Setelah pertemuan kedua keluarga,dan di putuskannya untuk Elisa melakukan tes DNA yang akan di lakukan 3 bulan lagi,akhirnya mereka membuat kesepakan untuk menyimpan berita besar ini untuk sementara waktu.
Selain untuk menghindari berita buruk,Keluaraga Pratama tidak ingin Rengganis yang merupakan istri dari Arya mendengar kabar ini,karena wanita itu juga tengah mengandung dan di takutkan akan berakibat buruk untuk kesehatannya.Elisa dan keluarganya tentu saja menyetujui,karena Tuan Andreas sendiri juga tidak mau jika putrinya menjadi bahan gunjingan semua orang.Untuk itu Tuan Andreas mengatakan pada semua karyawan kantor,termasuk Roy kalau Elisa sudah kembali ke Inggris dan melanjutkan pendidikannya di sana,membuat semua karyawan bingung namun mereka memilih diam dan tidak berani menanyakan apapun.Roy yang saat itu menjabat sebagai Asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Tuan Andreas tak kalah bingung,pasalnya waktu itu ia sendiri yang mengurus kepindahan Elisa kesini dan juga banyak mengajari gadis itu saat pertama kali masuk kantor.Di tambah lagi kepergian Elisa yang secara tiba_tiba,membuatnya sedikit curiga dan menyimpulkan ada sesuatu yang tengah di sembunyikan oleh keluarga itu.****Dua hari berlalu,Elisa terlihat semakin bosan dengan kegiatan barunya yang setiap hari hanya di rumah dan tidak boleh melakukan apapun.Gadis itu berulang kali melihat handphone yang ada di atas meja,membukanya lagi,dania letakkan kembali ke tempatnya."Kak Arya,kenapa tidak menghubungiku sama sekali."Ucapnya pelan,ia lantas kembali meraih benda pipih itu,dan mengetikan sesuatu di sanaKak,aku merindukanmu...2 menit kemudian,
Aku merindukanmu,Kak....Elisa terus saja mengirimkan pesan pada Arya meski laki_laki itu tidak terlihat membalas,bahkan semua pesan yang ia kirim tidak ada satu 'pun yang di baca.Karena tidak ada satu pesan pun yang Arya balas,Elisa memutuskan untuk menelepon laki_laki itu."Aku merindukanmu,Kak."Ucap Elisa spontan,saat sambungan teleponnya terhubung dengan laki_laki itu."Jaga bicaramu,Lis.Jangan membuatku seolah benar_benar bersalah.Ucap Arya di sebrang sana."Tapi aku memang merindukanmu,Kak.Apa salah jika merindukan calon su___...?""Cukup Lis,aku sibuk!!!"Klik,Secara sepihak Arya mematikan sambungan telepon,membuat Elisa mengeram frustasi dan melempar hp miliknya ke atas ranjang.Gadis itu merasa tidak terima karena Arya terus saja berkata ketus dan mengelak semua perbuatan yang telah ia lakukan.Padahal jelas_jelas malam itu mereka melakukannya berulang kali.Bahkan Elisa bisa melihat dengan jelas wajah Arya yang tersenyum puas saat mereka selesai melakukan penyatuan."Aku akan memperjuangkan perasaanku,Kak.Aku juga tidak akan membiarkan anak ini lahir tanpa seorang Ayah."Ucap Elisa dengan mantap,ia menatap sembari mengusap perutnya yang masih terlihat datar.*****Sementara di kantor,Arya tidak bisa konsentrasi sama sekali.Dari pagi ia begitu pusing memikirkan masalahnya yang tak kunjung jelas,di tambah lagi Elisa yang terus menghubunginya berulang_ulang,membuat kepalanya seakan ingin pecah.Di tambah lagi sikap Rengganis yang belakangan ini begitu sedikit berubah,wanita itu sering kali menginginkan sesuatu yang sulit ia temui,bahkan saat tengah malam.Sebenarnya Arya tidak pernah menyalahkan Rengganis,mungkin karena bawaan bayi yang ada di dalam perut istrinya.Hingga membuat wanita itu sering bersikap berlebihan dan berubah sangat manja.Mengacak rambutnya kasar,dan tanpa sadar tangannya memukul meja yang ada di depannya."Tuan,Anda tidak apa_apa?"Alex yang sedari diam kini membuka suara,saat melihat wajah Arya yang tiba_tiba berubah.Ia hanya takut laki_laki itu hilang kendali dan merusak semua barang_barang yang ada di dekatnya."Aku harus bagaimana,Lex?"Ucapnya pelan,mungkin kalau Rengganis tidak sedang hamil,Arya tidak akan setakut ini.Bahkan mungkin ia akan berterus terang pada wanita itu dan menceritakan semua permasalahannya.Tapi sekarang,ia hanya bisa berusaha menemukan bukti itu secepat mungkin agar masalahnya segera terselesaikan.Arya hanya takut Rengganis akan