Home / Romansa / Konglomerat Terpikat Tukang Donat / Bab 5 Bocah Lelaki di Foto Usang

Share

Bab 5 Bocah Lelaki di Foto Usang

last update Huling Na-update: 2025-06-23 15:15:57

#5

"Kamu yang nabrak, malah marah-marah!" seru gadis itu, suaranya bergetar menahan emosi. "Lihat ini! Donat saya rusak semua! Bagaimana saya bisa menjualnya?"

Azam hendak membalas, tapi suaranya tertahan begitu melihat wajah gadis itu. Mata sendu itu mengingatkanya dengan gadis yang ia temui di taman kemarin sore. Gadis itu membuat dadanya berdebar-debar.

Viola tidak menyadari keterkejutan Azam. Ia sibuk mengumpulkan donat yang masih bisa diselamatkan. Ponselnya bergetar. Gadis itu buru-buru mengeluarkannya dari saku, menekan tombol jawab dengan tergesa.

"Baik, Bu Guru, saya segera ke sana."

Tanpa melihat lagi ke arah Azam, gadis itu bangkit dan melangkah dengan tergesa-gesa keluar pasar. Azam hanya bisa menatap kepergian gadis itu dengan ekspresi campur aduk. Ia baru saja membuat kesan buruk di depan gadis yang sudah menarik perhatiannya.

Dengan langkah berat, Azam melanjutkan melangkah ke kedai soto tempat mamanya menunggu.

"Astaga, Azam!" seru Bu Sandra begitu melihat kondisi putranya yang mengenaskan. "Baju kamu kenapa kotor begitu?"

Azam tersenyum masam, menarik kursi plastik bundar dan duduk di sebelah mamanya. "Tabrakan sama seseorang tadi, Ma."

"Tabrakan?" Bu Sandra mengernyit, lalu mendekat, mencium aroma tak sedap dari tubuh anaknya. "Ya ampun, bau sekali!"

"Gadis yang mau Mama kenalkan mana?" Azam memeriksa sekeliling.

"Untung gadis itu sudah pergi jadi nggak bisa lihat keadaanmu yang memalukan kayak gini."

***

Viola melangkah tergesa menuju TK tempat Rosi bersekolah. Napasnya memburu, keringat membasahi pelipisnya. Begitu memasuki ruang UKS, ia mendapati tubuh kecil adiknya terbaring lemas dengan wajah pucat.

"Mama ...," gumam bocah perempuan itu dengan suara lemah.

Viola segera meraih tubuh mungil itu dalam pelukannya. "Kita pulang, ya? Mama buatkan bubur," bisiknya.

Rosi hanya mengangguk kecil, bersandar pada bahunya. Viola berjalan keluar sambil menggendong Rosi.

Setibanya di rumah kontrakan kecil mereka, Viola menidurkan Rosi di atas kasur tipis yang sudah mulai usang. Bocah itu menggigil. Viola menyelimuti nya.

Viola mengelus rambut bocah perempuan itu pelan. "Rosi, maaf ya," bisik Viola lirih, nyaris tak terdengar.

Jari-jarinya menyentuh pipi adiknya yang panas. Perasaan bersalah menyesakkan dadanya. Pikirannya berputar, membawa ingatannya kembali ke malam yang mengubah hidupnya.

LIMA TAHUN LALU

Malam itu Viola baru pulang dari tempat bimbel, masih mengenakan seragam putih abu-abu. Rumah kecil mereka tampak sunyi. Di ruang tamu, ibunya duduk di sofa, menggendong bayi yang baru berumur tiga bulan.

"Sudah pulang, Nak?" tanya Bu Dahlia tersenyum. Wajahnya tampak lelah.

Viola duduk di samping ibunya, menatap bayi mungil yang tertidur nyenyak di gendongan sang ibu.

"Rosi rewel hari ini?" tanyanya pelan.

Ibunya mengangguk. "Iya, badannya sedikit demam abis imunisasi. Vio mandi dulu sana sebelum tidur!"

Viola baru hendak beranjak meninggalkan ruang tamu, ketika tiba-tiba pintu digedor dengan sangat keras.

