Share

BAB VI Kedatangan Detektif

Hujan deras disertai petir menggelegar membuat suasana rumah Tar bertambah suram. Sudah sebulan sejak Alex menghilang belum ada sama sekali petunjuk yang berarti. Pihak kepolisian sudah menangani kasus itu dengan usaha yang maksimal. Dua orang detektif muda masih terus mencari jejak dan bukti-bukti demi menemukan kembali orang bernama Alex yang dilaporkan hilang secara misterius di sebuah villa dekat dengan hutan pinus.

“Kasus ini membuatku gila. Apakah kau percaya takhayul?” salah satu detektif yang bernama Marko bertanya kepada rekannya.

“Aku tipikal orang yang selalu realistis. Bisa jadi ini kasus penculikan untuk penjualan organ vital. Susah dipecahkan karena sang pelaku sangat jeli dan teliti. jika kita mampu memecahkannya mungkin sindikat penjualan organ ini bisa segera kita ringkus,” jawab detektif Devgan.

“Please! Beberapa saksi di lokasi kejadian menyebut melihat monster menyerupai manusia burung. Jika itu satu orang saksi, aku percaya ia mengidap gangguan mental. Namun, ada empat orang saksi yang mengaku melihat makhluk mitologi itu melompat dari jendela kamar korban di hari kejadian. Apakah itu masih kurang valid?”

“Kau benar ada empat orang saksi. Salah satu terindentifikasi sebagai saudara sepupu korban. Namanya adalah Tar, pemilik rumah ini. Lihat keadaannya. Dua minggu yang lalu ia menjadi pasien rawat inap di Rumah Sakit Jiwa dengan penanganan khusus karena depresi berat dan halusinasi akut. Ia selalu menyebut-nyebut tentang kutukan, werewolf, vampir, dan monster burung yang sedang memburunya. Setiap saat ia selalu memanggil-manggil nama korban.”

“Bukankah itu hal yang wajar, jika seseorang menjadi depresi setelah mengalami kejadian di luar nalar? Toh masih ada tiga saksi lainnya hanya melihat sepintas dan tidak sejelas yang diakui oleh saksi pertama. Manusia burung? Hello, di jaman millenial seperti sekarang kenapa masih ada yang percaya?”

“Lantas bagaimana kau akan menyangkal penuturan empat saksi yang sama-sama menyebutkan tentang burung bersayap merah muda, paruh kecil, dan wujud setengah manusia?”

“Aku hanya tidak habis pikir dengan kau Devgan. Buat apa kau menempuh pendidikan tinggi jika begitu saja percaya dengan mitos? Saat ini teknologi sudah semakin maju. Lagi pula, menurutku itu bukan monster, tetapi salah satu pelaku penculikan yang bertugas untuk mengalihkan perhatian dengan mengenakan kostum hallowen manusia burung lengkap dengan make up yang mendukung. Kasus ini tetap melibatkan sebuah tim, bukan individu.”

“Kita berdua sudah melakukan penyelidikan mendalam di tempat kejadian. Kamar itu masih seperti semula. Tidak ada tanda-tanda penyerangan atau perlawanan. Kita juga sudah mengecek sidik jari pada barang-barang, gagang pintu, dan jendela. Hanya ditemukan sidik jari Tar dan korban. Jika itu kasus penculikan, bagaimana cara pelaku membawa korban keluar sedangkan ukuran jendela kamar sangat kecil hanya muat untuk satu orang? Apalagi posisi jendela waktu itu terkunci dari dalam. Kasus ini tidak biasa. kita tidak bisa menanganinya dengan menggunakan sebatas realita dan logika.”

“Aduh Devgan. Lantas menurutmu kita harus percaya dengan hantu, monster, dan vampir?”

“Sepertinya begitu. Kita pastikan dulu penjelasan dari Tar.”

“Oke.”

            Tar keluar dari kamar dengan raut muka pucat. Mama dan papanya berada di sampingnya. Kali ini orang tua Alex sedang berada di rumah sakit. Mamanya drop dan sedang dalam penanganan intensif.