mengetahuinya dari orang lain,dan berujung salah paham.Arya juga sangat takut masalahnya ini akan berakibat buruk untuk bayi yang tengah di kandung istrinya."Tuan..."Alex kembali bersuara,dan mengambil hp yang ia taruh di saku jasnya."Orang suruhan saya menemukan kabar baru,Tuan."Ucap laki_laki itu dengan hati_hati."Apa?"Wajah Arya langsung terlihat berbinar penuh harap,lalu meraih hp yang ada di tangan Alex."Apa ini?"Arya menunjuk foto_foto kiriman yang baru saja Alex terima di hp nya."Itu foto dua orang yang meminta rekaman CCTV di hotel tempat Anda menginap."Jawab Alex dengan tenang."Dua orang?""Iya,Tuan.Kemungkinan satu lagi orang suruhan pelaku yang sengaja ingin menghilangkan bukti rekaman itu."Kenapa bisa sampai__?""Karena satu lagi orang suruhan Tuan Andreas,dan saya sudah memastikannya."Potong Alex cepat,ia tidak mau berbasa_basi lagi saat membahas permasalahan itu."Jadi semua ini___...?""Maaf saya tidak bisa menemukan Pria yang ada di CCTV itu,bahkan keluarganya 'pun tidak tau dimana keberadaannya sekarang."Sial."Arya mengepalkan tangannya geram,sekarang ia tau sumber permasalahan yang tengah menimpanya.Laki_laki yang meniduri Elisa sengaja menghilangkan sebagian rekaman CCTV agar semua bukti mengarah padanya,karena di rekaman itu dia lah orang terakhir yang menemui Elisa.Arya hanya takut Rengganis mendengar kabar ini dan akan berakibat buruk pada kandungannya."Sekali lagi maafkan saya,Tuan?Jika saja waktu itu saya tidak memaksa pulang,mungkin kejadian ini tidak akan terjadi."Ucap Alex penuh penyesalan."Aku juga tidak bisa menyalahkan mu Lex,jadi jangan merasa tidak enak lagi "Arya menepuk pundak asistennya pelan.Lantas berjalan menuju sofa yang ada di ruangan itu.Tiga bulan memang waktu yang cukup lama bagi semua orang.Tapi bagi Arya,selama itu pula ia harus bekerja keras untuk bisa membuktikan kalau dirinya tidak bersalah.HuhhhhDalam hal ini,ia tidak bisa menyalakan siapa 'pun,apalagi Alex yang selama ini sudah sangat baik dan sudah di anggap seperti keluarganya sendiri. Karena saat itu Alex benar_benar harus pulang lebih dulu di karena 'kan kondisi kesehatan ibunya yang tiba_tiba drop.Ya Allah ngantuk...
"jadi, maksud Anda istri saya sedang hamil?" Roy mengulangi pertanyaan untuk yang ke sekian kalinya. Menatap tak percaya pada Elisa yang ada di sebelahnya dengan pandangan sama-sama bingung."Iya, Tuan, istri Anda sedang hamil, dan usia kandungannya baru berumur empat minggu.""Apa, Dok? Saya hamil?" Elisa terlambat merespon, di raihnya hasil USG yang ia sendiri tidak paham dengan apa yang tertulis di dalamnya, "Ini beneran kan, Dokter?""Benar, Nona." Dokter pun meyakinkan sekali lagi, bahwa hasil test itu memang benar adanya."Tapi, kenapa usia kandungannya berjalan empat minggu?" Roy kembali menyahut, seingatnya ia berdamai dengan Elisa dan baru melakukan hubungan badan sekitar tiga minggu yang lalu, tapi....?Roy menatap bingung dengan penjelasan Dokter tadi, sempat ada rasa curiga dari pancaran mata lelaki itu. Bagaimana bisa?"Tidak mungkin Dokter, kami melakukannya baru tiga minggu yang lalu, ini kenapa bisa? Atau jangan-jangan----...
"Jangan lupa Kak, belikan aku somay." Isi pesan dari istrinya, membuat Roy mengernyit heran, sejak kapan Elisa suka dengan makanan itu? Bukankah yang ia tahu Elisa kurang suka dengan makanan apa saja yang berbahan ikan. Lelaki itu tidak membalasnya, tapi ia tetap membelikannya untuk Elisa.Roy memacu mobilnya kembali setelah mendapatkan apa yang di minta istrinya. Lelaki itu tiba di halaman depan dan bergegas mencari di mana keberadaan wanita itu."Bik, di mana Elisa?"Bibik yang sedang berada di dapur langsung berbalik, menatap heran sang majikan yang biasanya masih ada di kantor."Nona ada di taman belakang, Tuan.""Oh ya Bik, tolong pindahkan ini ke piring, lalu antarkan segera ke taman." Roy menyerahkan sebungkus somay yang ia bawa, lalu melangkah menuju taman belakang."Kak, kamu udah sampai?" Elisa terlihat berbinar, di letakkan ponsel yang ia pegang, lalu matanya menyipit ke arah kedua tangan suaminya. "Mana pesananku? Tidak ada kah?"
