Share

Kicauan Burung Mengungkap Perselingkuhan Suamiku
Kicauan Burung Mengungkap Perselingkuhan Suamiku
Author: Ria Abdullah

1. kicauan burung

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2023-12-01 07:37:25

"Ibu lagi ga ada, Ibu lagi ga ada, ayo berikan aku hadiah, sedikit hadiah...."

**

Siapa yang menyangka kalau aku akan tahu rahasia terburuk Mas Fahri hanya dengan mendengar kicauan burung peliharaan kami di rumah.

*

Tidak ada firasat atau keanehan, semuanya berjalan normal. Aku dan Mas Fahri adalah sepasang suami istri harmonis yang sudah menjalani bahtera rumah tangga selama satu dekade, dengan dua orang anak berumur tujuh dan dua tahun. Sehari hari aku dan dia bekerja di sebuah instansi pemerintah, pergi pagi dan pulang sore hari. Untuk membereskan rumah dan menjaga anak anak kami punya asisten yang sudah kami anggap seperti adik sendiri. Mbak Fani namanya.

Fani sudah bekerja denganku selama dua tahun terakhir, aku merekrutnya seminggu sebelum melahirkan Davin putra kedua kami. Dia adalah asisten yang rajin dan santun, ia menjaga anakku dan memperlakukannya seperti keponakannya sendiri, menjaganya dan memberinya makan dengan penuh perhatian. Aku menyukai kedisiplinan dan bagaimana ia bertanggung jawab dengan tugasnya, lalu demi menghargai semua itu aku kerap memberinya apresiasi berupa tambahan bonus gaji dan hadiah. Aku memintanya untuk tetap bekerja denganku dan dia pun berjanji tidak akan resign setidaknya sampai Davin berumur 7 tahun.

Hari hari bergulir, keadaan rumah tangga dan ekonomi kami lancar, anak-anak tumbuh sehat dan bahagia, hidup kami tentram di dalam sebuah rumah berlantai dua yang cukup bagus untuk disebut hunian, perabotan dan kendaraan pun kami miliki.

Untuk mengisi waktu luang suami dan anak-anak, Mas Fahri punya seekor burung kesayangan, juga beberapa ekor ikan koi yang dipelihara sepenuh hati. Setiap sore suami dan anakku saya akan duduk di teras samping bermain dengan burung beo dan melatihnya bicara, alhasil burung itu cukup pandai untuk menirukan kalimat sederhana yang ia dengarkan.

*

"Ibu mau Pergi, Ibu mau pergi, mari kita bercinta."

Aku terkejut dengan kalimat yang dilontarkan burung beo sesaat setelah aku keluar dari pintu utama, hendak naik ke mobil dan berangkat kerja. Aku tercengang, sekali lagi burung berwarna hijau dengan paruh kemerahan itu berkicau sambil melompat gembira, berseru bahwa aku akan pergi dan dia akan bercinta.

Siapa yang mengajarkan beo kalimat itu, darimana ia mendengarnya hingga dengan mudah menirunya.

Selagi aku berpikir keras suamiku keluar dari pintu utama membawa sebuah tas tangan dan kunci mobilnya dia nampak tampan dengan rambut yang sudah ditata rapi, memakai kemeja putih dan celana hitam panjang, serta sepatu yang sudah disemir mengkilat.

Kebetulan burung beo itu kembali berkicau dan suamiku langsung membentaknya.

"Husss ... Ga boleh!" Suamiku mencegah burung itu dengan tatapan melotot, seakan Dia sedang bicara dengan manusia.

"Ibu mau pergi ... Ibu sudah mau pergi... Kasih aku hadiah." Saya akan mengeluh kekesalan suamiku burung itu semakin semangat saja berkicau dan melompat-lompat.

"Siapa yang mengajarkan dia bicara seperti itu..."

"Entahlah...." Suamiku mengangkat bahu dan hendak naik ke mobil yang sama denganku sebelum tiba-tiba burung itu berkicau dan kembali membuatku terbelalak.

"Fani sayang, sini dong, ibu ga ada kok, ayo sini sayang...."

Hah!

