunyai ibu kandung namun tidak pernah peduli terhadap kondisi dirinya sejak kecil. Hanya kedua mertuanya sendirilah yang memperlakukan Miranda seperti manusia yang sebenarnya.“Mengapa kalian pergi dengan secepat ini hiks”Malam ini udara begitu terasa seakan kesuraman sedang menyelimuti hatinya. Dalam kesedihannya tersebut tersimpan rasa ketakutan yang amat ia cemaskan. “Dapatkah aku mempertahankan rumah tangga ini?” tanya Miranda pada hatinya sendiri.Miranda menghela nafas dan menghembuskan nafasnya dengan pelan. Ia berusaha untuk menyemangati dirinya sendiri dan akan menjaga rumah tangga yang baru saja ia rasakan. Miranda yakin bahwa psikolog tersebut akan menyembuhkan rasa sakit hati Kelvin terhadap dirinya. “Besok aku akan meminta tolong kepada psikolog tersebut” gumam Miranda dari dalam hati.Hari yang cerah seakan menambah semangat baru. Tak terkecuali bagi Miranda, ia mencoba untuk mengikhlaskan masalah yang terjadi belakangan ini. Senyuman tulus kini memancarkan kecantikan alaminya. Sambil mencuci sayur-sayuran yang baru saja ia beli di pasar. Padahal, kini ia telah menjadi nyonya namun kesederhanaan Miranda memang jarang ditemui oleh wanita-wanita pada umumnya.Dari arah pintu, Yunita menyilangkan kedua tangannya dan memandangi Miranda dari arah belakang. Yunita berjalan mendekat kearahnya dan menyapa Miranda. “Hai, kamu lagi ngapain?” tanya Yunita. Miranda tersenyum dan berkata, “Aku lagi nyuci sayuran” Terlihat, Yunita tersenyum namun seakan ada hal yang ia pikirkan dibalik senyuman itu. Yunita pun mengatakan bahwa ia tidak ingin mengganggu Miranda dan memutuskan pergi ke luar dapur. Sementara Miranda tetap melanjutkan aktivitasnya. Sebenarnya, Yunita tidak benar-benar pergi menjauh. Ia malah mengintip dibalik pintu dengan memikirkan rencana yang terlintas di pikiran
Desi menghitung penjualan dagangannya dengan sangat hati-hati. Uang yang ia hitung kurang lebih jumlahnya mencapai jutaan. Seperti biasa, sebagian uangnya ia simpan ke dalam celengan ayam yang ia simpan di bawa meja dagangan. Dirasa ingin semakin makmur, Desi pun berniat untuk mengunjungi putrinya yang beberapa hari hilang kontak dengan dirinya. Disaat tengah sibuk menghitung uang, datanglah ibu Ima selaku ibu RT di desa tempat Desi tinggal. Melihat kedatangan ibu Ima, Desi pun dengan ramah menyapanya. “Eh... Ada Bu RT” sapa Desi. Dia menuntun Ima untuk duduk di kursi plastik yang baru saja ia ambil di bawah meja dan ditaruh dekat dengan tempat duduknya.“Mau beli apa ya Bu RT?” tanya Desi. ia sangat yakin Ima akan membeli dagangannya.“Begini, Bu Desi. Suami saya ingin mengadakan rapat. Yah... Ibu Desi tahu sendiri kan bahwa sebentar lagi jabatan suami saya akan berakhir” ujar Ima.Desi semakin kegirangan ketika ia diberikan sebuah amplop entah berisi apa. Kata Ima, amplop itu untuk
Sesuai dengan janjinya, Desi telah mengumpulkan beberapa warga ke rumah Ima. Sampai disana, Ima dan suaminya keluar dari dalam rumah dan menyambut kedatangan Desi, dkk dengan ramah. Ima menuntun mereka untuk duduk di teras rumah dengan halaman yang cukup menampung mereka. Ima juga meminta pembantunya untuk membagikan beberapa bingkisan kepada para warga yang sudah datang di tempat.“Kalau urusan bingkisan, paling aku suka!” gumam Desi dengan kegirangan.Tepat pada gilirannya, bingkisan dua kali lipat diberikan pada desi. Dengan alasan bahwa Desi telah menjadi pendorong para warga untuk datang ke rumah pak RT dan Bu RT. Satu bungkus bingkisan berisi beberapa kebutuhan lauk seperti beberapa mie sedap goreng, beras lima kilogram, minyak goreng dua puluh liter, telur, tepung terigu hingga beberapa kebutuhan lainnya.“Untuk pencoblosannya tanggal berapa ya Bu RT?” tanya Desi.“Pertanyaan yang bagus sekali! Baik, untuk tanggal pencoblosannya akan dilaksanakan dua minggu lagi dan saya berhar
Miranda duduk di teras rumah dengan seorang diri. Saat ini juga sudah hari sudah malam, namun suaminya belum kunjung pulang. Berhubung Miranda duduk di teras, dengan mudah dirinya bisa melihat tamu yang hendak ingin mampir ke rumah. Seperti hari ini, Desi datang dengan naik ojek online. Miranda yang melihat ibunya, dengan cepat membukakan pintu gerbang rumahnya.“Ibu, syukurlah Ibu kesini” ujar Miranda penuh haru. Baginya, kedatangan ibunya adalah sosok pelindung yang tiada duanya.Berbeda halnya dengan Miranda yang terlihat begitu sumringah, Desi malah menunjukkan wajah masam seperti sedang memikirkan sesuatu.“Ibu kenapa?” tanya Miranda.“Apa kita akan berdiam diri disini? Ibu kegigit nyamuk!” teriak Desi sembari menggaruk-garuk tangannya secara bergantian kiri dan kanan.“iya, Bu” ujar Miranda lembut.Miranda mempersilahkan Desi untuk masuk ke dalam rumahnya. Sesampainya di sana, Desi sudah dimanjakan dengan beraneka hidangan enak-enak hingga Desi merasa kekenyangan. Melihat ibunya
