Hari sudah larut malam, saat sesosok tubuh tanpa alas kaki tampak kelelahan setelah bermaraton, menempuh jarak yang entah berapa kilo meter.
Dan sepertinya mengantarkan gadis ini pada sebuah jalan raya, entah apa nama desa tersebut, yang jelas saat itu tidak satupun kendaraan yang lewat. Telah meninggalkan perkampungan tempat asal gadis itu bekerja.
"Hah...hah..." Bunyi napas gadis yang baru saja selesai maraton, tampak ngos-ngosan. Sudah tak lagi menangis.
"Alhamdulillah ya Allah, akhirnya bisa keluar dari tempat biadab itu," Gumam gadis yang tengah mengatur napasnya, berdiri di balik pohon. Sementara taksi atau kendaraan lain sudah tak lagi melintas, selain mobil sport warna biru yang baru saja berhenti.
Seorang pria berpawakan tinggi, putih, dan tampan menghentikan mobil, di depan rumah bercat biru. Di seberang jalan, hanya berjarak beberapa meter dari tempat gadis itu bersembunyi.
Pria tersebut membuka bagasi mobil, mengeluarkan sebuah kotak besar, entah apa isinya. Amanah dari sang ibunda yang harus ia serahkan kepada si pemilik rumah cat biru tersebut, yang tak lain adalah mantan pelayan keluarga pria tampan itu.
Gadis yang tengah bersembunyi dibalik pohon sejak mobil berhenti, melihat bahwa si empunya mobil yang baru saja mengambil barang, sepertinya tidak menutup bagasi dengan benar. Entah pria itu lupa atau memang Tuhan yang sengaja mengirim dia untuk menjadi dewa penyelamat untuknya malam itu.
Gadis itu pun menyeberang dan berjalan mendekati mobil sport milik pria yang kini tengah ada di dalam rumah cat biru. Lama terdiam dan mematung menatap mobil sport warna biru, dak dik duk irama jantungnya pun berdetak kencang.
"Ampuni hamba ya Allah, aku tidak punya pilihan lagi selain ikut mobil ini," Lagi-lagi gadis ini menggumam memejamkan matanya dengan mulut komat-kamit seolah membaca mantra, membuka bagasi dan segera masuk ke dalam.
"Maaf, Tuan, sudah lancang masuk kemari," Ucap Kinanti lirih masih berkomat-kamit dan tubuh gemetar.
"Aku janji jika suatu saat nanti kita bertemu kembali, aku akan membalas kebaikan Tuan. Maaf ya Tuan," Gerutu gadis itu yang kini sudah berada di dalam tempat yang sempit dan gelap tanpa cahaya.
Beberapa menit kemudian si pemilik mobil terdengar berpamitan, "Terima kasih Bi, saya pamit dulu. Sudah larut," Pamit pemuda tersebut, meninggalkan rumah bercat biru membuka pintu mobil.
Mendengar suara deru mobil yang baru saja dinyalakan, membuat hati gadis ini sedikit lega, si empunya tidak memeriksa bagasi.
"Haaah.... Alhamdulillah yaa Allah, Tuan itu tidak membuka bagasi," Gumam gadis yang tengah bersembunyi merasa lega.
"Apa ini?" Dalam kegelapan, tiba-tiba tanpa sengaja tangan gadis ini menyentuh sebuah bungkusan paper bag, dan juga kotak. Ia pun memberanikan diri melihat apa isinya.
Meski di dalam sangat gelap, namun tangannya masih bisa meraba dengan jelas, bahwa benda yang tidak sengaja ia sentuh itu adalah sepatu dan baju.
"Masya Allah, tapi ini dosa. Apa iya aku harus mengambilnya, bukan kah Tuan ini sudah menjadi dewa penyelamatku malam ini," Batin gadis itu, antara iya dan tidak dengan niatnya.
Hampir satu jam menempuh perjalanan, mobil sport warna biru berhenti kembali di depan sebuah rumah megah, pemuda ini pun turun, membuka pintu gerbang. Karena kebetulan satpam yang bertugas sedang cuti malam itu.
"Sepertinya sudah sampai dia," Batin gadis ini mengintip dan membuka sedikit bagasi. Menuruni bagasi perlahan dan mengendap-endap, tanpa menimbulkan suara.
Disaat si pemilik mobil tengah sibuk membelakangi dan membuka pintu pagar, disaat yang bersamaan pula, gadis ini melarikan diri dengan membawa paper bag dan sepatu yang ada di dalam bagasi.
Tanpa di ketahui sang pemilik, Kinanti berhasil kabur dan kembali maraton malam, tanpa mengenal lelah. Tanpa ia sadari, langkah kakinya telah sampai di depan sebuah tempat yang terdengar dari luar hingar bingar suara jedak-jeduk musik yang keras sekali.
