Share

BAB V Satir

Author: ArjumandViva
last update Last Updated: 2021-05-29 11:46:21

“Bentangkan sayapmu! Cepat!” suara Kappa sangat jelas.

            Kinara mencoba membentangkan tangannya. Sayapnya terbuka lebar. Sedetik kemudian ia mengambang di udara. Tepat satu meter di atas permukaan tanah. Hampir saja ia mati konyol. Seperti burung kecil yang baru belajar terbang, Kinara merasa bahagia. Kepakan sayapnya kuat dan ia segera terbang bebas ke arah langit. Pengalaman yang sangat menakjubkan. Ternyata terbang lumayan melelahkan. Ia putuskan untuk berbincang kembali dengan Kappa.

“Bolehkah aku meminta sedikit air kolam ini? Aku kehausan.”

“Bravo! Akhirnya kau paham Kinara. Ijin untuk meminta sesuatu sangat penting di sini,” Kappa tersenyum ramah.

“Wow airnya segar. Rasanya mirip strawberry squash. Apakah ini air soda dicampur buah-buahan?” pertanyaan Kinara membuat Kappa tersenyum.

“Bukan seperti itu. Selama ini air di sini terasa tawar. Sama seperti air kolam biasa pada umunya.”

            Kinara mencicipi airnya sekali lagi. Tetap tidak hambar.

“Sebenarnya banyak hal yang harus kau pelajari dari awal tentang kehidupan di Falseland. Rasa air yang kau minum tergantung suasana hatimu. Kadang kau akan merasakan air berlumpur meski tampilannya bening. Kadang vanillalate atau apa saja yang enak. Aku hidup di sini sehingga air ini selalu hambar untukku,” jelas Kappa.

“Tunggu! Bagaimana kau tahu bahwa aku bisa terbang?”

“Tempat ini bagaikan dunia ajaib. Jangan kau samakan dengan duniamu yang lama.”

“Dari mana asalmu sebelum sampai di Falseland?” Kinara penasaran.

“Mungkin dari suatu tempat yang sama denganmu. Kita tidak boleh memberi tahu sembarang makhluk tentang kehidupan kita terdahulu. Ada tempat khusus untuk membahas hal itu lebih jauh. Saranku, tetap jaga ingatanmu tentang kehidupanmu yang asli. Namun, belajarlah untuk beradaptasi dan mengenal lebih dalam tentang Falseland. Kau sudah banyak minum di sini. Silahkan jelajahi tempat ini dan makanlah yang kenyaang di tempat lain. Percakapan kita cukup sampai di sini.”

“Wow, pertemuan yang singkat. Terimakasih atas nasehat dan tantangan yang kau berikan. Semoga kita bisa berjumpa lagi di lain waktu.

            Kappa tersenyum tulus kepada Kinara. Kemudian ia membenamkan dirinya ke dalam kolam. Beberapa detik berlalu air kolam menyusut dan mengering. Kappa menghilang bersamaan dengan itu. Kini tinggal Kinara yang masih takjub menyaksikan peristiwa yang baru saja ia alami. Beberapa menit yang lalu ia merasa gembira karena bertemu orang lain. Sekarang ia harus berjuang lagi secara independent untuk bertahan di dunia ajaib Flaseland.

            Menjaga kenangan merupakan pesan dari makhluk mitologi yang ia temui. Padahal mengenang sesuatu yang sangat berharga bagaikan menabur benih-benih rindu yang membuat sesak di dada. Hal-hal yang dahulu terlihat sangat sepele ternyata bisa berubah menjadi penting. Penyesalan adalah rasa bersalah yang tidak bisa mengubah keadaan. Pengecut, menyesal, sedih, ah, Kinara berusaha menepis dengan semangat mencari makanan.

