Share

Akhirnya Bertemu

Juan berjalan menyusuri pasaraya kota Siracusa. Ia menawarkan dirinya untuk berbelanja pada Bu Maurice. Juan merasa bosan dirumah dan ingin jalan-jalan sejenak untuk menghilangkan kekusutan pikirannya.

Sudah dua minggu ini ia mencari pekerjaan dikota kecil Siracusa, namun tidak ada satupun yang menerima dirinya. Alasannya sama, belum membutuhkan karyawan baru. Dihembusnya kuat-kuat nafasnya, berusaha membuang kekesalan yang ada.

Juan berhenti didepan kios yang menjual berbagai macam buah-buahan segar. Juan ingin membeli buah anggur pesanan Bu Maurice. disaat ia tengah memilih, datanglah sekelompok pria berpakaian serba hitam menghampiri dirinya.

Salah satu dari pria itu menarik bahu Juan dengan kasar sampai tubuhnya tertarik paksa kebelakang menghadap pria itu. Kemudian kedua tangannya langsung dipegang oleh dua orang pria dari kelompok itu. Ia diseret pergi dari kios buah tempatnya berdiri.

Juan dibawa oleh kelompok berbaju hitam itu kesebuah lorong sepi disebelah pasaraya. Juan berusaha memberontak, namun tenaganya tak cukup kuat.

"Siapa kalian?! Mau apa kalian?!" tanya Juan seraya berusaha melepaskan cengkraman ditangannya.

Salah seorang dari kelompok itupun maju kehadapan Juan, tampaknya ia pemimpin dari kelompok itu. Saat ia sudah berada didepan Juan, pemuda itu terkejut karena mengenali sosok yang berdiri didepannya adalah pria yang waktu itu mengacak-acak toko musik dan memukuli dirinya.

Pria itu menyeringai jahat melihat Juan mengenali dirinya. Ia lalu berkata, "Seharusnya kita tidak bertemu lagi, Juan."

"Ternyata membakar tokomu tidak menciutkan nyalimu untuk tetap berhubungan dengan nona Celeste. Aku pikir kau lebih pintar, Juan," ucap pria itu lagi.

Wajah Juan langsung mengencang menahan marah mengetahui bahwa pria didepannya inilah yang telah sengaja membakar toko musiknya.

Melihat wajah Juan yang memerah menahan marah, pria itu justru meledek Juan, "Wah, kenapa wajahmu, hah? Apakah kau marah karena kami telah membakar toko tuamu itu?"

"Woooaaa.... aku takut sekaliii...!!!" ejek pria itu sambil memperagakan orang ketakutan yang langsung disambut riuh tawa kelompoknya.

Karena kedua pria yang memegang tangannya ikut tertawa, pegangan mereka ditangan Juan sedikit kendor. Melihat ada kesempatan, Juan langsung melepaskan diri dan menyerang pria dihadapannya.

Ia melayangkan tinjunya kewajah pria itu yang langsung terpental kesamping menabrak salah satu kawannya yang berdiri tak jauh darinya.

Dengan nafas tak beraturan karena marah dan pandangan mata penuh kebencian, Juan kembali maju untuk menyerang pria itu. Namun, kawan-kawan pria itu langsung maju menyerbu Juan. Juanpun menjadi bulan-bulanan kelompok berbaju hitam itu.

Wajah dan perutnya menjadi sasaran tonjokan dan tendangan tanpa henti sampai Juan tergeletak tidak berdaya. Darah segar mengalir disudut bibir Juan, wajah dan sekujur tubuhnya penuh dengan luka.

Kelompok berbaju hitam itu mengelilingi Juan yang tergeletak tak berdaya, pria pimpinan kelompok itu yang sempat dihajar Juan tadi berjongkok disampingnya.

Dengan gigi digemeretakkan ia berkata, "jika kau masih ingin hidup, sekali lagi aku peringatkan. Jauhi nona Celeste! Dia tidak sesuai untukmu!"

