Beranda / Fantasi / Kinari dan Benang Waktu / Bab XV: Into an Unknown

Share

Bab XV: Into an Unknown

Penulis: Niskala
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-11 23:30:14

Kinari dan Kael berdiri di tengah kegelapan labirin yang pekat, tubuh mereka terbungkus oleh kabut dingin dan sunyi yang menyelimuti setiap sudut.

Mereka saling berpandangan singkat, lalu tanpa kata, menutup mata mereka—seolah memasuki ruang hampa antara detak waktu dan nafas alam semesta.

Dalam keheningan itu, mereka mulai menyingkirkan setiap bayang prasangka yang melekat dalam jiwa.

Membiarkan segala beban dan keraguan larut tanpa jejak.

Pikiran mereka mengalir perlahan, seperti arus laut yang menepi, menjemput kedamaian yang hampir melampaui dunia nyata.

El’Thyren, kalung cahaya yang terikat erat pada leher mereka, mulai memancarkan sinar lembut.

Berdenyut dengan irama yang halus, seperti detak jantung bintang di kedalaman kosmos.

Cahaya itu mengalir ke dalam tubuh mereka, menyapu serpihan keruh yang menutupi penglihatan dan jiwa.

Ketika Kinari dan Kael membuka mata, ruang di depan mereka telah berubah.

Tembok yang tadinya membeku itu kini menghilang tanpa jejak
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab XXIII The Aeon Vanguard

    Sesosok Cynocephali melesat dari sisi kiri medan, gerakannya cepat seperti panah yang dilepaskan dari busur raksasa. Taringnya menyeringai, matanya liar, dan tombak kuno di tangannya menusuk lurus ke dada sang prajurit Aeon. Ujung besi itu menghantam lapisan nano-titanium yang berpendar tipis, memercikkan cahaya biru. Namun, hantaman itu seperti memukul dinding bintang, memantul keras hingga membuat Cynocephali itu terlempar mundur, terhuyung di udara sebelum jatuh menghantam tanah. Belum sempat mengangkat senjatanya kembali, bayangan lain langsung melompat—seekor Cynocephali yang lebih besar, zirahnya penuh torehan perang, saber melengkung di tangannya terangkat tinggi, siap membelah helm nanoforge itu. Tetapi sang ratu melihatnya lebih dulu. “Tidak di hadapanku.” Ia meraih Trident Aetheryn lalu melemparnya. Trident itu terbang menembus kabut perang, mengeluarkan nada nyaring yang bukan suara logam, melainkan seperti alunan petir di kedalaman air. Ujungnya menembus dada Cyn

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab XXII The Paradox War

    Daun pintu besi itu bergeser dengan suara berat yang tak hanya terdengar di telinga, tetapi juga di tulang—gemeretak mekanikal bercampur dengung purba, seolah engselnya digerakkan oleh raksasa yang sudah lama mati. Saat celah itu melebar, cahaya asing menyembur masuk, memantul di kulit dan baju mereka dengan kilau yang tak dikenali oleh mata dunia mana pun. Langkah pertama melewati ambang terasa seperti menembus lapisan tipis antara mimpi dan kenyataan. Udara di baliknya lebih padat, beraroma logam, ozon, dan… sesuatu yang seperti debu kuno yang baru saja dibangkitkan. Di hadapan mereka, terbentang sebuah kota yang tak mungkin ada. Menara-menara perak menjulang tinggi bak jarum yang menusuk langit, beberapa menggantung di udara, ditopang oleh medan tak terlihat. Jalan-jalan melayang berkelok di antara bangunan, dan kendaraan-kendaraan berbentuk melengkung berlayar di atasnya, mengeluarkan semburat cahaya di setiap lintasan. Namun semua itu tidak utuh. Retakan waktu tel

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab XXI Door of Thousands Thread

