Share

Meet 3

Suara hiruk pikuk anak-anak berlarian kesana kemari, daun berjatuhan diterpa angin menggambarkan kesejukan yang penuh dengan kebahagiaan. Suasana siang ini cukup cerah tak ayal membuat semuanya ingin berjalan-jalan di hari libur ini bersama teman atau keluarga, mungkin. Atau berjalan sendiri untuk menikmati suasana dan menghilangkan penat bisa menjadi pilihan juga.

Seperti halnya Nadhirah perempuan cantik yang memiliki kulit tan, rambut lurus coklat sebahu, mata bulat, hidung mancung menambah kesan cantik disetiap inchi wajahnya yang kini sedang berjalan-jalan di sekitar taman.

Seorang anak kecil laki-laki yang sedang berlarian mengejar pesawat kertasnya dan tak sengaja menabrak Nadhirah hingga pesawat kertas yang terbang diatasnya mendarat tepat di depan kaki Nadhirah.

“Maaf kak, aku tidak sengaja dan tidak melihat kakak.” Ucap anak itu dengan nafas yang terengah-engah.

Nadhirah  hanya terdiam tanpa mengeluarkan sepatah katapun dengan memasang muka datar. Anak laki-laki itu mengambil pesawat kertas yang jatuh tersebut tapi di dahului oleh Nadhirah.

“Ini milikimu? kau mengiginkannya? kau mencintai dan menyayangi mainan ini ? kamu bahagia memainkan ini? kau tidak mau kehilangannya?” tanya Nadhirah  memberikan pertanyaan tanpa jeda.

“Ia kak, boleh aku meminta mainanku kembali?” ucap anak itu dengan senyuman penuh harap agar Nadhirah mau memberikannya.

“Aku tidak menyukainya.” Nadhirah menggenggam pesawat kertas itu dengan erat hingga hancur di iringi senyuman manis namun menusuk.

Laki-laki yang sedari tadi berdiri tidak jauh dari keduanya, melihat Nadhirah menghancurkan mainan anak itu, dan ia pun pergi menghampirinya karena khawatir anak itu pasti akan menangis dengan perbuatan Nadhirah.

“Kenapa sayang? jangan menangis mari kaka buatkan yang baru.” Laki-laki tersebut mencoba menenangkan anak itu dan mengambil sepucuk daun lalu dibuatkannya sebuah kapal yang terbuat dari daun.

“Lihat sayang, sekarang pesawatnya berubah menjadi perahu, kamu bisa melayarkannya di kolam sana mari kakak antar.” Ia mencoba menenangkannya.

“Tidak usah ka, terimakasih sudah mengganti mainanku dengan yang lebih baik. Tidak seperti kaka jahat ini yang merusak mainanku.” Jawab anak itu ketus

“Maafkan teman kakak ya sayang, dia tidak jahat justru ingin menggantinya dengan mainan lain yang lebih baik seperti perahu ini yang bisa berlayar di air.” Mensejajarkan tingginya dan mengusap lembut surai anak itu.

“Benarkan?” sambungnya dengan melirik Nadhirah.

“Benarkah itu kak ?” tanya anak itu pada Nadhirah.

Namun Nadhirah  diam saja tanpa mengeluarkan sepatah katapun dan melihat anak itu dengan tatapan malas sembari menghela nafas kasar.

“Iya benar sayang mau kakak antarkan ke kolam ?” sambung ia untuk mewakilkan jawaban Nadhirah.

“Tidak perlu kak, terimakasih banyak.” Anak laki-laki itu berlalu dan lari dengan riang menuju kolam yang tidak jauh dari tempat tersebut.

“Kenapa kamu melakukan itu pada anak-anak? jangan lampiaskan kemarahanmu pada orang yang tidak bersalah.” Dengan mengepalkan kedua lengan di samping celananya, tanda ia geram dan memendam amarah.

“Kalau begitu boleh aku lampiaskan padamu? karena kamu orang yang selalu menghalangiku dan itu jelas kamu orang yang bersalah dimataku.” Jawab Nadhirah  dengan senyuman remeh.

“Ya kau boleh lampiaskannya padaku apapun itu lakukanlah selagi itu membuatmu menjadi lebih baik.” Jawab ia dengan penuh penekanan pada setiap katanya.

“Kenapa kamu merusak mainannya? bukankah anak itu sudah meminta maaf?” sambungnya.

“Aku tidak menyukainya.” Jawab Nadhirah dengan enteng.