Aku tercengang dan kaget bukan main, bayangkan, aku langsung tahu apa maksudnya. Siapa lagi yang bisa bicara seperti itu di rumah kami kalau bukan Mas Fahri. Di rumah ini tidak ada yang akan bicara dengan pembantu seperti itu selain dia. Anakku yang sulung sekolah, siang hari dia kembali lalu istirahat kemudian dilanjutkan dengan dan mengaji di sore hari, jarang sekali Dia menghabiskan waktu luang untuk bermain dengan burung beo kecuali di akhir pekan itu pun bersama dengan ayahnya, sementara yang kecil belum terlalu lancar bicara. Lagi pula tidak mungkin anakku Erwin bicara seperti itu kepada seekor burung.

"Kau dengar apa yang dia katakan?"

"Jangan ditanggapi dengan serius."

Mas Fahri berusaha menenangkanku dengan menggelengkan kepala dan masuk ke dalam mobil.

"Tapi dia menyebut nama asisten kita dengan lantang dan dia minta cium."

"Namanya juga burung...."

"Burung beo hanya mengucapkan apa yang mereka dengarkan, mereka tidak cukup pintar untuk merangkai kalimat sendiri dan bicara dengan manusia."

"Kalau begitu anggap saja burung kita punya keistimewaan," jawab suamiku sambil tergelak.

"Kenapa dia harus berseru bahagia ketika aku sudah pergi dan dia minta hadiah dari Fani, Apakah kau yang mengatakan itu sehingga ditiru olehnya?"

"Hei, jaga ucapanku, apa maksudmu! Suamiku langsung menatap padaku dengan mata membulat, wajahnya yang putih bersih serta mata yang dibingkai dengan kacamata berbentuk persegi panjang membuat dia nampak tampan dan berkharisma.

"Hanya karena burung itu berkicau kau jadi berasumsi dan kita harus bertengkar?"

"Iya ... Tapi dia tahu dari mana kata-kata itu?"

"Kau tidak ingat kalau kandangnya dekat dengan teras samping yang terhubung dengan ruang keluarga, saat kau menggeser pintu kaca udara akan masuk, semua percakapan yang ada di dalam rumah akan terdengar olehnya termasuk suara TV. Bisa jadi dia hanya menirukan dialog dalam sinetron, jangan terlalu mudah curiga, seakan aku adalah seorang lelaki yang punya main belakang dengan pembantu sendiri. Astaghfirullah." Suamiku mengatakan kalimat itu dengan kesal sambil menyalakan mobilnya.

Pembantuku dan putra bungsu yang digendongnya keluar dari pintu utama dan melambai kepada kami, memberi isyarat kepada putra bungsuku agar dia mengucapkan dadah kepada ayah dan ibunya yang mau berangkat kerja. Aku tersenyum dari balik jendela dan melambaikan tangan kepada anakku yang sedang lucu-lucunya itu.

Lalu mobil pun meluncur pergi membelah jalanan besar yang cukup ramai menuju kantor kami yang berjarak 20 menit dari rumah.

"Maafkan aku Mas."

"Iya nggak papa, cuma aku nggak mau aja kamu berasumsi hanya karena mendengar kicau burung. Mereka hanya makhluk yang tidak berakal yangmengucapkan apa yang mereka dengarkan saja."

Logikanya burung beo hanya berkicau pada kalimat-kalimat yang selalu diucapkan berulang-ulang dan diajarkan secara langsung padanya. Mana mungkin dia tiba-tiba mendengarkan dialog di TV lalu menirukannya ini janggal. Yang lebih janggal lagi kenapa burung itu berseru senang kalau aku akan pergi dan seseorang akan minta hadiah. Hadiah apa? Kenapa seekor burung minta cium dari pembantu kami? Kenapa seekor burung bernafsu ingin mencium gadis berusia 20 tahun. Apa itu wajar?

*

Pukul 04.00 sore.

Aku agak telat pulang kantor karena harus memberi pengarahan kepada beberapa anak-anak magang yang berasal dari sebuah SMA di kotaku. Sesampai di rumah kudapati Mas Fahri sudah tiba lebih dulu dan sedang sibuk membersihkan kandang burungnya. Anehnya kandang burung itu dipindahkan ke dekat kolam koi tidak lagi berada di dekat pintu ruang keluarga.

"Kenapa dipindahkan Mas?"

"Belakangan burung ini cukup cerewet jadi aku tidak ingin ada yang berasumsi gara-gara dia."

"Oh jadi ada yang khawatir dengan kicauan burung?"

"Tentu saja, celotehannya akan menghancurkan rumah tangga kita."

"Hahah ada ada saja." Aku makin tertawa melihat suamiku yang hanya menggeleng-geleng dengan serius.