Miranda telah selesai memasak makanan dan menaruhnya ke atas meja makan. Terlihat, Desi sudah tidak sabar ingin melahap masakan enak tersebut. Miranda tersenyum dan mempersilahkan ibunya untuk makan. Desi begitu lahap memakan masakannya putrinya dan membuat Miranda senang.“Kalau mau nambah lagi bisa kasih tahu ke aku Bu” ujar Miranda.“Kalau sering kayak gini Ibu pasti bakalan sering main ke mari!” seru Desi.Disaat mereka tengah berada di ruang makan, datanglah Kelvin dari arah barat. Dia tidak bisa masuk ke dalam halaman rumah karena pintu pagar masih terkunci. Sesekali Kelvin membunyikan klakson mobilnya agar Miranda segera membukakan pintu untuknya. Di ruang tamu, Miranda mendengar bunyi klakson dan dia pun meminta izin kepada Desi untuk keluar sebentar.“Ibu, aku keluar dulu. Kayaknya suamiku sudah pulang” ujar Miranda.“Ya, sana ladenin suami kamu biar makin banyak kamu bawa uang!” seru Desi.Miranda tidak membalasnya dan hanya tersenyum manis. Lalu dia pun keluar dari ruang ma
Kelvin duduk di kursi dan melihat keadaan Yunita yang masih tertidur pulas. Kelvin meraih tangan Yunita dan merasakan keringat dingin ditangan wanita itu. Disaat Kelvin tengah fokus melihatnya, Yunita pun terbangun dan langsung berlari menuju ke arah kamar mandi. Kelvin tidak mengejar dan memilih untuk menunggu di kamar tidur. Terdengar suara Yunita yang tengah memuntahkan sesuatu. Setelah selesai, Yunita kembali dengan raut wajah yang sudah lumayan segar.“Apa aku mabuk berat!” tanya Yunita pada Kelvin, sambil kembali merebahkan tubuhnya sendiri ke kasur.“Iya. Untung aku datang tepat pada waktunya” ujar Kelvin.“Kamu memperdulikan aku?” tanya Yunita kembali.Kelvin tersenyum sekilas lalu menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengiyakan. Mereka pun asyik mengobrol dan membuat Yunita semakin senang ketika ia sadar bahwa Kelvin tengah berada di dalam kamar tidur. Dengan sengaja Yunita meraih tangan Kelvin dan memintanya untuk menemaninya malam ini. Kelvin masih menganggap Yunita dalam k
“Ayo kita turun!” seru Yunita bersemangat.Terlihat, mereka tengah memakirkan mobil di parkiran gedung yang super besar. Miranda sampai melongo melihat gedung itu. Dengan pasrah Miranda pun turun dari mobil mengikuti Yunita yang lebih dahulu turun dari mobilnya. Mereka berjalan menuju ke pintu kaca besar dan setiap kali Yunita berjalan, orang-orang pasti akan menyapanya dan dengan ramah dibalas oleh Yunita.Kini, mereka sudah berada di lantai empat dengan gedung yang tinggi membuat jantung Miranda berdebar kencang. Ia takut dengan ketinggian dan bila tidak sengaja melihat ke arah jendela, bisa dibayangkan bagaimana reaksi Miranda ketika melihatnya. Yunita tidak terlalu fokus melihat Miranda karena dirinya memilih untuk fokus dengan rencananya tersebut.Tepat saat di ruangan, Yunita pun terlihat berbincang dengan seorang wanita tinggi semampai. Mereka kelihatan begitu dekat seperti sudah mengenal sejak lama. Hingga Yunita mulai memperkenalkan wanita itu kepada Miranda. Terlihat Miranda
Hujan badai tiba-tiba saja turun di tengah malam. Miranda kembali berjalan sempoyongan dengan kondisi yang sudah acak-acakan. Berharap ada orang lain yang melihatnya dan membantunya untuk sekedar berteduh saja. Matanya mulai meremang-remang dan akhirnya tubuhnya ambruk di pinggir jalan. Malam telah berlalu dan kini pagi telah menyapa. Beberapa orang tengah berkerumunan melihat seseorang yang tengah pingsan dijalan. Beberapa dari mereka juga turut menolong wanita itu. Dia adalah Miranda, wanita malang yang kini tengah ditolong warga setempat.“Apa kita bawa ke rumah sakit?” tanya salah satu warga.“Kita lihat dulu kondisinya apakah dia bisa sadarkan diri atau tidak” ujar warga lainnya.Miranda dapat mendengar percakapan mereka dan samar-samar penglihatannya pun mulai pulih dan kini Miranda telah sadar dari pingsannya. Mereka terlihat bersyukur ketika melihat Miranda sudah sadarkan diri.“Akhirnya sudah sadar”“Minum dulu air putihnya dik”Begitulah kalimat yang dapat Miranda dengar. De