            Terbang menjadi pengalaman baru yang luar biasa. badan Kinara terasa begitu ringan. Semua tampak berbeda dari atas.  Sejauh mata memandang, belum terlihat bahan makanan yang cocok.justru manusia kambing sedang asik memakan rumput tepat di bawah bukit alamanda. Mungkin bertanya kepada manusia kambing bukan ide yang buruk, pikir Kinara.

“Astaga mengagetkan sekali!” seru manusia kambing akibat kedatangan Kinara yang terlalu mendadak seperti sidak.

“Maaf aku telah mengganggu kenyamananmu. Perkenalkan namaku Kinara. Siapa namamu?”

“Aku Satir[1]. Apa keperluanmu denganku? Kau terlihat masih baru.”

“ya, tebakanmu tepat. Aku berencana mencari makan, tetapi tidak tahu harus terbang ke arah mana. Sudah kucoba berputar-putar. Namun, belum kutemukan buah-buahan maupun biji-bijian.”

“Pohon buah terlalu jauh. Lebih baik kau terbang ke arah kiri. Di sana terdapat lahan biji-bijian,” Satir menjelaskan sambil makan. Badannya tergolong kurus. Ia memakai kalung berbandul bintang. Ada seruling kecil di kakinya.

“Terimakasih. Bolehkah aku bertanya sekali lagi?”

“ya, tanyalah sesukamu. Aku senang jika bisa membantu.”

“Untuk apa seruling di kakimu? Apakah kau suka musik?”

“Oh, benda ini sangat sakral. Sudah ku coba meniupnya berkali-kali tetapi belum pernah berbunyi. Aku harus menjaga seruling ini hingga waktunya tiba. Apa alat musik yang kau bawa?”

            Pertanyaan Satir membuat Kinara panik. Sejak tiba di tempat ini Kinara tidak membawa apa-apa. Kenapa? Apa hanya dirinya yang berbeda?

“Sudahlah tidak usah memikirkan hal yang membuatmu frustasi. Jalani saja hidupmu dengan baik di sini. Mumpung aku masih di sini, silahkan tanya sesuatu yang lebih penting.”

“Oh, iya. Aku hampir lupa. Apakah kau tahu sesuatu tentang Kinari?”

“Sebentar, sepertinya aku pernah mendengar nama itu di suatu tempat.”

“Benarkah? Di mana tepatnya?”

            Angin tiba-tiba bertiup kencang. Langit berubah menjadi gelap. Selama beberaoa detik mata mendadak menjadi buta. Hanya warna hitam pekat yang terlihat. Oksigen seperti menipis menjadikan napas sesak. Peristiwa ini miri dengan fenomena alam gerhana matahari total. Perlahan-lahan cahaya redup datang hingga terang sempurna. Satir telah menjauh dari Kinara.

“Segeralah pergi ke arah kiri! Fenomena alam mengisyaratkan bahwa kau belum waktunya mendapatkan jawaban atas pertanyaanmu. Sampai jumpa!” Satir menghilang dibalik rerumputan.

            Pantas saja, belum pernah sekalipun Kinara berbuat kebaikan. Misinya kali ini harus berhasil. Pesan dari Satir memang nyata. Ia kini tengah berada di kebun jelai[2] dan jewawut[3] yang luas. Terlintas di benaknya tentang orang-orang Mesir kuno yang mengolah biji-bijian ini sebagai sumber bahan makanan utama dijadikan olahan roti dan sebagainya. Dulu, Kinara mengejek mereka makan seperti burung. Kini, ia sendiri menjelma menjadi burung. Sungguh ironi kehidupan.

“Permisi, bolehkah aku meminta biji-bijian di sini?”

            Muncul manusia banteng yang baru saja bangun tidur. Matanya masih merah. Ada gitar di atas punggungnya.

“Namaku Kinara. Aku kelaparan dari tadi belum makan.”

“Oh begitu. Aku Minotaur[4]. Jika kau ingin makan di sini, pungutlah semua daun kering yang ada di ladang ini!”

“Semua? Di ladang seluas ini?”