“Hanya karena alasan itu kau bersikap seperti tak punya hati?” ia sungguh kaget dengan jawaban Nadhirah yang jelas-jelas menandakan bahwa Nadhirah benar-benar tidak punya hati sama sekali.

“Karena ia memiliki sesuatu yang dicintainya ia bahagia dengan semua itu dan aku membencinya.” Jawabnya dengan memberikan senyum simpul.

“Hey, ini adalah pertemuan kita yang ketiga kalinya dan kau selalu memberikan kesan yang membuatku emosi, kau selalu menghalangi langkahku, kau selalu membuatku kesal, bukan begitu?” sambung Nadhirah dengan mendekatkan wajahnya pada laki-laki itu.

“Kenapa kamu selalu muncul dihadapanku? apakah kamu tidak ada kerjaan selain menampakkan wajahmu yang membuat darahku naik?” tanyanya yang kesekian kali dengan penuh emosi yang sedari tadi tertahan.

“Karena aku mencintaimu.” Jawab ia singkat padat jelas membuat Nadhira memundurkan wajahnya perlahan.

“Jangan mengambil keputusan saat posisimu tertekan. Jangan bertindak bodoh dan enyahlah dari hadapanku dan satu lagi jangan harap rasa cintamu itu terbalaskan paham!” jawab Nadhirah penuh penekanan.

Ketika Nadhirah hendak pergi meninggalkan Rendi, Rendi menahan lengan Nadhirah  membuat Nadhirah  berhenti dan membalikkan badan seraya melihat sinis pada pergelangan tangan yang dicekal oleh Rendi, ya laki-laki yang berdebat dengan Nadhirah itu Rendi dan ini adalah pertemuan ketiga kalinya. Kesan yang buruk memang karena selama pertemuannya hanya diisi oleh perdebatan yang tidak masuk akal. Nadhirah mengisyaratkan bahwa ia tidak suka dengan perlakuan Rendi. Rendi yang paham lalu melepaskan tangan Nadhirah. 

“Iya benar, ini pertemuan ketiga kalinya yang selalu diisi dengan perdebatan. Aku belum sempat mengenal namamu dan mempekenalkan diriku. Kenalkan namaku Muhammad Rendi Adhika, kamu bisa memanggil namaku Rendi. Boleh aku tahu siapa namamu nona cantik ?” sambil menyodorkan tangan untuk berjabat tangan.

“Sangat tidak penting untuk tahu siapa nama kamu. Aku tidak ingin mengenalmu dan tidak ingin mengenalkan diriku padamu.” Jawab Nadhirah  ketus dan berlalu meninggalkan Rendi namun langkahnya terhenti saat Rendi memanggilnya.

“Nadhirah Aleena.” Rendi melangkah dan menghampirinya.

“Senang bertemu denganmu, kuharap kita akan terus bertemu bukan begitu?” sambungnya sambil menaikkan satu alis dan tersenyum manis.

Rendi berlalu meninggalkan Nadhirah yang masih mematung dengan perkataan Rendi. Pertanyaan yang selalu terputar otomatis dalam ingatan Nadhirah  kini terjawab sudah. Ia Rendi, tentu saja Rendi yang Nadhirah kenal 15 tahun lalu. Saat pertemuannya pertama kali ia tahu bahwa itu Rendi tapi ia tidak yakin sepenuhnya karena ketakutan yang selalu menghampirinya.

"Kita akan selalu bertemu Nad, meskipun kamu menghindar, aku akan tetap mencarimu. ataupun memang kita sudah ditakdirkan untuk selalu bertemu dalam perdebatan yang tak masuk akal." Gumam Rendi sambil berlalu dan tersenyum karena itu adalah yang diinginkannya.

****

Sementara itu di lain tempat, Nadhirah masih setia duduk di bangku taman setelah menghindar dari Rendi. Bergelut dengan pikirannya, entah itu merenungkan kesalahannya atau memikirkan ketakutannya, karena Rendi orang yang pernah hadir di hidupnya kini datang lagi.

"Kenapa harus datang saat aku sudah seperti ini, aku membencimu."

"Bukan, bukan kamu yang telat datang karena aku tidak pernah meminta siapapun hadir, tapi aku takut semua ini terulang dan kembali pergi." Gumamnya dengan nada lirih.

"Kumohon pergilah aku tidak mau siapapun terluka." Sambungnya dengan bulir bening yang kini telah lolos melewati pipi manis sebelah kirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status