Aroma keringat semerbak di dalam ruang. Suara berita dari dalam TV plasma yang digantung mendominasi ruang gym dalam rumah. Kai berlari di treadmill. Badannya basah oleh keringat begitu deras keluar dari pori-pori. Air keringat turun mengikuti lekuk otot dada, perut, membuat badan seakan bersinar.
Belum cukup puas dengan berolah raga lari, dia pindah memakai alat pull up bell, lalu setelah beberapa menit, pindah memakai mesin barbell, dan mencoba mesin-mesin lain di sana. Semua dilakukan untuk mempertahankan keindahan lekuk tubuh juga membuat bugar, dan kesehatan raga terjaga.
Kai sadar jika sembari tadi dua gadis pelayan berdiri di depan pintu kaca. Keduanya terpesona melihat kegiatan Sang Tuan muda di dalam sarang kaca itu. Dia menghampiri kedua gadis sambil mengusap wajah memakai handuk yang melingkar di leher jenjangnya. Ketika dia membuka pintu kaca, kedua gadis sontak memberi senyum ramah. Mereka membungkuk dalam, tak berani memandang langsung wajah tampan.
Aira tidak tenang. Mau dibawa ke mana. Terlebih ucapan Ibu sangat ambigu dan lagi dia habis berbuat salah. Terbayang hukuman apa yang bakal diterima. Mungkin diikat di sebuah pohon, lalu dicambuk, atau di kurung dalam gudang seperti adegan sinetron-sinetron? Ah terlalu ekstrim. Terlepas dari semua pikiran itu, Aira hanya bisa memandang jalan di luar seperti puppy baru melihat dunia. Mobil berbelok memasuki jalan utama. Begitu banyak kendaraan di sekitar. Aira semakin panik ketika mobil mereka melambat masuk ke lahan parkir di depan sebuah mall. Dia memandang seperti kucing bingung, ke kiri, ke kanan, tiada tenang di wajah. "Kenapa, Menantuku?" tanya Ibu, sambil tertawa kecil. "Kita ke mall, Bu?" "Iya dong, memang kamu pikir kita mau ke mana? Ayo ikut Ibu, biar Ibu kenalkan dengan seseorang yang bisa merubah penampilan secara maksimal." Aira baru pertama kali masuk mall dikawal dua pria kekar berjas hitam yang juga mengenakan berkaca mata hitam
Bayu kembali ke rumah. Ia bergegas masuk ke kamar. Di sana begitu kosong tiada kehidupan, seekor nyamuk pun tak ada. Dia membuka kasar pintu kamar mandi, hasilnya sama saja. Bayu pergi ke ruang keluarga dan dapur, tetap tidak menemukan apa yang dia cari. Pada akhirnya dia pasrah duduk ke sofa di ruang tengah mengamati jam di dinding. "Sudah jam sebelas, ke mana doi? Aira! Lo--ehm, kamu di mana?" Ia mencoba menghubungi nomor Aira, tapi tidak tersambung. Nomor telepon Ibu juga tidak ada yang mengangkat. Bagaimana kalau terjad sesuatu di jalan? Ibu adalah keluarga yang sangat berarti bagi Bayu. Dia merenung cukup lama sambil memandang layar TV kosong. Pikirannya mulai bermain-main. Sudah pasti benar Kai berjalan berdua dengan Aira, istri kontraknya. Tetapi Bayu bingung, sebenarnya apa alasannya berkata seperti tadi di depan Kai? Berkata dengan nada bercampur api cemburu. Toh mereka mau berduaan, mau ke hotel juga seharusnya Bayu cuek, karena harusnya
“Take fourth, action!” "Aku pergi dulu." ujar gadis berblouse putih dalam balut kemeja kerja. Dia mengecup pipi Bayu yang kiri dan kanan secara bergantian. Begitu mesra ciuman itu seakan tak ingin berakhir. "Ingat, jangan pernah menyerah menyebar ijazah S1-mu, mengerti? Kamu harus semangat melamar pekerjaan." Kedua tangan Bayu melingkar seperti sabuk ke pinggang ramping gadis itu. "Iya sayang, aku mengerti. Kamu tenang saja, aku tidak bakal menyerah. Kan aku kepala keluarga, punya kewajiban membiayai kebutuhan kita semua, juga mempersiapkan masa depan anak kita kelak." Senyum Bayu menyegel ucapan tadi, membuat senyum si gadis semerbak ke mana-mana. "Kamu memang suami yang baik." Manja gadis itu mencubit hidung Bayu. "Semangat, ya!" Dia menyudahi pelukan suami, pergi menenteng tas kerja. Dia mengendarai mobil Pajero warna putih pergi dari rumah. Bayu melambai pelan melepas kepergian mobil tersebut yang membawa istrinya kerja. Senyumnya