"Buka! Atau kudobrak pintu ini!"

Viola dan ibunya saling berpandangan. Ketakutan terlihat jelas di wajah Bu Dahlia. Napasnya tercekat, tangannya semakin erat memeluk bayi dalam gendongannya.

"Vio, cepat masuk kamar!"

"Tapi, Ma ...."

"Masuk!" seru ibunya lebih keras.

Viola ragu, tapi akhirnya berjalan menuju kamar. Namun, saat ia baru akan menutup pintu, terdengar ibunya menjerit.

BRAAAK!!!

Ayah tirinya menerobos masuk. Wajahnya merah karena mabuk. Matanya melotot, napasnya bau alkohol menyengat.

"Kamu pikir bisa lari dariku, hah! Dasar perempuan sial-an!" hardik pria bertubuh besar itu dengan amarah yang meluap.

Bu Dahlia berdiri, masih mendekap bayi di dadanya. "Bang, jangan buat keributan di sini!"

PLAK!

Tamparan keras itu membuat kepala Bu Dahlia terpelanting ke samping. Viola membeku di tempatnya, dadanya bergemuruh menahan marah. Ini bukan pertama kalinya ia melihat ibunya diperlakukan seperti ini. Suami ibunya memang sering melakukan KDRT.

Air mata menggenang di pelupuk mata Bu Dahlia. Napasnya tersengal, tapi ia tak berkata apa-apa.

Viola tak tahan lagi. Ia keluar dari persembunyiannya, berdiri tegap di hadapan pria itu. "Jangan sakiti ibuku lagi!"

Pria itu berbalik, menatap Viola dari ujung kepala hingga kaki. Senyumnya berubah menjadi seringai mengerikan.

"Kamu sudah besar sekarang, Sayang, " gumam pria itu sambil melangkah mendekat.

Viola merasakan bulu kuduknya berdiri. Tatapan pria itu terlihat aneh. Ia mundur ke belakang, punggungnya terbentur dinding. Napasnya tersengal.

"A-aku mohon, jangan mendekat!"

Pria itu terkekeh. "Apa yang bisa kau lakukan, hah?"

Bu Dahlia berusaha berdiri, tapi tubuhnya terlalu letih. "Bang, tolong jangan sakiti Vio! Dia anakku!" jerit Bu Dahlia.

Pria itu tak peduli. Tangannya terulur, meraih lengan Viola dan menariknya dengan kasar.

Viola meronta, tapi cengkeraman itu terlalu kuat. Kepanikan melumpuhkan tubuhnya. Napasnya pendek-pendek. Matanya menangkap ada vas bunga di meja.

Dengan sisa keberanian, ia meraihnya dan menghantam kepala pria itu sekuat tenaga.

PRANG!

Pria itu ambruk. Darah mengalir dari pelipisnya. Matanya kosong. Viola terpaku, dadanya naik turun dengan cepat. Tangannya gemetar.

"A-aku ... membunuhnya .…"

Bu Dahlia segera memeluk putrinya yang syok. "Vio, tenang… tenang…."

Viola menatap tubuh yang tergeletak tak bernyawa di lantai. Tubuhnya menggigil. Ketakutan sekonyong-konyong menyergapnya.

Bu Dahlia menangkup wajah Viola, menatapnya dalam-dalam. "Dengar, Nak. Ibu yang akan mengaku. Ibu yang akan masuk penjara."

Viola menggeleng keras. "Tapi, Bu ...."

"Tidak ada tapi. Masa depanmu masih panjang. Kamu harus janji merawat adikmu."

Tak lama, polisi datang. Bu Dahlia menyerahkan diri, mengaku bahwa dialah yang membunuh suaminya karena membela diri. Hari itu, dunia Viola runtuh seketika.

Viola tersentak dari lamunannya. Matanya menatap Rosi yang kini tertidur pulas. Air mata mengalir deras di pipinya setiap teringat peristiwa berdarah malam itu.

"Ibu, aku rindu," bisiknya. Setiap menatap wajah Rosi, Viola jadi teringat ibunya yang kini masih mendekam di jeruji besi.

