Sesuai dengan janjinya, Desi telah mengumpulkan beberapa warga ke rumah Ima. Sampai disana, Ima dan suaminya keluar dari dalam rumah dan menyambut kedatangan Desi, dkk dengan ramah. Ima menuntun mereka untuk duduk di teras rumah dengan halaman yang cukup menampung mereka. Ima juga meminta pembantunya untuk membagikan beberapa bingkisan kepada para warga yang sudah datang di tempat.“Kalau urusan bingkisan, paling aku suka!” gumam Desi dengan kegirangan.Tepat pada gilirannya, bingkisan dua kali lipat diberikan pada desi. Dengan alasan bahwa Desi telah menjadi pendorong para warga untuk datang ke rumah pak RT dan Bu RT. Satu bungkus bingkisan berisi beberapa kebutuhan lauk seperti beberapa mie sedap goreng, beras lima kilogram, minyak goreng dua puluh liter, telur, tepung terigu hingga beberapa kebutuhan lainnya.“Untuk pencoblosannya tanggal berapa ya Bu RT?” tanya Desi.“Pertanyaan yang bagus sekali! Baik, untuk tanggal pencoblosannya akan dilaksanakan dua minggu lagi dan saya berhar
Miranda duduk di teras rumah dengan seorang diri. Saat ini juga sudah hari sudah malam, namun suaminya belum kunjung pulang. Berhubung Miranda duduk di teras, dengan mudah dirinya bisa melihat tamu yang hendak ingin mampir ke rumah. Seperti hari ini, Desi datang dengan naik ojek online. Miranda yang melihat ibunya, dengan cepat membukakan pintu gerbang rumahnya.“Ibu, syukurlah Ibu kesini” ujar Miranda penuh haru. Baginya, kedatangan ibunya adalah sosok pelindung yang tiada duanya.Berbeda halnya dengan Miranda yang terlihat begitu sumringah, Desi malah menunjukkan wajah masam seperti sedang memikirkan sesuatu.“Ibu kenapa?” tanya Miranda.“Apa kita akan berdiam diri disini? Ibu kegigit nyamuk!” teriak Desi sembari menggaruk-garuk tangannya secara bergantian kiri dan kanan.“iya, Bu” ujar Miranda lembut.Miranda mempersilahkan Desi untuk masuk ke dalam rumahnya. Sesampainya di sana, Desi sudah dimanjakan dengan beraneka hidangan enak-enak hingga Desi merasa kekenyangan. Melihat ibunya
Miranda telah selesai memasak makanan dan menaruhnya ke atas meja makan. Terlihat, Desi sudah tidak sabar ingin melahap masakan enak tersebut. Miranda tersenyum dan mempersilahkan ibunya untuk makan. Desi begitu lahap memakan masakannya putrinya dan membuat Miranda senang.“Kalau mau nambah lagi bisa kasih tahu ke aku Bu” ujar Miranda.“Kalau sering kayak gini Ibu pasti bakalan sering main ke mari!” seru Desi.Disaat mereka tengah berada di ruang makan, datanglah Kelvin dari arah barat. Dia tidak bisa masuk ke dalam halaman rumah karena pintu pagar masih terkunci. Sesekali Kelvin membunyikan klakson mobilnya agar Miranda segera membukakan pintu untuknya. Di ruang tamu, Miranda mendengar bunyi klakson dan dia pun meminta izin kepada Desi untuk keluar sebentar.“Ibu, aku keluar dulu. Kayaknya suamiku sudah pulang” ujar Miranda.“Ya, sana ladenin suami kamu biar makin banyak kamu bawa uang!” seru Desi.Miranda tidak membalasnya dan hanya tersenyum manis. Lalu dia pun keluar dari ruang ma
Kelvin duduk di kursi dan melihat keadaan Yunita yang masih tertidur pulas. Kelvin meraih tangan Yunita dan merasakan keringat dingin ditangan wanita itu. Disaat Kelvin tengah fokus melihatnya, Yunita pun terbangun dan langsung berlari menuju ke arah kamar mandi. Kelvin tidak mengejar dan memilih untuk menunggu di kamar tidur. Terdengar suara Yunita yang tengah memuntahkan sesuatu. Setelah selesai, Yunita kembali dengan raut wajah yang sudah lumayan segar.“Apa aku mabuk berat!” tanya Yunita pada Kelvin, sambil kembali merebahkan tubuhnya sendiri ke kasur.“Iya. Untung aku datang tepat pada waktunya” ujar Kelvin.“Kamu memperdulikan aku?” tanya Yunita kembali.Kelvin tersenyum sekilas lalu menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengiyakan. Mereka pun asyik mengobrol dan membuat Yunita semakin senang ketika ia sadar bahwa Kelvin tengah berada di dalam kamar tidur. Dengan sengaja Yunita meraih tangan Kelvin dan memintanya untuk menemaninya malam ini. Kelvin masih menganggap Yunita dalam k