"Tempat apa ini?"
Kinanti penasaran melihat bangunan yang tampak sepi dari luar, namun suara kencang musik dari dalam terdengar memekakkan telinga hingga ke luar. Rasa penasarannya pun kian besar.
"Aku harus mengganti pakaianku dulu jika mau masuk ke dalam, tidak mungkin juga aku masuk dengan baju sobek begini," Tandas gadis itu kembali, mengamati pakaian yang ia kenakan.
Menoleh ke kanan dan ke kiri, rupanya ada sebuah tembok setengah badan di samping tempat itu. Gadis ini pun segera mengganti pakaiannya, di sana ia menemukan sebotol air mineral sepertinya milik seseorang yang memang sengaja di tinggalkan.
"Alhamdulillah masih ada orang baik juga ternyata yang sengaja meninggalkan airnya di sini," Batin gadis itu seraya menenggak botol air mineral tersebut, sudah sejak tadi gadis ini kehausan akibat berlari. Dan sisa air yang ada pun ia gunakan untuk membasuh wajah dan rambutnya agar terlihat lebih segar.
Dalam sekejap ia telah berubah cantik, dengan tampilannya saat ini. Gaun yang ia ambil rupanya bukanlah gaun murahan, terbukti saat di kenakan oleh gadis itu, seketika memancarakan aura kecantikan meski tanpa polesan bedak dan lipstik. Tanpa berkaca, gadis ini merapikan rambutnya yang sedikit basah dengan kedua jarinya sebagai sisir.
Setelah terlihat rapi gadis itu memberanikan diri masuk kedalam, tempat yang baru pertama kali ia lihat.
Pertama sampai kedalam, netra gadis ini kaget melihat pria dan wanita yang dengan bebas bergandengan, ada yang berciuman bahkan saling merangkul dan berjoget bersama. Dalam hati merasa sangat risih dengan pemandangan yang ia lihat. Tapi bayangan kedua orang tuanya, kembali mengingatkan gadis itu akan tekadnya untuk bekerja menghasilkan uang lebih banyak agar bisa segera melunasi utang bapaknya. Dan terbebas dari jeratan bandot tua hidung belang.
"Ah persetan dengan mereka, aku tidak tahu ada di mana saat ini. Aku hanya butuh pekerjaan agar bisa bertahan hidup, tidak mungkin juga kalau kembali pulang. Yang ada Bapak dan Ibu bisa kena masalah karena ku, maafkan anakmu ini Bapak, Ibu," Gumam gadis ini kembali bersedih mengingat kondisi kedua orang tuanya.
"Pak, permisi, saya ingin melamar kerja di sini," Ucap Kinanti dengan wajah memelas, kepada seorang pria yang berpostur tinggi besar layaknya bodyguard.
Sekilas pria yang berpostur tinggi besar itu mengamati penampilan Kinanti dari ujung kepala hingga kaki.
"Sepertinya cantik juga gadis ini jika diamati lebih seksama, pasti pengunjung akan suka dengan barang baru yang bening seperti dia," Gumam pria tersebut tersenyum licik.
"Baiklah, kebetulan salah satu karyawan sedang sakit. Jika kamu mau, kamu bisa mulai bekerja malam ini," Jawab pengelola Klub tersebut.
"Ba - baik Pak, terima kasih banyak. Saya janji akan bekerja dengan baik Pak," Balas gadis itu tersenyum puas, akhirnya malam itu ia tidak tidur di luar.
Mulai saat itu Kinanti resmi bekerja sebagai pelayan pengantar minuman di Klub malam tersebut. Setelah sang pengelola Klub menjelaskan apa saja yang harus ia kerjakan. Ia pun mengganti pakaian yang ia kenakan dengan seragam pemberian pria tersebut.
Setelah berkaca di depan cermin di ruang ganti, Kinanti menatap seluruh tubuhnya dari atas hingga bawah. Penampilannya saat itu membuat ia merasa aneh. Baru pertama kali dalam hidup, ia mengenakan rok yang begitu pendek, hampir seluruh pahanya terlihat jelas.
"Astaghfirullah ini rok kehabisan bahan atau memang modelnya kekecilan begini ya," ujar gadis yang sangat polos tentang fashion itu mengamati dirinya di depan pantulan cermin.
Karena pengelola Klub sudah menggedor nya untuk segera keluar dan bersiap melayani tamu, maka gadis itu pun segera keluar bersiap untuk bekerja. Seketika sang pengelola Klub terkesima melihat kecantikan gadis di hadapannya malam itu.
