Share

Bab 6 Tertabrak Mobil

last update Last Updated: 2025-06-23 15:16:45

#6

Viola masih menatap foto usang di tangannya. Tangannya bergetar ketika menyentuh wajah bocah lelaki dalam foto itu.

"Siapa dia?" Viola bergumam, suaranya hampir tak terdengar.

Kenapa selama ini ia tidak pernah tahu kalau mungkin saja ia memiliki seorang kakak laki-laki? Kenapa ibunya tidak pernah bercerita?

Pikiran-pikiran itu berkecamuk di kepalanya. Dadanya berdenyut. Tangannya memegang foto itu semakin erat. Apakah bocah laki-laki itu masih hidup?

Viola menggigit bibirnya, mencoba mengingat kembali potongan-potongan kenangan dari masa kecilnya. Namun, semuanya tampak kabur. Ia hanya ingat kehidupannya bersama ibunya, tanpa sosok ayah, tanpa sosok kakak.

Di atas kasur tipis yang sudah mulai usang, adiknya masih tertidur dengan wajah yang tenang. Viola menghela napas. Hanya Rosi yang ia miliki saat ini. Bagi bocah perempuan berusia 5 tahun itu, Viola sudah seperti mamanya.

"Besok aku harus mencari tahu," gumamnya.

Viola membenarkan selimut yang menutupi tubuh kecil Rosi, lalu ia ikut berbaring di sampingnya. Namun, meski tubuhnya lelah, pikirannya tidak bisa berhenti berputar. Pikirannya penuh dengan rasa penasaran tentang foto bocah lelaki itu.

***

Keesokan harinya, Viola pergi ke pasar dengan langkah cepat. Ia bangun kesiangan karena semalaman susah tidur. Meskipun kepalanya pusing, ia harus tetap berjualan donat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, pikirannya masih dipenuhi oleh foto yang ia temukan tadi malam.

Ia ingin bertanya kepada seseorang tentang sosok bocah lelaki itu, tapi kepada siapa? Satu-satunya yang tahu adalah ibunya yang kini berada di balik jeruji besi.

Viola menarik napas dalam-dalam. Tidak, ia tidak boleh berpikir terlalu jauh dulu. Saat ini Ia harus fokus berjualan donat.

Saat tiba di depan pasar, Viola dikejutkan oleh seorang pria muda, dengan rahang tegas dan sorot mata tajam, menghentikan langkahnya. Viola mengenali pria itu. Laki-laki yang kemarin siang menabraknya hingga donat-donat jualannya hancur.

"Ada apa?" tanya Viola waspada.

"Maaf soal kemarin," ucap Azam, "aku nggak sengaja menabrakmu, dan aku lihat donatnya rusak. Jadi, aku pikir ... aku harus mengganti kerugian itu."

Viola tak menduga, pria yang menabraknya itu akan mencarinya dan meminta maaf. Bahkan berniat untuk mengganti donatnya.

Gadis itu menghela napas. "Aku juga salah. Karena buru-buru aku nggak fokus jalan. Kamu tak perlu menggantinya."

Azam tersenyum. "Kalo begitu, apa aku boleh bantu jualan?" tanyanya tiba-tiba.

Viola mengangkat alis. "Hah? Kamu serius?"

Azam mengangguk. "Anggap aja ini sebagai bentuk permintaan maaf. Lagipula, aku lagi nggak ada kerjaan sekarang."

Viola memandangnya ragu. Penampilan pemuda itu rapi seperti karyawan kantor. Mana pantas berjualan donat di pasar kumuh? Namun, ketika melihat kesungguhan di mata pemuda itu, ia akhirnya mengangguk.

"Baiklah."

Mereka mulai menjual donat bersama. Awalnya Viola canggung, tapi Azam ternyata cukup lihai menawarkan dagangan. Tak butuh waktu lama donat-donat itu habis terjual hanya dalam waktu kurang dari satu jam.

"Terima kasih banyak bantuannya, Mas ...."

"Kenalkan, namaku Azam. Nama kamu siapa?" Azam mengulurkan tangannya.

Viola menerima uluran tangan pria itu. "Vio ... Viola."

Azam mengangguk. "Viola ... nama yang bagus."

"Saya pamit, mau belanja bahan-bahan dulu sebelum pulang." Viola buru-buru pergi karena merasa canggung bila harus berlama-lama dengan lelaki yang baru dikenalnya.

Azam sedikit kecewa. Padahal ia masih ingin mengobrol dengan gadis itu.

"Bu, belanja bahan donat seperti biasa, ya," ucap Viola saat tiba di depan toko yang menjual bahan kue langganannya. Sambil menunggu belanjaannya disiapkan, pikiran Viola kembali ke foto bocah lelaki itu. Ia penasaran ingin mencari tahu.