“Ayo kita turun!” seru Yunita bersemangat.Terlihat, mereka tengah memakirkan mobil di parkiran gedung yang super besar. Miranda sampai melongo melihat gedung itu. Dengan pasrah Miranda pun turun dari mobil mengikuti Yunita yang lebih dahulu turun dari mobilnya. Mereka berjalan menuju ke pintu kaca besar dan setiap kali Yunita berjalan, orang-orang pasti akan menyapanya dan dengan ramah dibalas oleh Yunita.Kini, mereka sudah berada di lantai empat dengan gedung yang tinggi membuat jantung Miranda berdebar kencang. Ia takut dengan ketinggian dan bila tidak sengaja melihat ke arah jendela, bisa dibayangkan bagaimana reaksi Miranda ketika melihatnya. Yunita tidak terlalu fokus melihat Miranda karena dirinya memilih untuk fokus dengan rencananya tersebut.Tepat saat di ruangan, Yunita pun terlihat berbincang dengan seorang wanita tinggi semampai. Mereka kelihatan begitu dekat seperti sudah mengenal sejak lama. Hingga Yunita mulai memperkenalkan wanita itu kepada Miranda. Terlihat Miranda
Hujan badai tiba-tiba saja turun di tengah malam. Miranda kembali berjalan sempoyongan dengan kondisi yang sudah acak-acakan. Berharap ada orang lain yang melihatnya dan membantunya untuk sekedar berteduh saja. Matanya mulai meremang-remang dan akhirnya tubuhnya ambruk di pinggir jalan. Malam telah berlalu dan kini pagi telah menyapa. Beberapa orang tengah berkerumunan melihat seseorang yang tengah pingsan dijalan. Beberapa dari mereka juga turut menolong wanita itu. Dia adalah Miranda, wanita malang yang kini tengah ditolong warga setempat.“Apa kita bawa ke rumah sakit?” tanya salah satu warga.“Kita lihat dulu kondisinya apakah dia bisa sadarkan diri atau tidak” ujar warga lainnya.Miranda dapat mendengar percakapan mereka dan samar-samar penglihatannya pun mulai pulih dan kini Miranda telah sadar dari pingsannya. Mereka terlihat bersyukur ketika melihat Miranda sudah sadarkan diri.“Akhirnya sudah sadar”“Minum dulu air putihnya dik”Begitulah kalimat yang dapat Miranda dengar. De
Setelah beberapa menit berkeliling, Miranda pun memutuskan untuk mencari warung. Sudah sedari tadi dirinya belum sempat memakan nasi sehingga perutnya pun sudah mulai memberontak. “Aku harus makan” gumam Miranda dalam hatinya.Tepat disamping toko Indomaret, terlihat ada warung kecil. Dalam hati Miranda, dirinya akan membeli makanan di warung tersebut. Tanpa basa-basi, Miranda pun mengarahkan mobilnya ke arah parkiran Indomaret karena tidak mungkin dirinya memarkir mobilnya di depan warung itu karena terlalu sempit. Mungkin, halaman warung tersebut hanya cukup memuat beberapa sepeda motor.Miranda yang sudah sampai langsung memesan makanan kepada pemilik warung dan diapun memilih tempat duduk yang sekiranya pas untuk suasana hatinya. Disaat menunggu itulah, Miranda kembali bertemu dengan Cleo. Ada perasaan sedih, kangen yang masih tersimpan pada hati kecilnya. Dulu, Miranda tidak pernah serumit ini ketika bersama Cleo, hari-hari selalu mereka habiskan dengan kebahagiaan. Miranda sanga
“Tidak seharusnya kamu memeluk tubuh suamiku!” seru Miranda.Yunita terkejut ketika melihat reaksi Miranda yang mulai berani menegurnya seperti itu. “Sial, wanita kampungan ini sudah berani menegurku!” gumam Yunita. “Apa ada yang salah? Aku ini adalah sahabatnya Kelvin dan apa yang kami lakukan adalah wajar-wajar saja. Lagian, dibandingkan kamu dan aku... Aku jauh lebih lama mengenal Kelvin” ujar Yunita.“Tapi kamu itu seorang wanita, kamu nantinya punya suami. Apa kamu mau suamimu dipeluk oleh sahabat wanitanya?” tanya Miranda dengan serius.Seketika situasi menjadi menegangkan hingga Kelvin pun angkat bicara. “Kamu jangan memperbesarkan masalah! Asal kamu tahu, aku menikahimu bukan karena cinta tapi karena aku kasihan sama Bik Desi yang selalu memohon kepada kedua orang tuaku agar menikahkan kita” ujar Kelvin.DEGBagaikan tersambar petir perkataan Kelvin begitu tajam. Miranda mencoba mengulang kembali untuk memahami yang Kelvin katakan barusan. Hingga Miranda pun dapat memahaminya