Ya ampun....

Tidak ada kecurigaan setelah itu karena semuanya berjalan normal tanpa gelagat aneh-aneh. Kalau diperhatikan Aku juga tidak pantas mencurigai Fanny karena sebenarnya gadis itu sangat santun dan cukup tahu menjaga jarak dengan suamiku saat dia berada di sekitarnya. Bahkan Gadis itu cenderung pandai menundukkan pandangan dan tidak berani terlalu banyak bicara dengan majikan laki-lakinya.

Bagaimana aku akan curiga?

Baru saja aku menggumam seperti itu di dalam hatiku, Fani menggendong davin, melewatiku dan hendak ke kolam ikan untuk bermain dengannya.

Burung itu kembali berkicau.

"Fani Sayang, Mas kangen, main yuk, ibu lagi ga ada juga ....."

Aku terbelalak, begitupun dengan Fani dan Mas Fahri yang terlihat saling memandang dengan panik. Wajah wanita itu memerah dengan pandangan mata yang cukup syok, Mas Fahri pun jadi gelagapan sementara aku menatap mereka berdua dengan tatapan yang entahlah... Aku tak percaya ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kicauan Burung Mengungkap Perselingkuhan Suamiku   74

    Di dunia ini hukum alam selalu berjalan, ada pertemuan dan perpisahan, ada pernikahan dan penyatuan lalu ada kematian yang memisahkan atau perpisahan dengan cerai hidup. Dinamika kehidupan terus berputar dan berulang-ulang seperti pola alam yang teratur. Sebagai wanita yang normal, seorang wanita dewasa yang punya dua anak, aku sadar betul bahwa aku tidak bisa hidup sendirian terus-menerus. Mungkin aku butuh pendamping dan teman untuk menemani di saat sakit dan sedih atau jadi penghibur kesepianku di hari tua nanti. Kuputuskan untuk menerima lamaran, bukan karena aji mumpung atau ingin pamer pada mantan suamiku kalau aku juga bisa menikah, ini sebagai bentuk realistisnya diri ini pada kenyataan hidup. Lagipula ada pria baik baik yang mau meminang diri ini, mau menyayangi dan melindungi anak-anak serta bertanggung jawab, maka aku tak akan menolak jodoh pemberian Tuhan.**"Cantik sekali anak Ibu," ucap ibu saat beliau mendekat ke arah kaca rias dan memandang pantulan diri ini y

  • Kicauan Burung Mengungkap Perselingkuhan Suamiku   73

    Di dunia ini hukum alam selalu berjalan, ada pertemuan dan perpisahan, ada pernikahan dan penyatuan lalu ada kematian yang memisahkan atau perpisahan dengan cerai hidup. Dinamika kehidupan terus berputar dan berulang-ulang seperti pola alam yang teratur. Sebagai wanita yang normal, seorang wanita dewasa yang punya dua anak, aku sadar betul bahwa aku tidak bisa hidup sendirian terus-menerus. Mungkin aku butuh pendamping dan teman untuk menemani di saat sakit dan sedih atau jadi penghibur kesepianku di hari tua nanti. Kuputuskan untuk menerima lamaran, bukan karena aji mumpung atau ingin pamer pada mantan suamiku kalau aku juga bisa menikah, ini sebagai bentuk realistisnya diri ini pada kenyataan hidup. Lagipula ada pria baik baik yang mau meminang diri ini, mau menyayangi dan melindungi anak-anak serta bertanggung jawab, maka aku tak akan menolak jodoh pemberian Tuhan.**"Cantik sekali anak Ibu," ucap ibu saat beliau mendekat ke arah kaca rias dan memandang pantulan diri ini y

  • Kicauan Burung Mengungkap Perselingkuhan Suamiku   72

    Tiga hari sebelum aku menuju jenjang pernikahan. Tiba-tiba ada tamu yang tak diharapkan kedatangannya berdiri di hadapan pintu rumah. Saat itu aku dan beberapa teman sedang mengemasi souvenir.Rencananya pernikahan hanya akan dilangsungkan di lingkungan keluarga dan para sahabat terdekat saja jadi aku tidak akan mengadakan pesta besar, namun, menyediakan souvenir kenang-kenangan adalah hal yang ingin kulakukan untuk mengesankan para tamu undangan. Wanita itu dan suaminya tertegun melihat 4 orang temanku sedang sibuk meletakkan gelas kaca cantik ke dalam kotak souvenir. Dia berdiri dan tertegun di sana. Sedih Sudah lama tak bertemu membuatku seolah tidak mengenal gadis itu, sudah banyak perubahan di wajahnya tubuhnya berubah jadi kurus wajahnya pucat dan cekungan bola matanya menunjukkan kalau dia memang sedang sakit."Assalamualaikum." Wanita itu berucap dengan suara pelan, lirih nyaris tidak terdengar."Walaikum salam." Aku juga berdiri dan terpaku, bingung bagaimana harus memper