“Selamat siang detektif Marko dan detektif Devgan. Putra kami sudah siap memberikan informasi. Dokter memperbolehkan asal di bawah pengawasan orang tua. Kami harap segera ditemukan petunjuk agar keponakan kami bisa ditemukan dengan cepat. Tolong detektif, kakak saya sudah amat menderita dengan hilangnya Alex,” mama Tar setengah memohon dengan nada penuh putus asa.

“Mohon maaf jika kami berdua datang saat kau belum pulih total,” kata detektif Marko.

“Tidak masalah. Saya sudah siap dengan pertanyaannya,” Tar menjawab dengan mantap.

“Baiklah. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, saksi kunci dalam kasus ini adalah dirimu. Sebenarnya kami membutuhkan keterangan darimu pada hari kejadian perkara. Namun, kondisi waktu itu belum memungkinkan. Kami ingin tahu seperti apa pribadi Alex dan apa yang ia lakukan sebelum menghilang?” Detektif Devgan memulai pertanyaannya.

“Kami pergi tamasya keluarga. Di sana ada arca keramat yang tidak boleh disentuh. Saya sudah memberi peringatan kepada Alex untuk berhati-hati dan jaga sikap. Sayangnya, Alex tidak percaya dan menganggap nasehat saya sebagai bualan konyol. Jadi, Alex melakukan tindakan yang sangat fatal. Sampai di villa Alex menunjukkan gelagat yang aneh. Katanya sandwich kami basi, pizzanya tidak enak sampai ia muntah-muntah. Biasanya dua makanan itu favoritnya. Hal tidak wajar selanjutnya, ia makan pisang yang sebelumnya sangat ia hindari. Puncaknya, ia histeris di ruang tengah karena merasa mendengar obrolan seseorang. Padahal hanya ada saya dan Alex saja di tempat itu. Alex pingsan dan saya membantunya masuk ke kamar. Begitu malam tiba saya mencoba check, tetapi Alex sudah tidak ada. Saya justru melihat monster manusia burung duduk di atas tempat tidur. Saya menjerit lalu melemparkan bubuk bawang putih ke arahnya. Kemudian semua jimat yang saya bawa juga. Ia terlihat kaget dan berlari serta melompat dari jendela. Ia masuk ke area hutan pinus.”

“Jadi monster manusia burung itu kabur melalui jendela menuju arah hutan pinus?” Marko tampak penasaran.

“Iya, saya takut jadi tidak ikut mengejarnya. Semua jimat yang saya lempar ternyata tidak ada satupun yang mempan.”

“Kau tidak melihat gelagat aneh dari makhluk yang sebut monster? Maaf sebelumnya. Logikanya kalau benar makhluk itu monster burung, seharusnya ia terbang saat keluar dari jendela. Tinggi jendela itu kira-kira dua meter dari permukaan tanah. Kemudian semua jimatmu tidak mempan. Apakah kau tidak memikirkan tentang dua keadaan ini? Bisa saja itu hanya seorang bandit yang memakai kostum burung untuk pengecoh agar kasus penculikan Alex dapat ditutupi,” Marko mencoba menggiring Tar ke dalam pemikirannya.

“Tidak! Terlalu sempurna jika anda mengira itu hanya sekadar kostum. Biasanya kostum kekecilan atau terlalu besar. Yang saya lihat benar-benar wujud setengah manusia setengah burung lengkap dengan bulu-bulunya.”

“Kau hanya melihat satu. Jika itu memang monster, lalu Alex dimana?”

“Entahlah. Saya tidak mau berspekulasi buruk. Tolong sekali lagi cari jejak manusia burung itu di hutan pinus!” Tar setengah memohon.

“Kami sudah masuk hutan begitu ada laporan. Belum ditemukan jejak sama sekali. Semua rekaman CCTV yang ada di area villa dan sekitarnya juga tidak memberikan petunjuk apa-apa. Kebetulan manusia burung melarikan diri pada wilayah yang tidak dijangkau CCTV dan kamar yang Alex gunakan juga tidak ada rekamannya. Alasan dari pihak pemilik villa adalah untuk menjaga privasi pengunjung.”