Tangan Viola menarik laci kecil, mengambil buku diary ibunya yang belum pernah dibukanya. Sebuah foto usang terselip di sana. Saat Viola memungutnya, matanya melebar.

Di foto berlatar belakang sebuah wahana permainan, ada ibunya menggendong bocah perempuan yang berusia dua tahun. Viola yakin itu dirinya. Dan seorang anak lelaki berumur sekitar sepuluh tahun berdiri di sebelah ibunya.

Viola menggigit bibir. Tangannya bergetar meraba foto.

"Siapa dia?" gumamnya.

Hatinya mencelos. Apa aku punya kakak laki-laki?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 29 Secercah Harapan

    #29"Oh, ya, Ibu ingin menanyakan satu hal. Ini tentang ibumu. Ibu dan Dahlia bersahabat sejak kuliah. Sekarang ibumu ada di mana?" Bu Sandra bertanya dengan jantung berdebar. "Ibuku sebenarnya ... belum meninggal, Bu." Viola selama ini selalu mengatakan dia dan Rosi sebagai anak yatim piatu seperti permintaan ibunya. Seorang narapidana mempunyai image kurang baik di masyarakat, Dahlia tak ingin anaknya dikucilkan karena memiliki ibu seorang narapidana. "Di mana Dahlia sekarang, Vio?" tanya Bu Sandra sedikit memaksa. Ia merasa gadis itu menyembunyikan sesuatu. "Ibu ada di ...."Viola menggigit bibirnya. Ada sesuatu yang berat mengganjal di dadanya, seperti batu besar yang tak bisa ia singkirkan. Matanya panas. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata, tapi ia tahan sekuat tenaga tak membiarkan air matanya jatuh."Ibu ada di ...."Kata-kata itu terputus di ujung lidahnya. Lagi-lagi gadis itu tak sanggup mengatakannya. Mengakui kebenaran berarti menghadapi kembali rasa bersalah ya

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 28 Pertemuan Mengharukan

    #28Perlahan, Viola menggenggam tangan Varrel lebih erat. "Kakak .…" Hanya satu kata itu yang keluar, tapi cukup untuk membuat hati Varrel mencelos. Pemuda itu tersenyum, matanya memanas, diusap kepala adiknya dengan lembut. "Iya, Vio. Kakak di sini. Kakak nggak akan pernah ninggalin kamu lagi." Varrel merengkuh tubuh kurus sang adik ke dalam pelukannya. Air matanya berjatuhan tak terbendung lagi. Kebahagiaan tak terkira karena bisa menemukan juga penyesalan karena terlambat untuk mencari adiknya. Azam yang sejak tadi menyaksikan pertemuan adik dan kakak yang terpisah selama hampir 20 tahun ikut tersenyum haru, hingga menitik air matanya. Pintu terbuka. Semua mata menoleh ke arah pintu, Viola juga. Seorang pria paruh baya melangkah masuk dengan tatapan hati-hati. Viola tercengang. Wajah itu terlihat familiar. Ia ingat pernah melihat pria paruh baya itu duduk di bangku kayu, menikmati nasi uduk Mak Ijah. Tapi, kenapa sekarang dia ada di sini?Lebih membingungkan lagi, Varrel yang

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 27 Kita Bersaudara, Vio

    #27Sudah seharian ini Viola terbaring lemah di atas tikar pandan lusuh. Gadis itu sudah tidak sanggup untuk bangun. Tubuhnya semakin panas, wajahnya pucat, dan bibirnya kering. Rosi duduk di sebelah kakaknya dengan raut wajah khawatir dan ketakutan. Hari sudah gelap, lampu belum nyala karena token listrik habis. "Bangun, Ma! Jangan tidur terus," bisik Rosi dengan suara serak. Bocah perempuan berusia 5 tahun itu mengoyang tubuh Viola yang semakin lemah.Air matanya jatuh satu per satu. Rosi tidak tahu harus bagaimana. Ia masih kecil, belum paham cara merawat orang sakit. Di luar gelap, Rosi tidak berani keluar rumah sendirian untuk mencari pertolongan. Viola melarang adiknya keluar malam karena terkadang ada ular karena kontrakan mereka di pinggir kali. Rosi ketakutan Viola akan mati karena dari tadi matanya terpejam, tidak bergerak sama sekali. Ia hanya memiliki Viola seorang di dunia ini. Rosi bingung melihat keadaan Viola. Di luar sudah gelap, ia tak berani keluar untuk meminta