BERSAMBUNG......
Kediaman keluarga Zain Abraham.... Seorang pria muda yang baru saja pulang dari tempat bekerja memasuki rumah, tampak letih setelah seharian jenuh dengan segudang pekerjaan yang selalu menguras otak dan tenaganya. "Baru pulang kamu," sapa sang ibunda kepada putra tunggalnya yang baru saja mendudukkan bokongnya di sofa. "Iya, Ma, seperti biasa banyak banget meeting yang harus Zain hadiri," timpal sang putra dengan wajah letih, membuang napas kasar. "Makanya nikah biar pas kamu pulang dan capek begini ada yang urus, memangnya mau sampai kapan kamu terus-menerus membujang seperti ini Zain? Usia kamu sudah tidak lagi muda, sudah saat nya kamu menikah," seru sang ibunda selalu dibuat kesal oleh sang putra, tiap kali ucapannya selalu diabaikan jika menyangkut perihal pernikahan. "Aduh, Ma, stop deh jangan bahas itu lagi! Zain itu capek Ma, pulang kerja pingin istirahat. selalu saja Mama sambut dengan omelan yang sama," dengus Zain kesal. "Ap
Untuk ke sekian kalinya malam itu mata Kinanti kembali tak dapat terpejam. Meski pria di sampingnya telah terlelap di buai mimpi, namun tidak dengan gadis ini. Hingga jam dua dini hari, ia tidak dapat tidur meski rasa kantuk mulai menghinggapinya.Kinanti masih terus berjaga-jaga, takut jikalau pria yang sudah membawanya entah di mana dia saat itu, akan terbangun dan menuntutnya untuk melayani."Terima kasih ya, Allah, akhirnya Tuan Zain tertidur pulas," batin Kinanti berusaha beranjak bangun dan perlahan meletakkan tangan Zain. Setelah berhasil lepas dari pelukan Zain, Kinanti segera meloncat ke lantai dan berusaha mencari kunci kamar, namun sepertinya pria itu sengaja menyembunyikan nya.Puas mencari entah kemana kunci kamar tersebut, gadis ini pun tak dapat menguasai rasa kantuk yang menderanya. Akhirnya ia terlelap di atas sofa dengan menutupi tubuhnya dengan selimut yang ada di atas kasur hingga pagi menjelang.Hembusan angin pagi hari mulai menyerua
"Maafkan saya sekali lagi Tuan, saya mengaku salah telah lancang mengambil barang milik Tuan tanpa izin," tandas Kinanti berusaha menahan tangisnya dibawah kaki Zain Abraham. "Bagaimana bisa kamu mengambilnya? Kapan kamu lakukan itu?" selidik Zain masih dengan suara menggelegar. "Tepatnya dua hari yang lalu, Tuan. Saat itu saya benar-benar tidak mempunyai pilihan lain, karena pakaian saya robek waktu itu," balas gadis itu membela diri. "Alasan. Sudah berani melanggar keluar kamar, masih pula di tambah mencuri. Dasar, semua wanita malam sama saja. Awalnya berlagak sok polos," hardik pria di hadapan Kinanti penuh amarah, ucapannya semakin membuat hati gadis yang tengah berlutut di bawah kakinya semakin sedih. "Tuan boleh memaki atau memarahi saya sesuka hati. Tapi jangan sebut aku wanita malam....!" kali ini kesabaran Kinanti telah habis. Ia pun tanpa sadar membalas membentak Zain dengan lantang. Melihat gadis yang tengah berlutut itu berani mem
"Ada apa dengan Tuan Zain, aku kan hanya mau memasangkan dasi seperti perintahnya. Kenapa juga dia sampai merem senyum-senyum begitu," gumam Kinanti mengerutkan dahi, tak habis pikir dengan sikap CEO di hadapannya.Tangan Kinanti masih terkalung di leher sang CEO. Terdiam ambigu menatap wajah Zain, sekaligus otaknya terus berpikir. Mengingat bagaimana cara memasang dasi."Lama sekali sih," dengus Zain mulai hilang kesabaran."Maaf, Tuan, sepertinya saya lupa," ujar Kinanti, wajahnya tertunduk.Zain yang sedari tadi dalam mode on, siap menerima serangan Kinanti, tiba-tiba kesal seketika mendengar jawaban gadis bayarannya."Lupa, apanya yang lupa? Kelamaan kamu," keluh Zain bersungut dan membuka kembali matanya.Melihat gadis bayarannya yang tertunduk dan memasang wajah manyun, menambah keimutan bibir indah Kinanti. Nafsu Zain pun makin tak dapat dikontrol.Tanpa menunggu lama, tiba-tiba Zain meraih dagu gadis bayarannya, dan mula