“Tolong sekali lagi. Bulunya berwarna merah muda seperti flamingo.”

“Maaf kami sudah melakukan pencarian di hutan selama berhari-hari dan belum ada keputusan dari atasan untuk tindakan lebih lanjut.”

            Dua detektif itu segera berpamitan. Belum ada perkembangan yang berarti. Marko semakin alergi dengan cerita takhayul yang dipercaya oleh Tar. Sedangkan Devgan secara diam-diam semakin penasaran dengan arca keramat dan kutukan.

“Bagaimana Dev, apakah kau ingin kita ke kafe terdekat dulu?” Marko menawarkan.

“Aku ingin segera pulang. Ada hal yang harus kuurus.”

“Baik. Lain kali saja. Mitos ini begitu menjijikkan.”

            Devgan tidak menyahut obrolan rekannya. Wilayah ini tidak asing baginya. Sewaktu kecil, neneknya sering mendongeng tentang dunia bawah untuk orang-orang terkutuk. Entah dari mana nenek mengetahui legenda seperti itu. Mungkin diceritakan secara turun-temurun dari para leluhur. Ceritanya lumayan seru. Horor yang berbalut romansa. Kata nenek ia mengalami sendiri kejadian aneh yang diduga ada hubungannya dengan mitos tentang dunia terkutuk. Dulu kekasih nenek dari detektif Devgan adalah orang yang berpendidikan tinggi di masanya. Sayangnya, orang itu bukan kakeknya. Namun, ia adalah cinta sejati nenek. Parasnya rupawan dan sangat sopan. Saat itu banyak serigala liar yang mendadak hilang. Beberapa anak kecil juga tidak ditemukan. Tiba-tiba pada suatu hari di mana bulan purnama bersinar sangat terang, nenek menyaksikan kekasihnya berubah menjadi manusia serigala dan tidak pernah kembali lagi. Manusia lain tidak bisa menolongnya. Namun, cenayang penjaga hutan mungkin tahu sesuatu.

            Hutan yang dimaksud nenek Devgan adalah tempat monster burung itu kabur. Anehnya lagi, kejadian hilangnya Alex bersamaan saat bulan purnama. Tar juga menceritakan tentang kutukan. Devgan memutuskan untuk menghubungi Tar lagi tanpa melibatkan Marko. Ia bertekad mencari jejak monster burung ke hutan bersama Tar.

            Sehari kemudian dengan persiapan yang matang, Tar dan Devgan sudah berada di pintu masuk hutan. Mereka membawa perbekalan layaknya orang naik gunung. Senter, tenda, jas hujan, air, makanan, parafin, selimut, dan sebagainya. Tidak lupa Tar membawa semua jimat yang tersisa di dalam tas kecil di pundaknya.

“Mengapa kau mempercayai ceritaku? Padahal dokter serta perawat di rumah sakit menyebutku gila. Bahkan detektif Marko kelihatan capek mendengar penuturanku waktu itu,” Tar memulai perbincangan untuk mencairkan suasana.

“Sebenarnya semua ini masih fifti-fifti. Antara percaya dan tidak. Namun, kasus Alex menurutku tergolong luar biasa. bagi kami para detektif, ini salah satu penculikan yang begitu sempurna. Di sisi lain, makhluk-makhluk mitologi dan dunianya sudah begitu melegenda bagi penduduk sini. Neneku juga pernah bercerita tentang kutukan dan  monster. Ada kesamaan dengan ceritamu,” jelas Devgan.

“Terimakasi. Karena rasa penasaranmu itulah harapanku untuk menemukan Alex kembali meningkat lagi. Memang tidak ada kepastian akan hasil yang diperoleh dari usaha kita kali ini. Namun, hidupku tidak akan tenang jika tidak berbuat apa-apa untuk menyelamatkan saudaraku.”

“jangan terlalu sedih. Anggap saja perjalanan kita ini sebagai kemah akhir pekan.”