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 26 Kabar Gembira

    Sejak pertemuannya dengan gadis penjual donat, Pak Adyaksa jadi tidak berselera makan saat makan malam. Terpikir apakah putrinya sudah makan dengan layak atau tengah menahan lapar di luar sana. Perasaan bersalah dan penyesalan terus menghantuinya. "Mas, kok piringnya masih kosong?" tanya Sinta heran. "Aku ambilin nasi, ya?""Nggak usah. Aku lagi nggak selera makan." Pak Adyaksa bangkit dari duduknya lalu melangkah meninggalkan ruang makan menuju ruang kerjanya.Pria yang separuh rambutnya sudah memutih itu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi portabel yang empuk. Matanya terpejam dan pertemuannya dengan gadis penjual donat di warung Mak Ijah tergambar jelas di benaknya. Wajah sendu gadis itu terus terbayang-bayang. Pertemuannya dengan gadis penjual donat tak bisa dilupakannya. Di dalam ruang kerjanya Pak Adyaksa duduk termenung lama dengan tatapan kosong. Tangannya menggenggam sebuah foto lama, foto mantan istrinya, Dahlia dengan bayi perempuan dalam gendongannya."Viola kecil

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 25 Kemiripan Wajah dan Kesamaan Nama

    #25Wajah gadis itu sangat mirip dengan seseorang dari masa lalunya. Sorot mata teduhnya, hidung bangir, dan bentuk bibir tipisnya. Semua begitu mirip dengan mantan istrinya, Dahlia. yang ia usir dari rumah dua puluh tahun lalu.Tangan Pak Adyaksa gemetar saat meletakkan sendok. Ia menatap gadis itu lekat-lekat. Dadanya bergemuruh menahan semua perasaan yang membuncah. Gadis penjual donat itu menoleh dan balas menatap pria paruh baya itu dengan kening berkerut. "Pak?" Rizal menyadari perubahan ekspresi majikannya saat menatap Viola. "Bapak kenapa?" tanyanya khawatir. Pak Adyaksa tak menjawab. Matanya masih terkunci pada gadis yang tengah berbicara dengan Mak Ijah. Seolah merasakan tatapan intens itu, gadis yang tengah menyerahkan kotak donat ke Mak Ijah itu menoleh. Tatapan mereka bertemu. Sejenak, waktu terasa berhenti berputar. Gadis itu mengernyit. Ada sesuatu yang aneh dengan pria berjas rapi itu. Baru kali ini ia melihat pelanggan nasi uduk Mak Ijah berpakaian necis seperti i

  • Konglomerat Terpikat Tukang Donat   Bab 24 Merasa Dejavu

    #24Tak terasa, sudah sebulan lebih Viola dan Rosi tinggal di kontrakan kecil di pinggir kali yang bau. Dindingnya lembap, atapnya bocor jika hujan, dan tikus-tikus sering berlarian di atas plafon saat malam hari, berisik sekali menganggu orang tidur. Meskipun tempat tinggalnya saat ini jauh dari kata nyaman, Viola sudah bersyukur. Setidaknya, di sini ia merasa aman. Para preman yang mengusirnya tidak akan menemukan keberadaannya di tempat persembunyiannya. Setiap pagi, Viola bangun sebelum subuh. Tangannya cekatan menguleni adonan, mencetaknya satu per satu, lalu membiarkan sampai mengembang. Setelah satu jam, donat-donat itu tinggal digoreng hingga matang keemasan. Setelah selesai dihias dengan topping, donat-donat cantik itu disusun rapi di dalam wadah plastik berbentuk kotak. Dengan bersemangat Viola berjalan menuju warung nasi uduk Mak Ijah untuk menitipkan dagangannya. "Titip ya, Mak," ujar Viola dengan senyum tersungging di bibirnya. Mak Ijah mengangguk, menatap gadis itu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status