Hari-hari selanjutnya di lalui Elisa dengan sangat manis. Mereka mencoba saling memperbaiki diri dan memulainya kembali dari awal. Pernikahan mereka yang semula hanya status kini benar-benar layaknya pernikahan normal seperti biasa. Keduanya sama-sama menerima apapun kelebihan atau kekurangan dari diri mereka masing-masing."Kak, kapan kita mau jemput Rey?" tanya Elisa suatu pagi. Ini kali ketiganya wanita itu menanyakan, setelah beberapa hari yang lalu selalu Roy abaikan."Iya nanti. Kamu sabar dulu ya? Aku masih ada kerjaan penting yang nggak bisa di tinggalin." Selalu saja jawaban itu yang suaminya berikan. Sabar, sabar. Sampai kapan?"Kalau Kakak memang nggak bisa ninggalin kerjaan, bagaimana kalau aku aja yang jemput Rey sendiri?" Elisa mencoba bernegosiasi. Jika ia harus menjemput putranya sendiri, sebenarnya tidak masalah. Tapi lelaki itu yang selalu menghalanginya."Tunggu aku, El? Nanti kita pergi sama-sama." Lelaki itu terlihat sudah rapi. Di pe
"Ayo, Nak? Katanya mau ketemu Mama?" Aditya mengingatkan pada gadis kecil tentang tujuannya datang ke sini, lagi pula pria itu merasa tidak enak sendiri saat menyadari kalau ada wanita cantik di sebelah sana yang sejak tadi terabaikan keberadaannya."Tapi Alya masih pengen sama Ayah Roy," rengek bocah itu manja. Alya benar-benar terlihat enggan melepaskan lelaki itu yang sejak tadi menggendongnya."Sini sama Ayah Adit gantian, kasiah tuh Ayah Roy capek, kan sejak tadi udah gendong Alya."Gadis itu memandang wajah Roy sejenak, lalu segera bergerak turun dari gendongan lelaki itu. "Tapi Ayah janji kan, mau nengokin Mama lagi?"Roy hanya mengangguk setuju menjawab pertanyaan Alya. Sejujurnya ia kasihan dengan gadis kecil itu, tapi mau bagaimana lagi, Alina memang harus di rawat agar bisa segera sembuh.Aditya dan Alya kembali menyusuri lorong menuju kamar di mana tempat rawat untuk Alina. Keduanya sama-sama terlihat sedih melihat seorang yang sangat d
Elisa melangkah mendekati keduanya, lalu melipat kedua tangannya santai. "Sudah, nostalgianya?" ucap wanita itu sinis. Pandangannya masih tidak bersahabat pada sosok lelaki yang baru saja kemarin menyatakan cinta padanya."Kenapa kalian tidak balikan saja? Kalian cocok kok, yang satu penggoda dan satunya lagi..... PENGHIANAT!""El...!""Apa!!" Emosi wanita itu sudah memuncak, hingga ia tanpa sadar berteriak dan mengundang perhatian para penghuni tempat itu."Apa Kak Roy sengaja, ngajak aku ke sini untuk melihat keromantisan kalian berdua?""El, ini tidak seperti apa yang kamu lihat. Percayalah." Roy mendekati Elisa, meraih tangan wanita itu, namun segera di tepisnya dengan kasar."Lihat apa? Aku bukan anak kecil, Kak? Jika kalian ingin berbalikan, kenapa mengajakku kemari?" Elisa juga terlihat menangis. Bagaimana ia tidak sakit hati mendengar ungkapan Alina tadi yang menunjukkan betapa dekatnya mereka berdua."El, kumohon, berhentilah
Tiga hari berlalu, luka di tangan Rengganis sudah membaik dan hari ini dokter mengijinkannya untuk pulang. Perempuan itu bersiap-siap di bantu Arya yang sudah sejak pagi tadi datang menjemputnya untuk membereskan semua barang yang sudah di pakai selama berada di rumah sakit."Apa ada yang tertinggal?" tanya Arya saat keduanya hendak melangkah keluar. Di tatapnya wajah sang istri yang terlihat bahagia karena sebentar lagi akan bertemu dengan kedua anaknya yang selama tiga hari ini jarang ia temui."Ada."Langkah Arya terhenti, sejenak menatap ke belakang menyapu seisi ruangan yang sudah kosong. "Apa?" tanya lelaki itu bingung."Hatiku yang tertinggal. Di sini." Rengganis menyentuh dada bidang Arya, membuat sang pemilik tersenyum senang mendengarnya."Tiga hari di rumah sakit, kenapa kamu jadi pintar merayau?""Memangnya salah, merayu suami sendiri?" Perempuan itu mengerlingkan sebelah matanya, membuat sang suami gemas dan mendadak mende