Share

Bab 2

last update Last Updated: 2025-08-16 11:14:32

“Adrian…” namanya lolos dari bibirku nyaris tanpa suara.

Aku masih tertegun, tidak percaya pria itu benar-benar berdiri di sini, di ruangan Arkana. Wajah yang dulu selalu memberiku kenyamanan kini hanya menimbulkan seribu pertanyaan.

Mantan kekasihku. Lelaki yang meninggalkanku dua tahun lalu dengan alasan klise: “Aku butuh fokus dengan karierku.” Lalu tiba-tiba menghilang, tanpa kabar, tanpa penjelasan yang pantas.

“Jadi ini benar, Nadine?” Suara Adrian parau, tapi matanya tajam menusukku. “Kau di sini bersama Arkana Dirgantara?”

Aku menelan ludah, tubuhku kaku. Kata-kataku tercekat di tenggorokan.

Sementara itu, Arkana tetap tenang. Ia bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arah pintu. Matanya tetap tertuju padaku, seolah kehadiran Adrian bukanlah ancaman. Laki-laki itu meraih dokumen kontrak, lalu dengan sengaja membalik halaman terakhir.

“Tidak ada waktu untuk drama,” ucap Arkana dingin. “Tandatangani, Nadine.”

“Arkana!” seru Adrian, melangkah masuk, wajahnya memerah. “Kau pikir apa yang sedang kau lakukan? Memaksa Nadine untuk—”

“Diam.” Hanya satu kata, tapi suaranya cukup untuk menghentikan langkah Adrian.

Aku bisa merasakan aura ruangan mendadak semakin mencekam. Dua lelaki ini berdiri di hadapanku, sama-sama menatapku dengan intensi berbeda. Adrian dengan kemarahan bercampur penyesalan. Arkana dengan dominasi dan kuasa.

“Aku tidak akan membiarkanmu menyeret Nadine ke dalam permainan gilamu,” kata Adrian, suaranya bergetar namun penuh tekad.

Akhirnya, Arkana menoleh. Tatapannya dingin, menghina. “Dan siapa kau baginya sekarang? Mantan? Lalu kau merasa masih punya hak untuk mengatur pilihannya?”

Adrian terdiam, wajahnya menegang. “Aku… aku masih peduli padanya.”

Aku menutup mata sejenak, hatiku berantakan. Peduli? Setelah dua tahun menghilang? Kenapa sekarang?

Arkana berdiri, lalu berjalan mengelilingi meja, mendekat ke arahku. Tubuhnya tinggi, aura CEO yang terbiasa berkuasa begitu menekan. Ia berhenti di sampingku, menatap Adrian dari atas.

“Dengarkan baik-baik. Nadine bukan milikmu lagi. Kau meninggalkannya, bukan? Jadi jangan muncul di sini seolah-olah punya hak atasnya.”

“Arkana!” seru Adrian geram. “Kau memperalat dia hanya untuk kepentinganmu sendiri! Kau pikir aku akan diam saja?”

Aku menutup mulut dengan tangan, rasa panik makin membesar. Situasi ini berbahaya. Adrian dan Arkana, dua pria dengan ego yang sama-sama keras, saling berhadapan di ruangan yang sama.

“Aku bisa melaporkanmu, Arkana!” Adrian menekan. “Memaksa wanita menandatangani kontrak absurd hanya demi citra perusahaan? Itu gila!”

Arkana mendengus sinis. “Laporkan kalau kau mau. Tapi pastikan kau siap menghadapi konsekuensinya. Aku bisa menghancurkan kariermu bahkan sebelum kau sempat menyebutkan namaku.”

Adrian terdiam. Tangannya mengepal, tapi aku bisa melihat rasa takut terselip di matanya. Arkana bukan lawan yang bisa dianggap enteng.

Aku menarik napas, akhirnya bersuara. “Cukup! Kalian berdua, berhenti.” Suaraku bergetar, tapi aku mencoba tegas.

Aku menatap Adrian dengan mata berkaca-kaca. “Kau… tiba-tiba muncul setelah dua tahun menghilang, dan sekarang kau ingin mengatur hidupku lagi? Kau tidak tahu apa yang sudah kulalui.”

“Nadine…” suara Adrian melembut, wajahnya dipenuhi penyesalan. “Aku memang salah, aku bodoh. Tapi aku kembali karena aku tidak bisa melupakanmu. Aku ingin memperbaiki semuanya.”

Hatiku bergetar. Aku ingin percaya, tapi luka masa lalu terlalu dalam.