“Iya. Terserah kau mau apa tidak. Keputusan ada di tanganmu!”

            Gila! Luas ladang biji-bijian ini mungkin mencapai 1 hektar. Butuh puluhan pekerja agar bisa cepat selesai. Namun, perut Kinara sudah mulai memberontak. Entah kapan selesainya, tetapi patut dicoba. Tugas seperti ini semacam bakti sosial. Hampir tiga jam Kinara melakukan pekerjaannya. Kini ladang itu sudah tampak bersih meski belum selesai sempurna.

“Cukup Kinara! Kemarilah!” Minotaur memanggil dengan suara lantang.

            Tangan Kinara serasa mau copot. Tenaganya sudah terkuras habis. Akhirnya pekerjaan yang melelahkan ini selesai juga.

“Sini, makanlah dulu!” Minotaur telah menyiapkan jelai dan jewawut kupas. Rasanya Kinara ingin menangis saking senangnya.

“Ini enak sekali. Aku hampir pingsan tadi. Semua ini bolehkah kumakan sendiri?”

“Makanlah sepuasmu! Pasti melelahkan untukmu berusaha beradaptasi di sini. Sama sepertiku. Namun, lama-lama akan terbiasa juga.”

“Kalau boleh tahu sudah berapa lama kau di sini?”

“Lumayan lama. Aku tahu mengenai beberapa hal yang penting di Falseland.”

            Waktunya sepertinya tepat. Ada kemungkinan minotaur bisa membantu Kinara.

“Ada pesan dari alam untukmu Kinara,” perkataan Minotaur membuat jantung Kinara berdegub lebih cepat.

“Apa itu?”

“hanya satu pesan dan kau tidak diijinkan menanyakan apapun lagi padaku.”

“Baik. Aku setuju. Setelah ini aku akan pergi ke arah kanan.”

“Makhluk yang kau cari memiliki sayap sepertimu.”

“Maksudmu Kinari? Ia bersayap?”

            Manusia banteng hanya tersenyum. Kemudian berlari sangat kencang hingga tidak tampak sama sekali. Satu pertanyaan penting telah terjawab sebelum Kinara mengutarakannya. Ternyata memang benar pesan dari Anubis. Satu kebaikan yang ia lakukan akan mendekatkannya kepada Kinari. Semangatnya kembali meluap-luap. Harapannya kini terbuka lebar.

            Kinara kembali terbang dengan senyuman penuh kegembiraan. Kinari, seperti apakah dirimu? Bisa saja wujudnya kupu-kupu, kumbang, mungkin juga capung. Spesies hewan bersayap mengindikasikan dirinya. Kali ini petunjuknya sangat berharga. Bisa jadi Kinari adalah manusia burung seperti dirinya. Makhluk mitologi yang tinggal di Falseland begitu banyak. Tidak mungkin akan menanyai mereka satu persatu.

“Tolong! Tolong!”

            Terdengar teriakan penuh ketakutan. Suara itu berasal dari bawah pohon berdaun abu-abu. Kemudian disusul auman harimau yang membuat manusia serangga yang tinggal di pohon itu terbang menjauh karena takut. Kinara segera mendarat. Ternyata ada seorang manusia kelinci yang sedang diserang oleh manusia harimau. Manusia kelinci tidak berdaya menghadapi lawannya yang kelihatan lapar dan beringas. Kesempatan untuk berbuat baik lagi. Pikir Kinara. Tanpa berpikir panjang Kinara terbang dan hendak membawa manusia kelinci bersamanya. Namun, kecepatannya kurang akurat. Pemangsa yang butuh daging segera menerkam tubuh Kinara dan mencengkeram leher buruannya itu dengan kuku-kukunya yang tajam. Kinara tercekik, kesakitan, dan semua menjadi gelap.

[1] Berasal dari mitologi yunani kuno. Biasanya diilustrasikan menyerupai manusia bertanduk, berkaki kambing, memiliki ekor yang tebal dan panjang, berambut keriting, dan telinganya runcing.

