Share

Alasan Palsu

“Anda mau bersama dengan Indira lagi?” tanya Kunto tidak percaya yang diangguki Fajar.

“Ada masalah?” Fajar menatap penasaran pada Kunto.

Kunto langsung menggelengkan kepalanya “Sama sekali tidak, Pak.”

Fajar menganggukkan kepala “Katakan pada Rifan kirim Indira setiap kita bertemu dengan klien, suka atau tidak suka.”

“Baik, Pak.” Kunto mencatat semua perkataan Fajar.

Sudah membayangkan apa yang ada akan terjadi setiap bersama dengan Indira nanti, tersenyum kecil dengan memainkan dagunya. Perasaannya saat ini tidak sabar, melakukan pekerjaan dengan Indira. Interaksi dengan Indira setiap bekerja, kesalahannya saat itu sudah terbayang di isi kepalanya.

Kejadian bersama dengan Indira beberapa hari lalu, membuat Fajar tidak mengalami sakit kepala. Joe yang berada di tubuh Fajar asli sejak malam itu, belum mengalami perubahan sama sekali. Mengingat itu membuat Joe tersenyum kecil, bisa jadi Indira adalah obat dari semua ini. Joe tahu akan dampaknya, kepribadiannya yang lain tidak merasakan hal itu, atau sudah hanya saja mereka belum sadar. 

Fajar mengangkat bibirnya saat memang pemilik tubuh aslinya ini memiliki ketidak pekaan yang sangat luar biasa, menatap berkas yang ada di hadapannya dengan hembusan nafas panjang. Membangun perusahaan di bidang teknologi bukan hal mudah, Fajar jatuh bangun menjalaninya, ditambah lagi perlakuan pamannya yang membuat dirinya menjadi seperti saat ini.

“Memang kamu harus pakai Indira?” tanya Rifan saat masuk kedalam ruangan membuat Fajar menatap ke arahnya.

“Kamu tidak punya sopan santun? Saya atasan kamu disini.” Fajar menatap datar pada Rifan.

“Kenapa harus Indira? Biasanya kamu pakai aku.” Rifan tidak peduli dengan teguran yang dilakukan Fajar.

Fajar mengangkat sudut bibirnya, “memangnya kenapa? Atasan tertinggi adalah saya bukan kamu, jadi terserah saya harus bagaimana.”

“Setidaknya beri alasan yang masuk akal, kenapa kamu menyuruh Indira ikut dalam aktivitas bersama klien? Bukankah kemarin membuat kesalahan?” Rifan menatap penuh selidik.

 “Kamu....”

“Sayang, aku bawa makanan ini buat makan siang.” Mariska masuk dengan wajah senangnya menghentikan ucapan Fajar pada Rifan.

Fajar memandang malas pada Mariska, tatapannya beralih pada Kunto yang menatap takut ke arahnya. Pasti sesuatu terjadi kemarin yang tidak diketahui sama sekali oleh Joe yang menempati tubuh asli Fajar.

“Bisakah kamu sopan? Diluar ada Kunto yang menghubungkan kamu kesini, bukan langsung masuk seenaknya sendiri.” Fajar membuka suara menatap tajam pada Mariska.

“Aku tunanganmu jadinya memiliki kewenangan yang sama kaya kamu.” Mariska menjawab santai. “Lebih baik kamu makan sekarang, daripada makanannya dingin.”

Fajar menghembuskan nafas mengalihkan pandangan pada Rifan. “Bilang pada Indira untuk ikut saya bertemu klien.” Fajar berdiri merapikan berkasnya. “Saya tunggu di lobby.” Fajar mengalihkan pandangan pada Kunto. “Kamu bereskan makanan yang dibawa sama dia, terserah kamu apakan.”

“Kamu melakukan hal ini lagi?” Mariska menatap tidak percaya pada Fajar.

Rifan dan Kunto langsung keluar dari ruangan Fajar. Hembusan nafas terdengar sebelum akhirnya Joe menatap kearah Mariska, sampai sekarang tidak tahu kenapa Fajar asli bisa bersama dengan wanita dihadapannya, bahkan menjadikan tunangan. Selera Fajar asli sangat tidak baik, bergidik ngeri membayangkan apa yang terjadi pada mereka jika berduaan.

Joe seketika tersadar saat Mariska mengatakan kata ‘lagi’ itu artinya sebelum ini kepribadian yang lain juga melakukan hal sama seperti dirinya, pastinya bukan Fajar yang asli. Fajar asli tidak akan melakukan penolakan pada apa yang dilakukan Mariska, senyum kecil karena kepribadiannya yang lain juga tidak menyukai Mariska.

