Share

BAB 6

“Mbak Gee Andhra?” Seorang laki-laki memakai t-shirt berpadu jacket, celana jeans, sneakers hitam putih dan balck cap menghampiri mejaku.

“Iya,” jawabku ragu-ragu menyelisik wajah rupawannya.

“Saya Adirajada. Orang kiriman dari XO ekpress.” Laki-laki tersebut mengulurkan tangan padaku.

“Oh, iya, Mas. Halo.” Aku kemudian membalas uluran tangannya.

“Silakan, duduk,” ucapku mempersilakan kursi di hadapanku.

Seperti yang sudah aku rencanakan, bahwa aku akan mengunakan mata-mata untuk membantuku mempermainkan Diran dan Jonna. Berkat otak intel Reen, aku berhasil menemukan jasa mata-mata yang juga merangkap sebagai kurir.

“Sebelum kita memulai kerja samanya, boleh saya tahu detail permasalahannya?” tanyanya usai menyeruput es teh leci soda.

Jujur, aku ragu untuk menceritakan detail permasalahan. Ada rasa tidak nyaman untuk terbuka dengan orang baru.

“Anggap aja kita teman akrab dan lagi curhat, Mbak” katanya yang menyadari tingkahku yang kurang nyaman di hadapannya.

“Apa ... harus banget tahu permasalahannya?” tanyaku ragu-ragu.

Laki-laki di hadapanku mengangguk. “Untuk keamanan kita bersama, Mbak. Saya nggak mau melakukan — pekerjaan — yang ujung-ujungnya merugikan saya. Apalagi sampai berurusan dengan kejahatan dan polisi.”

Baiklah. Tidak ada pilihan lain selain menceritakan — semuanya. Toh aku sudah memantapkan hati untuk melakukan balas dendam ini.

Laki-laki yang akrab dengan sapaan Adira itu tergelak usai mendengar detail permasalahannya.

“Saya kalau jadi Mbak, udah saya batalin itu pernikahan. Ngapain nyusahin diri sendiri buat tetep melanjutkan pernikahan?”

Cukup tersinggung aku mendengarnya. “Sorry ya, Mas. Situ “kan tugasnya buat menjalankan tugas dari saya, bukan mengomentari permasalahan hidup saya.”

Adira mengangguk. “Saya cuma ngasih saran aja, Mbak. Lagian ... Mbak itu kan cantik. Cantik banget malahan menurut saya. Punya karir sendiri dan berpenghasilan. Sangat nggak berguna mertahanin laki-laki begituan.”

Aku cukup tersipu mendengarnya. Terlebih tatapannya yang begitu terpesona padaku. Terlebih

juga wajah rupawannya yang bisa aku pastikan cukup mudah menaklukkan perasaan perempuan hanya dalam satu kata sanjungan. Namun, ini bukan saatnya untuk bermain-main dalam urusan perasaan suka.

“Saya mertahanin pernikahan saya, untuk saya hancurkan di kemudian hari. Terlebih ngancurin mereka berdua,” sergahku tidak terima.

“Mbak yakin udah siap jadi janda? Nggak ada enaknya loh Mbak jadi janda?”

Aku mendengkus kesal. “Tugas Mas selain mata-matain juga buat ngurusin hidup orang, ya?”

Adira tertawa dan kembali menyeruput minumannya. “Diminum dulu Mbak minumannya.

Disegerin dulu tenggorokannya biar nggak seret gara-gara kesel.”

“Ngeselin banget lo jadi orang,” gerutuku yang langsung meneguk minuman dalam 3 teguk, sebelum kemudian mengunyah es batunya.

“Maaf, Mbak. Cuma bercanda tadi. Saya emang begini orangnya. Biar bisa memudahkan akrab sama klien.”

“Nyebelin iya kali,” gerutuku.

“Oke. Pertama-tama saya butuh foto keduanya dan latar belakangnya. Terlebih pekerjaannya. Saya akan memulainya dari sekarang. Jadi Mbak harus nyipain perasaan Mbak.”

“Nyiapain perasaan saya? Buat apa?” tanyaku tak mengerti.

“Biar nggak terlalu sakit hati nantinya saat tahu kegiatan mereka.”

Aku tergelak. “Udah telat kali sakit hatinya, Mas.”

“Terus kalau udah tahu mereka selingkuh, kenapa baru sekarang mau mata-matain?” tanyanya tak mengerti.

“Untuk mempermainkan mereka berdua.”

“Yakin, Mbak nggak bakal tambah sakit hati?”

“Mau sakit hatinya kayak gimanapun, udah nggak ngefek buat saya sekarang.”

“Oke. Saya akan bantu sampai Mbak dapetin apa yang Mbak mau.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Norhayati Norsiwan
baru mula membaca..cuba memahami jalan cerita ini . rasa seperti besttt juga
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status