Aira mengiris kentang sambil duduk bersila di atas karpet menonton TV. Beberapa maid muda berbisik-bisik melihat tingkah gadis itu. Mungkin bagi mereka yang sering bekerja di dapur seperti para chef profesional, memasak sambil berdiri, apa yang dilakukan Aira terlihat aneh. Namun tidak buat Ibu. Beliau membawa sayur-sayuran segar basah dalam baskom, ikut duduk di sebelah Aira. "Bagaimana, apa benar dia selingkuh?" Maksud Ibu, tokoh di film drama yang dia tonton bersama menantu. "Tidak Bu, itu gadis guminho baik kok, cuma tadi yang cowok cakep itu ternyata cowok dari masa lalunya, begitu. Cowoknya yang jahat." Ibu mengangguk, fokus pada TV tapi tangannya sibuk mematahkan kacang panjang. "Cantik saja tidak cukup. Seorang wanita juga harus pintar. Contohnya si gadis guminho, bego sekali dia sampai bisa diakali sama cowok jahat. Kasihan cowok baik." Aira tersenyum kecil mendengar ucapan beliau. Sekarang Aira tahu dari mana Bayu sering memanggil oran
Setelah Bayu kabur memakai motor, Cecil berhasil membuat para fans Bayu mundur. Ia memandang mereka seperti harimau kelaparan. "Puas kalian? Ganggu orang saja!" "Eh, Mbak!" sahut seorang gadis fans. "Tahu diri dong, Kak Bayu sudah punya istri. Kegatelan banget sih, jadi cewek!" "Kalian jahat!" bentak Cecil, lalu mencoba memasang air mata buaya. "Kalian tahu kan, itu setingan. Kenapa kalian tidak mau mengerti?" Para fans menanggapi dengan menghujat Cecil. Tiada dari mereka rasa simpati apa lagi menolong Dengan geram Cecil masuk ke rumah syuting. Kesal dia duduk di kursi lipat sambil meminum jus jeruk kesukaannya. "Sudah lah, tidak usah dipikirkan," ujar Dewi yang duduk di kursi sebelah Cecil sibuk bermain HP. "Cil," tegur Esmeralda, menghampiri dari samping. "Kamu tuh cantik banget loh, coba cari cowok lain saja. Seperti Sutradara, masih singel, tuh. Mungkin dia bisa menjadi tambatan hati pengganti Bayu." Entah serius
Udara lembut malam mendayung masuk melalui pintu yang dibuka menebar sejuk pada kulit wajah Bayu. Cahaya lampu menerangi ruang tamu. Dia duduk di sofa berselonjor kaki sambil membaca pesan-pesan yang masuk dalam akun sosial media miliknya. Suara drama Korea menggema dalam hening. Sesekali dia mengintip Aira yang duduk bersila kaki memangku bantal di sofa ruang keluarga. Begitu serius raut wajah gadis itu menonton TV sambil mengemil jamur goreng. "Aira, bagi sedikit camilannya." Gadis itu bungkam. "Bawa sini dong," lanjut Bayu. "Emang aku babumu, apa?" Bayu hendak marah tapi urung. Dia paham gadis itu sedang ngambek. Kesalahannya juga tadi bersikap kasar. Padahal dia ingin merayu Aira, membuat gadis itu bahagia sebelum diajak diskusi guna membicarakan kontrak. Bayu merasa jika Aira adalah gadis yang cocok menjadi ibu dari anak-anak mereka kelak. Tetapi sekarang semua kembali ke titik nol karena kedatangan Cecil.
Cahaya matahari memantul di air kolam jernih. Suara riak kecil terdengar nyaring. Kai menepi di dalam kolam, naik untuk duduk di tepian. Kedua kaki setia bermain air dingin ketika dia menikmati lemon tea. Dia baru selesai berenang beberapa menit. "Waduh, segar banget habis renang minum es." Ana duduk di kursi santai di sebelah kolam, menaruh tas ransel ke meja bundar tak jauh dari posisi kursi berada. Kehadiran gadis itu membuat kedua alis Kai terangkat tak percaya. "Ana? Ada apa? Tumben ke mari." "Maaf Tuan," ucap seorang gadis maid muda, membungkuk. Wajahnya panik. "Tadi saya sudah menyuruh Mbak Ana untuk menunggu di ruang tamu, tapi beliau nekat langsung masuk, saya tidak bisa menghentikan--" "Tidak apa-apa," jawab Kai. "Nona Ana sahabatku, bisa masuk kapan pun dia mau. Tolong buatkan minum untuk Ana, ya." Kai memberi kode gerak kepala supaya maid segera pergi. "Kapan-kapan ikut renang boleh, tidak?" celetuk Ana. Kai menyambut perbi
Musik game Iphone mendominasi dalam kamar ber-AC. Aira terlentang seperti biasa di kasur bawah, sementara Bayu menguasai kasur atas, tidur miring sambil menopang kepala. Aira punya kebiasaan buruk ketika lepas kendali, baik ketika menonton TV atau bermain game. Dia sering tak sadar mengeluarkan suara hah hah hah seperti guguk lelah, lalu selalu mengulang kalimat yang dia dengar. Seperti sekarang. "Give life to magic, not magic to life." Wajahnya begitu serius. "Lightning ... strike! Yes, savage!" Bayu cekikikan mendengar semua itu. "Kek bocah kecil yang lagi senang-senangnya main game." "Berisik." "Tapi suaramu manis juga ya, apalagi kalau, hah hah hah." Bayu cekikikan. "Bawel banget sih?" Sesekali Aira mengintip, tidak enak juga jika ada mata yang mengawasi, walau itu Bayu sekalipun. "Ngapain lihat-lihat?" "Ya ngapain?" "Lihatin terus, noleh ke tempat lain bisa enggak?" Bayu menggeleng.