[2] Sejenis biji-bijian dengan tekstur kenyal dan rasa seperti kacang.

[3] Tanaman pangan sejenis serelia berbiji kecil. Kandungan nutrisinya lebih baik dibandingkan beras dan jagung.

[4] Monster dengan wujud manusia berkepala banteng. Berasal dari mitologi Yunani kuno.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kinara Setengah Manusia Setengah Burung   BAB XXXVIII Manusia Angsa

    Ah, benar-benar minim pengetahuan. Kinara menghirup napas panjang dan mengeluarkannya pelan-pelan. Ia ingin merelaksasi diri. Bisakah ia melakukan koprol di sini? Tentu saja tidak akan ada yang berkomentar tentang perilakunya yang aneh. Huh, pernyataan Camazotz membuatnya tidak berkutik. Seandainya Rhara tidak hilang, ia tidak harus menanggung malu.“Kinara, aku ada urusan sebentar. Temuilah manusia angsa lebih dulu. Nanti kita berkumpul lagi di tempat manusia cumi-cumi tinggal,” Harpi meminta ijin.“Memangnya ada keperluan apa? Mengapa kita tidak pergi bersama-sama?” tanya Kinara penasaran.“Ada hal pribadi yang mau aku urus. Menyangkut masalah perempuan. Aku tidak melibatkanmu dalam masalah ini,” Harpi tersipu malu.“Maaf, kupikir hal biasa.” Kinara jadi salah tingkah. “Yang terpenting nanti kita bisa bertemu lagi tepat waktu. Jangan sampai kita terpisah. Kau paham kan? Aku masih trauma dengan kejadi

  • Kinara Setengah Manusia Setengah Burung   BAB XXXVII Camazotz

    Keceriaan manusia kelinci yang selalu mengisi hari-hari Kinara, kini menguap bagai air yang mendidih, menyusut, lalu habis tanpa sisa. Cita-cita besar untuk bisa kembali ke dunia asal bersama-sama seakan terputus. Kinara merasa seperti ulat yang gagal bermetamorfosis sebagai kupu-kupu. Berbagai tahapan telah dilalui dengan baik. Sayangnya, takdir berkata lain.“Ku rasa, kita memang harus melanjutkan perjalanan. Jika terus-menerus di sini, aku tetap mengingat Rhara.” Kinara bangkit dan mengepakkan sayapnya. Harpi membimbing Kinara agar terbang berdampingan. Mereka menuju gua harapan. Kinara sekarang berpikir lebih logis. Ia beruntung memiliki teman dekat seperti Harpi. Selain cantik, Harpi cepat move on dari peristiwa kelam yang dilaluinya. Ia tetap sedih, tapi tidak terlarut-larut. Mungkin Harpi sadar bahwa tindakan seperti itu menghabiskan energi.

  • Kinara Setengah Manusia Setengah Burung   BAB XXXIV HAMPA

    Udara semakin dingin. Hujan es sedikit reda. Tanah dipenuhi es padat. Terasa sakit saat kaki telanjang menginjaknya. Hawa dingin dari es memicu rasa ngilu. Suhu badanpun menurun drastis.Kinara histeris. “Rhara... Rhara!” teriaknya membabi buta.Harpi berbalik dan menggapai Kinara. “Kendalikan dirimu, Kinara! Rhara jatuh ke bawah!” Harpi memegangi tubuh Kinara yang terus berontak.“Lepaskan! Lepaskan aku! Aku harus turun ke bawah. Rhara akan ku selamatkan.” Tangis Kinara pecah di sela hujan es.Harpi memeluk erat Kinara. “Ini kecelakaan. Bukan salah siapapun. Tenanglah Kinara, kumohon! Kita bisa celaka semuanya jika turun ke jurang sekarang!” Harpi ikut menangis dan berusaha menenangkan Kinara yang masih shock atas jatuhnya Rhara.“Teman terbaiku jatuh. Aku belum tahu bagaimana keadaannya. Biarkan aku mencarinya ke bawah!” Kinara tetap meronta-ronta. Kali ini pelukan Harpi lepas. Hampir sa