Satu-satunya orang yang bisa memberinya jawaban hanyalah ibunya sendiri. Namun, sejak mendekam di penjara lima tahun lalu, ibunya melarang untuk datang menjenguk.

"Jangan datang, Vio. Jangan cari Ibu. Lupakan Ibu."

Selama ini Viola selalu menuruti perintah ibunya. Namun, tidak kali ini.

Ia harus menemui ibunya untuk mendapatkan jawabannya.

***

Langit mendung saat Viola tiba di depan lapas. Sorang sipir wanita menatapnya dengan ekspresi datar. "Siapa yang ingin kamu temui?"

"Dahlia Kartika Ayu," jawab Viola mantap.

Sipir itu masuk ke dalam. Tak lama keluar lagi, lalu menggeleng. "Ibu Anda menolak menerima kunjungan."

Jantung Viola mencelos. "Tolong, sampaikan kalau anaknya di sini ingin bertemu. Ini penting," pinta Viola memohon.

Sipir itu menghela napas dan masuk ke dalam lagi. Viola menunggu dengan harap-harap cemas, tangannya meremas rok hitam yang dikenakannya. Detik demi detik berlalu, hingga akhirnya sipir itu kembali menemuinya.

"Ibu Anda tetap menolak bertemu."

"Ibu benar-benar tak mau menemuiku?" batin Viola kecewa.

Gadis itu berjalan gontai meninggalkan lapas perempuan. Di luar, angin berembus kencang. Langit mendung, seperti mau turun hujan. Viola berjalan tanpa arah dan tujuan. Pikirannya dipenuhi berbagai prasangka buruk.

Apa Ibu membenciku? Apa Ibu menyesal sudah menggantikanku di penjara?

Air mata jatuh tanpa ia sadari, membuat pandangannya kabur. Di perempatan, lampu hijau menyala. Gadis itu melangkah tanpa melihat sekeliling.

Klakson nyaring terdengar. Terlambat. Tubuh Viola terpental dan menghantam aspal. Rasa nyeri dan sakit dirasakannya. Dunianya terasa berputar dan semuanya gelap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 41 Tidak Ada Harapan Lagi

    Azam tersenyum tipis. "Jadi... bagaimana kalau kita bertunangan?"Jantung Viola berdetak begitu kencang hingga ia merasa Azam bisa mendengarnya. Bu Sandra dan Alicia saling pandang. Keputusan ada di tangan Viola. Akankah ia menerimanya?Derrrt ... derrt derrt .... Di saat suasana tegang menunggu jawaban Viola, dering ponsel terdengar dari sling bag gadis itu. Semua orang di ruang tamu saling berpandangan. "Angkat dulu, Viola! Siapa tahu telepon penting," saran Bu Sandra. "Apa???" Viola syok. Berita itu sangat mengejutkan. Kekhawatiran langsung menyergap. "Kenapa, Vio? Siapa yang nelpon?" tanya Azam ikutan panik saat melihat wajah Viola yang langsung pucat. "Kak Varrel menemukan ibu pingsan di rumah. Sekarang lagi dalam perjalanan ke rumah sakit," ucap Viola sambil terisak-isak. Bu Sandra bangkit. "Ayo, kita susulin ke rumah sakit. Zam, siapkan mobil! Mama ganti baju dulu!""Tante, aku boleh ikut?" tanya Alicia. "Ganti baju tidurmu dengan yang lebih sopan, Alicia!"Azam meraih k

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 40 Ternyata Sepupu

    "Maaf, Tante. Aku tadi ketiduran," ucap perempuan itu dengan nada bicara santai, lalu duduk di sebelah Bu Sandra.Viola makin dibuat penasaran. Siapa perempuan ini sebenarnya? Kenapa dia di sini? Dan kenapa Bu Sandra tampak begitu akrab dengannya. Perasaan tak nyaman menjalar di dadanya. Ia menatap Bu Sandra, menunggu penjelasan.Bu Sandra tersenyum, seperti bisa membaca pikiran gadis itu. "Viola, kenalin ini Alicia."Alicia. Nama itu terdengar asing, tetapi kini terasa begitu mengusik bagi Viola."Alicia sudah dari kecil dekat dengan keluarga kami," lanjut Bu Sandra. "Dan ...." Wanita paruh baya itu berhenti sejenak, seakan memilih kata-kata. "Saya ingin mengenalkan kalian. Cepat atau lambat, kalian akan sering bertemu."Jantung Viola berdetak lebih cepat. Jadi benar. Tujuan Bu Sandra memanggilnya ke rumah untuk diperkenalkan dengan Alicia. Dan itu berarti, mungkin benar dugaannya. Azam dan Alicia memiliki hubungan khusus. Viola tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kekecewaan ya

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 39 Perempuan Cantik di Rumah Azam