Seusai sarapan pagi, Zain kembali menggendong tubuh Kinanti kembali ke kamar."Lepas Tuan! Saya bisa sendiri." pinta Kinanti yang kini untuk kedua kalinya berada dalam gendongan sang CEO."Berisik!" pungkas Zain, terus melangkah menuju kamar.Sesampainya di dalam kamar, Zain meletakkan Kinanti di atas kasur. Tangannya menuju handphone yang tergeletak di atas meja. Mengusap layar benda pipih tersebut, mencari nomor seseorang."Hallo, segeralah kemari! jangan lupa bawa obat-obatan untuk kaki melepuh karena air panas." ucap Zain kepada lawan bicaranya."Tuan kalau mau berangkat kerja, berangkat saja. Nanti saya bisa kembali naik taksi." sela Kinanti menatap wajah tampah Zai Abraham."Tuan Zain kalau tidak marah, wajahnya tampan sekali." gumam gadis yang terlihat terkesima oleh ketampanan sang CEO."Siapa yang memberimu ijin kembali ke sana?" Kali ini suara sang CEO terdengar kembali garang."Sampai aku sendiri ya
Setibanya di perusahaan, seluruh komite dan jajaran dewan direksi sudah duduk rapi, menunggu kedatangan sang CEO. Tak perlu lama dan berbasa-basi, Zain pun segera memimpin rapat tersebut. Meski sesekali bayangan wajah Kinanti terlintas di otaknya.Berbeda dengan Kinanti, setelah meminum obat dari dokter Andika, rasa kantuk pun mulai menghinggapinya. Dan gadis itu kini terlelap di balik selimut. Sementara bi Ijah dengan setia masih menunggu Kinanti sembari duduk di sofa yang ada di kamar, seraya menghidupkan televisi.******Rapat pun akhirnya selesai setelah hampir satu jam lebih Zain berdiskusi dengan bawahannya. Sesuai janjinya kepada Kinanti, maka ia pun segera kembali ke villa bersama dengan pak Shodik."Kenapa cepat sekali, Tuan?" tanya pak Shodik, saat mobil yang dikendarainya telah membelah jalanan menuju arah villa."Iya, Pak. Kebetulan hari ini jadwal saya kosong setelah rapat," balas Zain singkat.Meski terbilang dingin dan angkuh,
Selepas mandi, Zain mengajak Kinanti pergi ke sebuah butik ternama. Keduanya tampak turun dari mobil sport warna biru, berjalan beriringan. Kinanti berjalan dengan kaki tertatih."Apa sakit sekali kah untuk berjalan?" tanya Zain penuh perhatian, mengamati Kinanti yang berjalan di sampingnya dengan tertatih. Gadis itu pun membalas dengan gelengan kepala.Saat tiba di depan butik, seluruh pegawai menatap ke arah gadis di samping Zain. Masih dengan pakaian setelan kaos oblong beserta celana pendek."Selamat sore, Tuan Zain!" sapa salah satu pegawai butik yang sedang membuka pintu. Membungkukkan badannya kepada Zain."Sore juga. Bantu dia memilih pakaian. Pastikan yang paling bagus!" Perintah Zain kepada pegawai butik."Baik, Tuan. Mari, Nona!" ujar pegawai yang menyapa Zain dan Kinanti, lalu segera menuju ke ruangan di dalam. Tempat koleksi baju-baju di pajang.Kinanti tampak malu dan bingung, saat di harus kan untuk memilih beberapa baju, oleh
Sepulang dari mengantar Kinanti ke Klub, Zain tiba di rumah sekitar pukul 19.00. Pria itu segera bergegas masuk ke dalam kamar untuk bersiap. Tanpa menghiraukan sang ibunda yang sedari tadi sudah menunggunya dengan segudang omelan yang sudah bersiap meledak, bak bom molotov."Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang, sekertaris kamu bilang, hari ini kamu hanya ke kantor menghadiri rapat."Retno mencecar sang putra dengan pertanyaan. Sementara Zain, tak menanggapinya. Terus naik, menuju kamar.Tak lama kemudian Zain menuruni anak tangga, seraya merapikan kancing lengan bajunya. Malam itu Zain hendak pergi ke sebuah restoran yang sudah dipersiapkan oleh sang ibunda. Tanpa berpamit, karena kekesalan hatinya terhadap desakan Retno."Selamat malam, maaf sedikit terlambat," ucap Zain datar, saat bertemu dengan Avica untuk pertama kalinya. Gadis pilihan sang mama. Seorang gadis cantik, berpenampilan eksotis, dan sifat yang agresif serta materialis