Juan bergeming, pria itupun kembali berkata, "Keluarga Ferrari adalah penguasa kota ini, sedangkan kau hanyalah seorang pecundang dan pengemis. Kau tidak ada seujung kukupun jika dibandingkan dengan Nona Celeste. Sebaiknya kali ini kau lebih pintar mengambil keputusan, Juan!"

Setelah berkata seperti itu, pria itu memerintahkan kawan-kawannya untuk pergi. Juan yang tergeletak sendirian dilorong gelap berusaha bangkit sambil menahan sakit disekujur tubuhnya.

Ia berusaha bangkit sedikit demi sedikit dengan bertopang pada dinding bangunan disampingnya.

Juan berjalan tertatih, kakinya terasa sakit. Pandangan matanya berputar dan ia kehilangan keseimbangan. Juan terjatuh tepat setelah keluar dari lorong gelap itu. Pandangan matanya kabur dan semuanya gelap seketika.

***

"Bagaimana keadaannya, dok? Kapan dia akan sadar?"

Samar-samar Juan mendengar sebuah suara asing ditelinganya. Suara seorang pria yang cukup berat.

"Keadaannya tidak terlalu parah, anda tidak perlu khawatir, Tuan Angelo. Kemungkinan sebentar lagi dia akan siuman," jawab seorang pria yang suaranya terdengar lebih ramah.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu," ucap suara ramah itu lagi.

Didengarnya pria yang bersuara berat itu mendekati dirinya lalu duduk disampingnya. Juan ingin sekali melihat siapa pria disampingnya dan dimana dirinya berada saat ini.

Namun, matanya terasa sangat berat untuk dibuka. Tangannyapun terasa lumpuh untuk bergerak, hanya telinganya yang mampu mendengar suara-suara disekitarnya.

"Cepatlah siuman, Tuan Juan. Tuan Dominica pasti akan sangat sedih jika mengetahui keadaanmu seperti ini," ucap pria disamping Juan.

"Dominica? Itukan nama papa," ucap Juan dalam hati begitu nama Dominica 'Don' Maximo disebut-sebut oleh pria itu.

"Apakah mereka orang suruhan papa?"

Dengan susah payah Juan mencoba membuka matanya. Pelupuk matanya bergerak-gerak hingga terbuka sepenuhnya. Juan menatap langit-langit kamar yang asing baginya, disusul sebuah wajah seorang pria muncul disana.

"Syukurlah kau sudah sadar, Tuan Juan," ucap pria itu menghembuskan nafas lega.

Juan menoleh dan melihat pria itu sepenuhnya. Pria itu duduk disamping tempat tidurnya dengan raut wajah lega.

"Saya Angelo, orang kepercayaan Tuan Maximo. Kita sudah pernah bertemu beberapa kali," pria itu memperkenalkan dirinya.

Juan yang baru siuman dan belum sadar sepenuhnya hanya menatap Angelo dengan bingung. Dipandangnya ruangan tempat ia berbaring, ia merasa asing.

Juan berusaha bangkit, namun rasa nyeri ditubuh segera menyambutnya. Ia meringis kesakitan. Melihat hal itu, Angelo bergegas membantu Juan untuk duduk bersandar diranjang.

"Terima kasih," ucap Juan lirih.

Angelo menatap Juan dengan wajah cemas. Walaupun dokter mengatakan ia tidak apa-apa, namun melihat keadaannya seperti ini tetap saja sangat mengkhawatirkan.

"Tempat apakah ini? Dimana aku?" tanya Juan setelah merasa nyaman dengan posisinya.

"Anda berada dihotel. Saya menemukan anda tergeletak penuh luka dijalan," jawab Angelo sambil tersenyum lembut.

Mendengar jawaban Angelo, Juan terdiam. Dia hanya mampu mengucapkan terima kasih dengan suara pelan.

"Mungkin kemunculan saya membingungkan anda, Tuan Juan. Saat ini saya tidak akan mengatakan apapun. Sebaliknya, saya akan membiarkan anda beristirahat memulihkan luka-luka anda," ucap Angelo ramah.