    Azam menoleh tepat saat Viola akan berbalik. Mata mereka bertemu. Sejenak, dunia seperti membeku. Viola bisa melihat keterkejutan di mata Azam. Viola menelan ludah. Matanya bergantian menatap Azam dan perempuan itu. Namun, yang membuat dadanya mencelos bukan hanya keberadaan perempuan itu melainkan ekspresi Azam yang datar. Tidak ada rasa bersalah di sana. Tidak ada kepanikan saat melihatnya. Hanya keterkejutan sesaat, lalu ekspresi yang sulit diartikan.Seharusnya Azam berkata sesuatu. Seharusnya dia menjelaskan, tapi dia tidak melakukannya. Viola tidak sanggup menunggu lebih lama. Tanpa berkata apa-apa, ia membalikkan badan dan pergi, menahan sesak yang menghantam dadanya.Viola bertanya-tanya dalam hatinya. Apa ia cemburu? Kenapa dadanya terasa terbakar dan sesak. Langkah Viola semakin cepat, nyaris seperti berlari kecil. Suara langkah kakinya bergema di sepanjang trotoar kampus, menyatu dengan detak jantungnya yang tak beraturan. Udara sore yang seharusnya sejuk justru terasa

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 38 Rasa Kehilangan

    Suasana kampus sore itu terasa lebih lengang dari biasanya. Sebagian besar mahasiswa sudah lama pulang, hanya tersisa segelintir orang saja. Mendung menggantung di langit, seakan mencerminkan suasana hati Viola yang kelabu. Sudah satu minggu Azam seperti menghilang begitu saja. Tidak pernah mengirim pesan, tidak ada panggilan telepon. Bahkan Azam tidak pernah lagi mengantarkannya atau menjemputnya kuliah. Awalnya, Viola berpikir mungkin Azam hanya sibuk. Mungkin saja pekerjaan di kantor menumpuk dikejar deadline. Namun, semakin hari, keganjilan itu semakin terasa. Azam bukan tipe pria yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Biasanya, Azam rutin mengirimkan pesan setiap hari beberapa kali, sekadar pesan singkat seperti bertanya "Sudah makan belum?" atau "Hati-hati di jalan" atau sekedar ucapan good morning dan good night selalu hadir di layar ponselnya. Viola mengembuskan napas panjang, menyandarkan tubuhnya ke kursi panjang di taman kampus. Tangannya menggenggam ponsel, menatap lay

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 37 Enggan Mengaku Cemburu

    #37Azam baru saja meninggalkan sebuah restoran tempatnya meeting dengan klien. Langit siang itu tertutup awan tipis, sinar matahari menerobos samar di sela-selanya, menyinari jalanan kota yang mulai padat. Saat mobilnya melintasi gerbang kampus, pandangannya sekilas menangkap papan nama fakultas yang familiar.Tempat kuliah Viola.Tanpa rencana, kemudi mobilnya berbelok ke arah kampus. Ada dorongan spontan—entah dari mana—untuk mampir. Siapa tahu gadis itu sudah selesai kelas.Kali ini, ia sengaja tidak menelepon atau mengirim pesan. Tidak ada “Aku di sini” atau “Lagi di dekat kampusmu.” Azam ingin melihat reaksi Viola ketika tiba-tiba ia muncul. Kejutan kecil, pikirnya.Pada malam pertemuan dua keluarga, Viola sudah memutuskan keinginannya untuk fokus kuliah dulu. Belum siap menerima pertunangan, apalagi menikah. Gadis itu masih belum puas menikmati masa mudanya. Sebelum bertemu dengan ayah kandungnya, Viola terlalu lelah bekerja membanting tulang untuk menafkahi dirinya dan adiknya

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 36 Makan Malam. Dua Keluarga

    Viola menarik napas dalam dan berucap, "Aku butuh waktu untuk berpikir, Bu Sandra."Bagi Viola, ini bukan keputusan yang bisa ia buat dalam waktu sekejap. Ruangan masih diliputi keheningan setelah jawaban Viola.Bu Sandra tersenyum, meski sedikit kaku. "Tentu, Sayang. Aku mengerti ini mendadak untukmu. Tapi aku harap kamu bisa mempertimbangkannya dengan baik."Azam hanya mengangguk pelan. Ia tidak menunjukkan ekspresi kecewa, tetapi sorot matanya tajam mengamati reaksi Viola. Apa pun keputusan yang diambil gadis itu, Azam akan mendukungnya, sebab ia hanya menginginkan kebahagiaan Viola. Sudah begitu banyak penderitaan dan kesusahan yang dihadapi perempuan yang dulu berprofesi sebagai penjual donat itu. Dahlia menggenggam tangan putrinya di bawah meja, memberikan dukungan dalam diam. Ia tahu ini bukan keputusan yang bisa dibuat Viola dalam keadaan buru-buru. Keputusannya menyangkut masa depan. Pak Adyaksa akhirnya bersuara, meskipun ada perasaan kurang percaya diri. "Viola masih muda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status