  • Kinara Setengah Manusia Setengah Burung   BAB XXXV Hilang

    Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Falseland, tugas utama Kinara adalah mencari Kinari. Perjalanan panjang penuh liku-liku telah dialaminya. Kemudian, ia merasa senang bisa berjuang dan dibantu dalam banyak hal oleh Rhara. Betapa sepi hidupnya jika harus berjuang seorang diri hingga ke titik ini. Naik turun gunung es tidak akan berhasil tanpa bantuan dari Rhara. Semua tentang manusia kelinci itu membawa kebaikan dan selalu mengingatkan pada keberhasilan misi. Awalnya, Harpi kelihatan polos di mata Kinara. Ia juga takut jika gadis burung itu akan merepotkan. Ternyata, tebakannya melenceng jauh. Harpi terlalu kuat, mandiri, cerdas, dan cantik. Semua itu terlalun keren bagi Kinara. Hingga pada suatu hari yang tidak ditentukan, hatinya meleleh. Setengah dari dirinya mengharapkan Harpi. Sisanya mengukir dalam nama Kinari. Makhluk mitolog

  • Kinara Setengah Manusia Setengah Burung   BAB XXXIV Kesalahan

    Kinara menyiapkan makanan bersama Harpi. Rhara sibuk membuat terowongan. Tugas masing-masing selesai dengan cepat. Kinara makan tidak terlalu lahap. Sesekali ia memandang ke arah Harpi. Ada getaran-getaran aneh memasuki relung hatinya. Saat mengunyah, bibir Harpi terlihat eksotis di mata Kinara. Merah muda, tipis, dan bergoyang-goyang. Lalu lidah Harpi menyapu bibirnya dengan gerakan lambat. Hal itu semakin membuat Kinara menjadi gemas.Plak! Rhara menepuk jidat Kinara dengan keras.“Aduh, sakit sekali. Kau kenapa lagi sih?” Kinara melompat saking kagetnya.“Ada nyamuk besar dijidatmu!” Rhara asal menjawab. Sebenarnya ia sedikit gerah melihat kelakuan Kinara.“Mana ada hewan seperti itu di tempat ini? Lama-lama kau ngelantur,” Kinara agak kesal.“Hmmm... kalian berulah lagi. Ini sudah larut. Ayo hentikan! Aku ingin segera tidur cantik di atas dedaunan pohon yang rindang.” Harpi bangkit menuju ke arah

  • Kinara Setengah Manusia Setengah Burung   BAB XXXIII Kapas

    Kedua tangan Kinara memegang kepalanya. Ada apa sebenarnya dengan kedua sahabat dekatnya itu? Awalnya, Kinara yang merasa keberatan dengan kehadiran Harpi. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama. Untungnya Rhara ramah dan mengajak mereka untuk bisa rukun serta berjuang bersama. Kali ini justru Rhara ingin Harpi pergi. Ah, masalah yang kecil mampu membuat rusak pertemanan yang dijalin dengan susah payah.Kinara merangkul Rhara dan membawanya agah menjauh.”Rhara, apa yang merasukimu? Mengapa kau mendadak kejam? Sadarlah, perjalanan kita sudah cukup jauh. Redamlah egomu dan biarkan Harpi tetap bersama kita,”“Jangan, Kinara! Perjuangan kita terlalu berharga jika rusak dan gagal hanya karena gadis burung pembohong. Aku tidak mau usaha kita berujung sia-sia. Demi impian seluruh penghuni Falseland. Buatlah keputusan yang paling bijak!”“Percayalah padaku Rhara. Aku tidak akan mengecewakan siapapun.” Kinara menjabat tangan Rhara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status