  • Kicauan Burung Mengungkap Perselingkuhan Suamiku   71

    "Penting menegaskan pada mantan suamimu agar dia berhenti mendatangi kalian," ujar Mas Seno di mobil."Ya, Kami sudah sepakat untuk tidak bertemu lagi tapi dia datang untuk pinjam uang.""Lantas saat kau tidak mampu membantunya Kenapa lelaki itu malah murka dan berusaha menyakitimu?""Entahlah, mungkin cemburu Mas," balasku."Cemburu seakan kau tidak pantas berbahagia dan berteman dengan orang lain, begitukah?""Ya, bisa jadi.""Tapi bukankah dia sudah punya istri dan konom istrinya hamil?""Ah, dia keguguran, masuk rumah sakit dan minta bantuan biaya 2 juta dariku. Dia merasa berhak minta karena aku mewarisi sebagian besar harta gono gini.""Tapi pembagian itu bukankah adalah hak kalian dan anak-anak?""Mungkin dia merasa masih berhak memintanya.""Astaga sungguh tidak punya perasaan.""Ah, entahlah Mas.""Sepertinya kau harus pindah ke tempat di mana dia tidak menemukanmu.""Dia pasti akan menyusuri tempat tinggalku karena merasa bisa bertemu dengan anak-anak.""Kalau begitu kembali

  • Kicauan Burung Mengungkap Perselingkuhan Suamiku   70

    Dua hari berikutnya sangat krusial, kudengar kabar keadaan bahwa Fanny kehilangan kesadaran, dia drop di rumah sakit karena pendarahan yang parah, menderita, kesakitan, menangis, depresi dan terguncang. Kudengar kabar itu dari salah satu temanku yang berprofesi sebagai petugas kesehatan.Dia tahu tentang peristiwa yang menimpa kehidupanku dan bagaimana wanita itu merebut suamiku, jadi dia berdiri di pihak diri ini untuk selalu memberiku kabar-kabar terbaru tentang perkembangan yang terjadi.(Dia drop, dia dirawat di ruang intensif.)(Bagaimana dengan Fahri?)(Tentu saja lelaki itu kebingungan dengan biaya... tidak lagi memiliki asuransi kesehatan, membuat lelaki itu harus membayar biaya rumah sakit dengan tarif umum. Kau tahu kan, wanita pasca abortus, dia harus mengalami operasi pembersihan dan biayanya cukup mahal belum lagi biaya rawat inap dan obat-obatan.)(Astaga....)(Aku yakin ibu mertuamu yang mantan seorang dokter harus repot menggelontorkan dana yang lebih besar, dia juga

  • Kicauan Burung Mengungkap Perselingkuhan Suamiku   69

    Demi kebaikan segalanya aku memutuskan untuk mengambil keputusan dan menyuruh anak-anak untuk menegaskan keputusan mereka agar Mas Fahri tidak lagi datang dan mengganggu ketentraman hidup kami.Sore itu kuantar mereka bertemu dengan papanya di rumah neneknya, kebetulan neneknya sedang keluar ke pengajian jadi hanya ada dia di sana.Melihat kami berdiri di ambang pintu gerbang lelaki itu terlonjak bahagia. Dia berlari dan hendak menyambut kami dengan penuh sukacita tapi melihat ekspresiku dan anak-anak yang datar-datar saja lelaki itu langsung menghilangkan senyum di wajahnya."Aku sudah menunggu kalian dari pagi.""Mana istrimu? Kudengar dia hamil.""Dia di rumah.""Oh, baguslah, berarti kita bisa bicara dengan leluasa saat ini.""Apa maksudmu?"Lelaki mulai terlihat khawatir dan menelan ludah."Anak anak...." Aku memberi isyarat pada anak-anak untuk bicara secara langsung pada ayah mereka. "Papa, kami tidak ingin papa mengganggu kami lagi, kami tidak ingin papa datang tanpa member

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status