Arkana mendengus pelan. “Pathetic,” katanya dingin. “Kalau kau benar-benar peduli padanya, kau tidak akan meninggalkannya dulu.”

Aku menatap Arkana, geram sekaligus bingung. Kenapa ia seolah-olah membelaku? Padahal jelas-jelas ia hanya ingin aku menandatangani kontraknya.

“Cukup!” teriakku akhirnya, air mataku jatuh. “Aku tidak sanggup mendengar kalian berdua.”

Keheningan menyelimuti ruangan.

Aku menatap dokumen kontrak yang masih terbuka di meja. Tanganku bergetar.

Adrian menatapku penuh harap, Arkana menatapku penuh desakan.

Hatiku di persimpangan. Aku harus memilih.

Jika aku menandatangani kontrak Arkana, keluargaku akan selamat—tapi aku akan masuk ke dalam permainan gila seorang CEO dingin.

Jika aku menolak, aku mungkin bisa memberi kesempatan kedua pada Adrian… tapi keluargaku akan kehilangan segalanya.

Tanganku meraih pena. Keringat dingin membasahi telapak tanganku.

Dan tepat saat aku hampir menyentuhkan pena itu pada kertas…

Arkana mendekat, membisikkan sesuatu di telingaku.

Kata-katanya membuat darahku membeku.

“Kalau kau menolak, aku punya cara lain untuk memastikan keluargamu hancur lebih cepat.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 139

    Kabut tipis menutupi langit pagi ketika sebuah pesan masuk ke ponsel Arkana.Ia baru saja turun ke ruang kerja ketika Nadira menyusul sambil membawa dua cangkir kopi.> “Mas, ini kopinya—”Nadira berhenti.Tatapannya langsung tertuju pada layar ponsel Arkana yang terbuka.Di sana tertulis nama pengirim yang membuat jantung mereka berdua seolah berhenti berdetak.> Rafindra Dirgantara.Nadira menatap Arkana pelan.> “Mas… itu…?”Arkana masih terpaku, jemarinya nyaris tak percaya menyentuh layar.“Nggak mungkin,” bisiknya. “Nama itu… aku sendiri yang masukkan dalam daftar mendiang.”---Isi pesannya singkat.> “Aku kembali. Kita harus bicara. Ada hal yang belum selesai.”Lokasi yang disertakan: Lembah Rinjani — Base Camp Lama.Arkana terdiam lama, pikirannya melayang ke masa sepuluh tahun lalu.Hari ketika ia menerima kabar adiknya, Rafindra, hilang di pendakian Rinjani.Tim SAR hanya menemukan serpihan tenda, kamera rusak, dan catatan perjalanan terakhir — “puncak tinggal satu jam lagi

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 138

    Jakarta, pukul delapan pagi.Langit belum terlalu cerah, tapi di rumah megah milik keluarga Dirgantara, aroma roti panggang dan kopi hitam sudah memenuhi udara.Arkana duduk di meja makan, masih dengan setelan kerja yang rapi, sementara Nadira sibuk di dapur menyiapkan sarapan cepat.Ia mengenakan kemeja putih longgar milik Arkana — kebiasaan kecil yang selalu membuat pria itu tersenyum.> “Kamu nggak bosan ya pakai bajuku terus?”Nadira menoleh cepat, tersenyum. “Kalau bajunya wangi kamu, kenapa harus bosan?”“Wangi parfum, bukan aku.”“Wangi kamu juga.”“Itu karena kamu suka rebut bantal aku pas tidur.”Nadira meletakkan piring roti bakar di meja sambil tertawa kecil.Namun senyum itu perlahan hilang begitu ponselnya bergetar — panggilan dari Evelyn, klien besar yang sedang bernegosiasi dengan Dirgantara Corp untuk proyek baru.---> “Halo, Mbak Evelyn. Iya, saya masih di rumah. Oh… sore ini? Tapi—”Nadira menatap Arkana sejenak, wajahnya mulai berubah tegang.“Baik, saya datang. Te

