Share

BAB 5

Sepeninggal dari hotel, aku dan Diran kemudian menempati rumah yang memang sudah Diran persiapkan untuk berkeluarga—rumah minimalis seperti impianku. Membuatku cukup tersentuh dengan usahanya mempersiapkan rumah.

Sayangnya, rumah itu tidak akan pernah menjadi milikku. Karena suatu saat nanti, sudah aku pastikan akan keluar dari sana.

Malam kedua berikutnya akan menjadi permainan berikutnya untuk membuat Diran kesakitan.

Lingerie merah pemberian Jonna memang cukup menggoda memperlihatkan lekuk tubuhku.

Tidak lupa juga rambut panjangku yang aku cepol untuk memperlihatkan leher jenjang polosku.

Keluar dari kamar mandi, Diran langsung memeluk tubuhku dari belakang. “Kamu sengaja

mancing aku “kan?” tanyanya dengan embusan napas tak beraturan. Seperti birahi yang sudah terbakar.

Aku tersenyum kecut. “Siapa bilang aku mau mancing kamu? Aku cuma pengen pamerin lingerie seksi pemberian Jonna ke kamu.”

Kurasakan pelukan yang erat itu melonggar dari tubuhku. Bisa aku pastikan Diran terkejut mendengarnya.

Diran kemudian membalikkan tubuhku dan menatap menyelisik lingerie yang kupakai.

“Bagaimana, Sayang? Bagus kan? Cantik kan aku?” tanyaku memancing.

Diran mengangguk dengan senyum yang dipaksakan. “Hm ... kamu cantik. Tapi lingerie ini kurang cocok di kamu.”

Aku kemudian mengalungkan kedua lenganku di pundaknya. “Apanya yang kurang cocok?”

“Warnanya. Aku lebih suka kamu pakai warna hitam. Lebih elegan dan menggoda,” lirihnya tepat di wajahku.

Tidak. Dia berbohong. Bukan warna lingerie-nya yang tidak cocok denganku, tetapi karena

pemberian Jonna. Setahuku, selain warna hitam, Diran juga menyukai warna merah.

“Oke. Kalau begitu, aku akan ganti sama warna hitam biar kamu senang.” Aku melangkah

menuju lemari dan membuka pintu lemari gantung untuk mencari-cari warna hitam.

Setelah berhasil kutemukan, aku langsung memperlihatkannya pada Diran. “Kalau yang ini gimana?” tanyaku.

Diran yang berdiri di seberang ranjang mengangguk dengan bersedekap.

Perlahan-lahan aku menurunkan tali di pundakku untuk menjatuhkan lingerie merah yang membalut tubuhku. Setelahnya tubuhku polos di hadapan Diran untuk pertama kalinya demi mempermainkannya.

Diran tampak menelan ludah dengan tatapan yang semakin berkabut. Lalu menggeleng tidak percaya dengan yang kulakukan saat ini.

Ketika aku mencoba memakai lingerie hitam, Diran melangkah mendekat dengan tatapan tidak

berkedip.

Ya. Aku yakin, jika tubuh polosku sudah sangat menggoda birahinya. Namun, sepertinya hal

ini bukan pertama kali bagi Diran. Laki-laki berengsek itu juga pasti sudah pernah melihat tubuh polos Jonna.

“Aku lebih suka kalau lihat kamu polos, Sayang,” lirihnya yang kemudian merengkuh tubuhku dan mengecupi leherku.

Aku tersenyum penuh kemenangan. Meski begitu, aku berusaha menahan gejolak dari jemari-

jemari nakalnya yang menelusup ke dalam lingerie membelai kulitku.

Kurasakan sesuatu yang mencuat dan keras bergesekkan dengan perutku. Aku yakin itu adalah

pusat kepemilikannya yang sudah mengeras sempurna.

Ketika jemarinya sampai di dua buah gundukkan kenyal milikku, aku langsung menahan

jemarinya. “Kamu tahu, Sayang? Ada satu hal yang nggak bisa aku maafkan dalam sebuah hubungan.”

“Apa itu, Sayang?” tanyanya yang kali ini mencoba meraih bibirku dengan begitu mendambah.

“Perelingkuhan,” lirihku tepat di bibirnya. Diran seketika membeku.

“Kamu nggak akan selingkuh dari aku “kan?” tanyaku menyeringai menggoda.

Diran tergelak. “Kalau aku selingkuh, aku nggak akan menikahi kamu, Sayang.”

Aku tersenyum. “Kamu benar. Dan meski toh seumpamanya kamu punya selingkuhan, pada

akhirnya kamu tetep memilih menikahi aku daripada selingkuhan kamu.”

Belaian lembut kurasakan di dua buah gundukan kenyal milikku. Jemari liat itu bahkan kurasakan bergerak memutar menjelajahi setiap inci kulit putih mulusku. Sebelum kemudian meremasnya dan membuatku mengerang.

“Kamu itu ... nomor satu buat aku, Sayang,” lirihnya dengan tatapan semakin berkabut.

Kurasakan salah satu bulatan ranum milikku yang mencuat menantang sudah berada dalam kuasa jemarinya. Membuat menelan ludah menahan kenikmatan.

Ya. Meski ada gejolak dalam diriku yang terpancing, tetapi aku berusaha menahannya mati-matian. Sebab aku tidak mau lepas kendali dan kalah dalam sentuhannya.

“Jangan lupa ... aku masih datang bulang, Sayang,” kataku yang kemudian melepaskan jemari nakalnya dari dua buah gundukan kenyal milikku.

“Ah, shit! Aku lupa,” umpatnya penuh sesal.

“Terus kenapa kamu tadi mancing aku dengan buka baju?” tanyanya frustrasi.

“Aku buka baju “kan karena kamu minta aku ganti lingerie yang hitam.” Aku menyeringai penuh kemenangan dan beranjak menuju ranjang.

“Tega banget kamu bikin aku tersiksa begini, Sayang.” Diran meringis kesakitan memegangi selangkangannya.

“Maaf ya, Sayang. Nggak sengaja.” Aku kemudian menarik selimut menutupi tubuhku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status