    Langkah-langkah Astrelyn tak menimbulkan suara. Namun setiap kali kakinya menyentuh tanah pulau itu, gelombang tipis cahaya menyebar bagai riak di air, memantulkan bayangan pintu-pintu yang tak terhitung jumlahnya. “Ini adalah Titik-Titik Takdir,” suara sang dewa terdengar seperti gema dari tujuh arah sekaligus. “Setiap pintu adalah satu simpul dalam anyaman yang lebih luas dari bintang-bintang. Setiap simpul… adalah dunia yang hidup atau mati oleh satu keputusan.” Pintu-pintu itu berderet, melingkar, berlapis-lapis seperti kelopak bunga yang tidak pernah selesai mekar. Ada pintu dari kayu tua yang berlumut, pintu kristal yang berdenyut dengan cahaya, pintu besi raksasa yang dihiasi relief naga, Hingga pintu tak kasatmata yang hanya dapat dilihat dari sudut tertentu. Setiap pintu memiliki denyut sendiri, napas sendiri, seolah ia adalah makhluk hidup yang menunggu dipanggil. Astrelyn berhenti di tengah lingkaran pintu yang menyebar di setiap penjuru pulau, memandan

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab XX The Destiny Weaver

    Kael berdiri di tengah antara untaian nama purba itu. Hampa di sekelilingnya seperti samudra hitam yang menunggu, tanpa ombak, tanpa dasar. Huruf-huruf yang membentuk nama-nama itu berputar perlahan di udara, setiap suku kata seakan memiliki denyut jantungnya sendiri. Ia mengulurkan tangan. Menyentuh nama pertama. "Vohramis Nalkéth," Begitu namanya menyentuh bibir Kael, kesunyian yang sudah membungkus ruang ini berubah menjadi lapisan yang lebih pekat, lebih dingin. Pandangannya memucat, warna-warna di sekitarnya tersedot, hingga hanya abu-abu yang tersisa. Lalu, dirinya melihat Kinari—atau sesuatu yang mirip dirinya—duduk di bawah pohon yang membatu. ia tidak bergerak, tidak bernafas. Dan di balik wajahnya yang tenang, Kael merasa ada sesuatu yang telah berakhir dan tak akan pernah kembali. Vohramis membawa jawaban… tapi jawaban itu terlalu mutlak. Tidak ada jalan kembali di sini. Kael menarik diri, huruf-hurufnya lantas pecah begitu saja, menjadi serpihan es

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab XIX The Divine Being

    Kael berdiri di tengah kehampaan yang berdenyut, seolah kekosongan itu bernapas pelan. Huruf-huruf yang barusan menyatu kini melayang di depannya, namun di setiap kilauannya ia melihat lebih dari satu wajah. Kata itu bukan hanya satu, tapi tujuh—tujuh kemungkinan, tujuh kebenaran yang saling melilit seperti ular kosmik yang menunggu untuk dipanggil. Merethyll—Persepsi Ia dapat merasakannya di matanya sendiri—bagaimana segala yang ia lihat hanyalah jendela rapuh yang bisa retak oleh satu getaran keyakinan. Hadir di segala tempat, seribu wajah, namun tak pernah sama bagi dua orang. Kael merasakan daya tariknya… tapi juga jebakannya. Jika ia menyebut ini, ia mungkin hanya mengaku kepada semesta bahwa dunia hanyalah pantulan dari dirinya. Vhal’Qaryn-Asumsi/Keyakinan Implisit Ia merasakan seperti akar tak terlihat menjalar di bawah telapak kakinya, menyangga segala penilaiannya tanpa pernah ia sadari. Makin erat dipegang, makin tak tergoyahkan—namun begitu ia mempertany

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab XVIII The Trial of Destiny

    Ketika mata Kael menelusuri huruf-huruf itu, sesuatu mulai merayap ke dalam pandangannya. Warna-warna di sekitarnya meredup. Seolah ditelan tinta yang merembes dari sudut matanya sendiri. Huruf-huruf itu tidak lagi diam—mereka menggeliat seperti makhluk kecil yang kelaparan, memanjat kornea, mengalir ke pupilnya, lalu lenyap begitu saja ke dalam dirinya. Dan tiba-tiba, semuanya menghilang. Ia tidak lagi berdiri di lorong labirin, tidak lagi merasakan tanah di bawah kakinya. Sebaliknya—ia terapung di tengah padang hampa tak berujung. Tidak ada atas, tidak ada bawah. Cahaya dan bayangan tak lagi berbeda. Segala arah hanyalah jarak semu yang tak berarti. Kesunyian di sini berbeda—bukan sekadar ketiadaan suara, melainkan sesuatu yang mengunyah keberadaan. Setiap helaan napas tidak terdengar, tapi tertarik kembali ke sumber suara. Seperti sebuah dengungan asing di dalam kepalanya. Lalu ia melihatnya. Ratu Kinari. Tersimpuh jauh di hadapannya, tubuhnya membungkuk sepe

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status