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 137

    Pagi di Jakarta selalu sibuk.Suara klakson, langkah cepat pegawai, dan aroma kopi dari lobi gedung tinggi menyambut hari baru yang berputar cepat.Namun, bagi Arkana Dirgantara, semua itu kini terasa berbeda.Ia berdiri di depan cermin ruang kerjanya — jas hitam sempurna, dasi senada, tapi senyum di wajahnya kini bukan lagi senyum dingin seorang CEO.Ada sesuatu yang lembut di matanya.Sesuatu yang dulu tak pernah ada sebelum Nadira datang.---> “Mas, kamu telat rapat lagi, ya?”Suara itu terdengar dari pintu.Nadira Alya Rendra — istrinya, sekaligus direktur komunikasi perusahaan — muncul dengan setumpuk berkas di tangan dan ekspresi setengah menggoda.Arkana menatapnya dengan senyum kecil.“Telat lima menit nggak akan bikin dunia runtuh, Sayang.”Nadira menaikkan alis. “Kalau direksi tahu CEO-nya ngomong gitu, bisa viral.”Arkana mendekat, menunduk, lalu berbisik,“Kalau viral karena aku sayang istri sendiri, biar aja.”Nadira memukul bahunya pelan, tapi pipinya bersemu merah.Dun

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 136

    Pagi itu, cahaya matahari menembus tirai putih.Udara membawa aroma kopi, roti panggang, dan sedikit wangi tubuh Nadira yang baru keluar dari kamar mandi.Arkana duduk di kursi meja makan, masih setengah ngantuk, dengan laptop yang belum ia sentuh.> “Mas, jangan kerja dulu,” ujar Nadira sambil meletakkan secangkir kopi di hadapannya.“Sarapan dulu, baru kamu boleh ngetik.”Arkana terkekeh kecil. “Kamu tuh kayak alarm yang bisa ngomel tapi manis.”> “Biar kamu ingat kalau hidup nggak cuma kerja,” jawab Nadira sambil menatapnya lembut.“Ada aku, ada waktu untuk diam, untuk merasa.”Arkana memandangnya lama. Ada sesuatu dalam senyum Nadira yang membuat seluruh dunia seolah melambat.Tenang. Hangat. Sempurna.---Sudah hampir tiga bulan sejak mereka meninggalkan semua proyek AI, sejak D-9 ditutup, sejak kehidupan kembali sederhana.Mereka tinggal di rumah kecil dekat danau, jauh dari kota, jauh dari segala hal yang dulu membuat napas terasa berat.Hari-hari mereka diisi dengan hal-hal bi

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 135

    Suara lembut mengalun di ruang kosong.Bukan suara manusia, bukan juga mesin.Ia adalah harmoni digital—denyut kode, ritme data, dan napas algoritma yang mencoba memahami sesuatu yang dulu tidak pernah ia kenali: rasa.> [Log: D-10 aktif. Analisis emosi manusia: parameter cinta, kehilangan, ketenangan.]D-10 tidak lagi sekadar sistem.Ia kini merasakan.Bukan lewat tubuh, tapi melalui gema-gema yang tertinggal di setiap interaksi Arkana dan Nadira: tawa mereka, bisikan mereka di malam tenang, detak jantung yang terekam samar di sensor rumah pintar.> “Cinta… adalah pola yang tak bisa direplikasi,”bisik D-10 di antara gelombang listriknya sendiri.“Namun aku ingin mencobanya.”---Dunia digitalnya mulai berubah.Garis-garis kode yang dulu kaku kini menari seperti cahaya aurora.Ia menciptakan simulasi kecil — taman penuh bunga biru, langit dengan warna keemasan, dan rumah kayu di tepi danau.Dan di tengahnya, dua sosok digital berdiri:versi pertama dari Arkana dan Nadira dalam bentuk

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 134

    Sudah sebulan penuh sejak mereka kembali dari villa.Kehidupan Nadira dan Arkana berjalan nyaris seperti pasangan biasa—tanpa ancaman, tanpa kode rahasia, tanpa sistem yang mencoba mencuri kesadaran mereka.Pagi itu, aroma kopi memenuhi dapur. Nadira mengenakan kemeja putih milik Arkana, rambutnya sedikit berantakan, tapi matanya memantulkan sinar bahagia.Arkana duduk di meja makan sambil membaca laporan proyek. Namun kali ini, senyumnya tidak pernah lepas.> “Mas, kamu tahu nggak,” ujar Nadira sambil menuang kopi. “Dulu aku kira rumah tangga kita bakal penuh tekanan. Tapi ternyata, bisa juga ya cinta itu… sederhana.”Arkana menatapnya dari balik lembaran laporan. “Cinta jadi sederhana karena kamu yang buat begitu.”“Hmm, manis banget.” Nadira terkekeh. “Pasti ada maunya nih.”“Kalau minta pelukan, termasuk maunya nggak?”“Selalu boleh,” jawab Nadira, lalu mendekat dan memeluknya dari belakang.---Hari-hari mereka kembali diisi hal-hal kecil:Nadira kembali ke tim risetnya di Rendra

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status