            Suasana malam di hutan pinus dipenuhi suara-suara hewan. Serangga malam mengeluarkan bunyi melengking membuat telinga berdengung. Sekelompok kelelawar beterbangan hendak mencari buah-buahan sebagai santapan malam. Beberapa monyet bergelantungan di atas dahan yang tidak terlalu tinggi. mungkin satwa-satwa ini terusik kenyamanannya dengan kehadiran dua orang tamu yang tidak pernah diundang. Sadar ataupun tidak Tar dan detektif Devgan membuat rutinitas penghuni hutan menjadi terganggu. Langkah kaki keduanya membuat suara berisik saat menginjak batang pohon kecil yang sudah kering. Obrolan mereka membuat kaget hewan pengerat maupun hewan bersayap yang ada di sekeliling jalur pencarian jejak monster manusia burung.

“Aduh,” Tar terjatuh karena tersandung akar pohon.

“Ada apa? Apakah kau baik-baik saja?” detektif Devgan berbalik ke arah Tar. Gerakannya cepat membantu Tar agar bisa berdiri.

“Oh, tidak! Kakiku sepertinya terkilir.”

“Bukan pertanda baik. Mari kita dirikan tenda di dekat pohon beringin besar.”

“Mengapa harus di sana?”

“Kau takut?”

“Maksudku banyak tempat lain yang lebih baik,” muka Tar memerah.

“Pohon besar itu cocok untuk kita. Akarnya juga kokoh dan pastinya menyerap banyak air. Apa kau mau kita terkena banjir di hutan ini? Kita tidak bisa menebak apakah nanti akan turun hujan atau tidak.”

            Kata-kata detektif Devgan sangat masuk akal. Tentunya ia menguasai teknik survival sehingga paham kondisi vegetasi hutan dan tahu cara bertahan dalam segala keadaan. Tar hanya bocah ingusan yang memiliki tekad kuat, tetapi bernyali ciut. Entah kapan ketakutannya dengan makhluk-makhluk astral bisa sedikit berkurang. Satu hal yang pasti, setelah Alex menghilang dirinya menjadi penakut kelas kakap.

            Tenda segera didirikan. Tar menyesal tidak ikut organisasi kepanduan. Ternyata bertahan hidup di alam terbuka membutuhkan ilmu tidak hanya sekedar mengandalkan wajah yang rupawan. Segalanya diselesaikan oleh detektif Devgan dengan cepat. Hanya butuh beberapa menit saja parit sudah digali disekitar tenda. Tempat memasak sederhana sudah siap. Persediaan makanan yang dibawa cukup banyak. Tar membawa marsmellow. Devgan menyiapkan daging bumbu barbeque untuk dibakar dan juga jagung.

“Apakah kau tahu sesuatu tentang rahasia hutan pinus ini?”

“Aku tahu sedikit. Aku mau bercerita asal kau tidak menganggapku sebagai pembual.”

“Tenang saja. Aku percaya bahwa vampir, werewolf dan sejenisnya ada di dunia ini. Mungkin sekarang mereka sedang bersembunyi atau justru sedang mengintai kita.”

“Kau seperti bocah kolosal yang hidup di era milenial.”

“Tidak masalah. Toh aku benar-benar melihat monster manusia burung.”

“Cerita turun temurun yang berkembang dari jaman nenek moyang, hutan ini memiliki seorang penjaga. Orang itu adalah cenayang yang memiliki setengah kekuatan Dewa. Si cenayang mampu mengetahui kejadian di masa lali dan masa depan. Tidak semua orang mampu berinteraksi dengannya. Keberadaanya disembunyikan. Sayangnya, ia menanggung tanggungjawab dan pantangan yang berat. Jika ia mencintai seseorang yang tidak ditakdirkan untuknya, maka sepertiga umurnya akan hilang sekejab. Konon ia mampu berkomunikasi dengan makhluk-makhluk mitologi dan bisa masuk ke dunia bawah.”

“Pasti cenayang penjaga hutan ini sudah tua renta dan keriput,” Tar mulai mengoceh.

            Tiba-tiba terdengar bunyi benda jatuh seperti dentuman keras dari arah utara. Detektif Devgan dan Tar segera berlari untuk menyelamatkan diri. Mereka hanya membawa senter.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status