"Jika anda butuh sesuatu anda bisa memanggil saya diruang depan. Saya permisi dulu."

Angelo bangkit berdiri, membungkukkan tubuhnya lalu berbalik meninggalkan kamar dimana Juan berbaring.

Benak Juan penuh dengan berbagai macam pertanyaan. Mengapa orang kepercayaan papa ada dihadapanku? Apakah mereka mencariku atau tidak sengaja menemukanku?

Perlahan Juan bangkit dari tempat tidurnya. Wajahnya berkrenyit menahan sakit saat kakinya menahan berat tubuhnya.

Namun dipaksakannya melangkah kearah jendela besar yang tertutup gorden. Disibakkannya gorden berwarna abu-abu itu. Nafasnya langsung tercekat mengetahui betapa tingginya kamar tempat ia berada.

Ia benar-benar berada dihotel! Pria itu tidak berbohong padanya. Juan segera mundur dan kembali ketempat tidur. Ia membaringkan tubuhnya dikasur empuk itu. Matanya menatap langit-langit kamar.

Ia teringat kejadian saat dipukuli oleh kelompok berbaju hitam tadi, seketika itu matanya melebar. Ia teringat Bu Maurice. Pasti wanita tua itu sangat cemas dengan dirinya yang tak kunjung pulang. Juanpun segera bangkit, ia berjalan kearah ruangan dimana Angelo berada.

Dibukanya pintu, dilihatnya Angelo tengah duduk sambil membaca sebuah buku. Juanpun memanggil Angelo ragu-ragu.

"Hm... An-Angelo."

Mendengar namanya dipanggil, Angelo segera menutup bukunya dan menoleh kearah Juan.

"Ya, ada apa, Tuan Juan? Ada sesuatu yang anda butuhkan?" tanya Angelo sopan.

"Hmm... bolehkah aku meminjam ponselmu? Sepertinya ponselku hilang saat aku dipukuli tadi," pinta Juan malu-malu.

"Oh, silahkan, tuan. Ada seseorang yang ingin anda hubungi?" tanya Angelo ingin tahu.

"Hm.. ya. Aku ingin menghubungi Bu Maurice. Dia induk semang tempatku tinggal. Dia pasti sekarang sedang cemas menungguku pulang," jelas Juan.

Angelo hanya menganggukkan-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Juan. Angelo lalu menyodorkan ponselnya kepada Juan.

Pemuda itu segera memencet nomor Bu Maurice. Setelah dering ketiga telepon itu diangkat.

Wajah Juan seketika meringis tak karuan mendengar ocehan Bu Maurice diujung telepon. Setelah agak lama, Juanpun menutup teleponnya dan langsung mengembalikannya kepada Angelo.

"Apakah sudah selesai, tuan?" tanya Angelo.

"Ya. Terima kasih, Angelo," jawab Juan tersenyum kecil.

Namun seketika senyumnya menghilang dan digantikan dengan wajah serius.

Dengan pandangan mata tajam ia melihat Angelo lalu bertanya, "Apa yang orang kepercayaan Papaku lakukan dikota kecil ini?"

"Apakah kamu menyelidikiku dan mengikutiku?" lanjut Juan.

Mendengar pertanyaan Juan, Angelo tersenyum tenang. Ia kembali duduk dibangku tempat ia membaca tadi. Matanya memandang mata Juan, menusuk kedalam bola mata pemuda itu.

"Kau masih tetap pintar, Tuan Juan," puji Angelo.

"Aku memang sudah lama mencari-cari keberadaanmu. Tuan Dominica sangat menantikan kepulanganmu," ucap Angelo lagi.

"Apakah telah terjadi sesuatu pada Papa?" tanya Juan cemas.

Angelo tidak langsung menjawab, ia terdiam sejenak seraya melihat wajah Juan. Lalu Angelo menundukkan kepalanya dengan wajah murung

"Ada apa Angelo? Apa ada sesuatu yang terjadi pada papa?" Juan semakin cemas melihat perubahan raut wajah Angelo.

####

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status