“Kamu berubah.” Mariska membuka suaranya membuat Fajar mengangkat alisnya. “Kamu bukan Fajar yang aku kenal. Fajar yang aku kenal walaupun dingin pada orang lain, tapi hangat saat bersama denganku.”

Mariska mendekati Fajar dengan membelai dada bidangnya perlahan, memejamkan matanya agar tidak terpancing atas apa yang dilakukan Mariska. Bukankah dirinya yang lain membutuhkan kepuasan diatas ranjang, Joe pernah merasakan jika Mariska sangat memuaskan diatas ranjang.

“Bukan begitu hanya saja aku tidak suka kamu kelelahan.” Fajar menghentikan gerakan tangan Mariska di dadanya. “Aku harus pergi.”

Fajar memegang dagu Mariska dengan mencium bibirnya sekilas, sayangnya tidak bisa. Mariska menarik tengkuknya membuat ciuman mereka semakin dalam. Fajar yang ingin melepaskan diri dari Mariska tidak bisa, ciuman mereka lebih dalam terjadi dengan lumatan yang memainkannya didalam. Fajar mengakui jika Mariska memang bisa memuaskan kebutuhan seksualnya, mendorong pelan dan membuat ciuman mereka terlepas.

“Aku harus pergi.” Fajar mengucapkannya kembali.

“Makanannya di makan dulu.” Mariska memandang Fajar dengan tatapan memohon.

Fajar melirik makanan yang dibawa Mariska, dirinya sangat tahu jika makanan itu adalah makanan yang dibelinya dari katering langganan. Fajar tidak menyukai makanan itu, meskipun yang membayar biaya katering.

“Aku buru-buru,” ucap Fajar mencium kening Mariska.

“Apa nanti malam kamu akan ke tempatku? Sudah beberapa hari kamu nggak datang ke tempatku.” Mariska lagi-lagi menghentikan langkahnya dengan membelai dada bidang Fajar kembali.

“Sayang, aku benar-benar sudah ditunggu klien.” Fajar melepaskan tangan Mariska dari tubuhnya.

Fajar berjalan keluar dari ruangannya, Kunto langsung berdiri berjalan mendekatinya. Memberikan informasi terkait dengan klien yang didatanginya, diam mendengarkan semua penjelasan dari Kunto. Penjelasan yang detail dan lengkap, tidak sia-sia Fajar membayar pria yang selalu bersama dengannya.

“Makanan dari Mariska terserah kamu apakan.” Fajar berkata datar, Kunto hanya bisa mengangguk “Jika terjadi sesuatu dengan kantor kamu tangani, tapi jika masalahnya berat langsung hubungi aku.”

“Transferan untuk Pak Budi?” tanya Kunto hati-hati.

Fajar mengepalkan tangannya “Kasih dengan nominal seperti biasanya.”

Keluar dari lift dengan perasaan kesal. Budi, nama yang membuat Fajar menjadi seperti sekarang. Paman yang selalu menyiksa sampai benar-benar tidak bisa melakukan apapun. Dari kejauhan melihat Indira membuat Fajar menghembuskan nafas panjang, menormalkan detak jantungnya yang dipenuhi emosi karena pria yang berstatus pamannya.

“Kita berangkat sekarang.” Fajar berkata singkat dan datar.

Joe, berpura-pura menjadi Fajar yang dikenal oleh semua orang. Joe, bukan kepribadiannya yang lain. Kepribadian yang suka berbuat sesukanya, Joe lebih suka berpikir jernih sebelum melakukan tindakan. Diantara kepribadian yang lain, Joe paling dewasa dan berwawasan luas.

“Saya yang menyetir, Pak.” Indira membuka suara membuat Fajar menghentikan langkahnya.

“Kamu lupa apa yang saya katakan?” Fajar menatap datar membuat Indira menelan saliva kasar “Jangan pernah memegang milik saya.”

“Maaf, Pak.” Indira menundukkan kepala.

Melanjutkan langkahnya, sopir andalan sudah berada didepan lobby. Fajar masuk ke kursi belakang, Indira melakukan hal yang sama. Mereka terdiam dan menatap kearah yang berbeda, Fajar bisa melihat dari sudut matanya apa yang Indira lakukan, memainkan ponselnya.

“Apa ponsel itu lebih menarik?” Fajar menatap malas pada Indira, gerakan Indira terhenti menatap Fajar bingung “Kamu bisa membaca kembali isi kontrak, atau menjelaskan apa yang saya tidak mengerti.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status