تسجيل الدخول“Bayar utang keluargamu… dengan menjadi kekasihku.” Kalimat itu keluar dari mulut pria yang bahkan tak sudi menatapku lama-lama. Arkana Dirgantara, CEO muda yang dikenal kejam di dunia bisnis, mengajakku membuat kesepakatan gila: tiga bulan berpura-pura menjadi pacarnya demi menutupi skandal perusahaannya. Sebagai gantinya, ia akan melunasi semua utang keluarga kami. Tidak ada cinta, hanya kontrak. Tidak ada janji, hanya batasan. Tapi bagaimana jika hatiku mulai goyah setiap kali ia bersikap manis di luar kesepakatan? Bagaimana jika rasa itu bukan lagi pura-pura? Dan yang paling kutakutkan… bagaimana jika rahasia gelap Arkana adalah alasan kenapa ia memilihku?
عرض المزيدHidupku terasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung usai.
Dalam hitungan hari, perusahaan ayah bangkrut, hutang menumpuk, dan surat peringatan dari bank menempel di pintu rumah. Semua orang di rumah panik. Ibu menangis setiap malam, ayah termenung dengan kepala dipenuhi rasa bersalah, dan aku—sebagai satu-satunya anak—hanya bisa berusaha mencari jalan keluar sambil menahan rasa putus asa. “Maafkan ayah, Nadine…” suara ayah bergetar malam itu, ketika listrik rumah kami sempat terputus karena tunggakan. “Ayah gagal melindungi kalian.” Aku menggenggam tangan ayah erat-erat. “Bukan salah ayah. Kita akan cari jalan, pasti ada cara,” ucapku meski aku sendiri tidak yakin. Kenyataannya, semua pintu seakan tertutup. Hutang keluarga kami terlalu besar, pekerjaan kecilku sebagai admin kantor tentu tak akan cukup. Sementara besok… rumah yang sudah kami tempati puluhan tahun akan disita. Dalam keadaan kalut itu, sebuah panggilan telepon datang. Nomor asing. “Selamat sore, ini Nadine Prameswari?” suara berat di seberang membuat bulu kudukku meremang. “Ya, saya sendiri. Dengan siapa ini?” “Nama saya Arkan Dirgantara. Datanglah ke kantor saya besok pagi. Kita perlu berbicara.” Aku langsung terdiam. Nama itu… bukan nama asing. Arkana Dirgantara. CEO muda sebuah perusahaan besar, terkenal dingin, kejam, dan tak pernah gagal dalam bisnis. Lelaki yang bahkan masuk majalah Forbes karena kecerdasannya. Lelaki yang juga… musuh ayahku di dunia bisnis. Kenapa dia tiba-tiba menghubungiku? --- Keesokan harinya, aku benar-benar berdiri di depan gedung pencakar langit dengan logo Dirgantara Corp. Matahari pagi memantul di kaca-kaca jendelanya yang menjulang tinggi, seakan mengejek betapa kecilnya aku dibanding dunia mereka. Aku menarik napas panjang, mencoba menguatkan diri. Dengan langkah ragu, aku masuk. Resepsionis cantik dengan senyum tipis menyapaku. “Selamat pagi. Anda Nadine Prameswari?” “Ya,” jawabku singkat. “Silakan ke lantai 25. Tuan Arkana sudah menunggu.” Jantungku berdegup kencang. Lift terasa bergerak sangat lambat, padahal tubuhku sudah gemetar hebat. Begitu pintu terbuka, aku disambut oleh seorang pria berjas hitam yang sepertinya asisten pribadi Arkana. “Silakan ikut saya.” Ruangannya… luar biasa. Jendela besar dengan pemandangan kota, meja kerja dari kayu hitam, dan suasana dingin yang membuat siapa pun merasa kecil. Di balik meja itu, duduklah Arkana Dirgantara. Aku menelan ludah. Ia mengenakan setelan jas abu tua, dasinya rapi, wajah tampan dengan garis tegas, tatapan dingin menusuk. Entah kenapa, aura pria ini benar-benar menekan. “Nadine Prameswari,” ia menyebut namaku dengan nada datar, seolah hanya sekadar formalitas. “Duduk.” Aku menuruti perintahnya, berusaha menjaga sikap. “Anda… ingin bertemu saya?” “Ya. Aku sudah tahu kondisi keluargamu.” Aku terkejut. “Apa maksud Anda?” Ia menggeser sebuah map tebal ke arahku. “Utang keluargamu, daftar aset yang akan disita. Aku punya akses pada semua data itu.” Aku menegang. Dari mana dia mendapatkannya? Kenapa dia peduli? “Apa yang Anda inginkan?” tanyaku dengan suara hampir berbisik. Arkana menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu menatapku tajam. “Aku ingin kau menjadi kekasihku.” Aku hampir tercekik. “APA?!” seruku, memandangnya dengan mata terbelalak. Pria itu sama sekali tidak terguncang. “Aku butuh seorang kekasih. Sementara. Untuk tiga bulan.” Aku berdiri refleks. “Anda sudah gila! Untuk apa saya melakukan hal semacam itu?” Tatapan dinginnya tak goyah. “Perusahaanku sedang diterpa isu tak sedap. Para investor mulai resah karena gosip pribadi yang beredar. Aku perlu meredam semuanya dengan menunjukkan bahwa aku sudah punya pasangan stabil. Dan kau, Nadine, pilihan tepat.” Aku tertawa sinis. “Pilihan tepat? Dari jutaan wanita di luar sana, kenapa harus aku?” Arkana terdiam sejenak, lalu mencondongkan tubuh ke arahku. Tatapannya menusuk begitu dalam. “Karena aku tahu kau sedang terdesak. Kau butuh uang, kau butuh pertolongan. Aku bisa menyelamatkan keluargamu. Dengan satu syarat: kau menandatangani kontrak ini.” Ia menggeser sebuah dokumen ke hadapanku. Aku menatapnya gemetar, lalu membaca cepat. Kontrak Hubungan. Tertulis jelas: Durasi tiga bulan. Hubungan hanya bersifat publik. Tidak ada ikatan emosional. Larangan jatuh cinta. Tanganku bergetar. Hatiku berteriak menolak. Tapi wajah ibuku yang pucat, ayahku yang hampir menyerah, semua menghantui pikiranku. “Apa aku punya pilihan lain?” tanyaku lirih. Arkana menatapku dingin. “Tentu saja. Pilihan lain adalah keluargamu kehilangan rumah besok pagi.” Air mataku mulai menetes. Sungguh kejam. Tapi inilah kenyataannya. Lelaki ini tahu aku sudah terpojok dan ia menawarkan jalan keluar dengan harga yang sangat mahal: kebebasanku sendiri. “Apa kau benar-benar tega melakukan ini padaku?” bisikku dengan suara bergetar. “Aku tidak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan,” jawabnya datar. “Anggap saja ini kesepakatan bisnis. Kau menyelamatkan citraku, aku menyelamatkan keluargamu.” Aku menunduk. Nafasku berat. Tanganku meraih pena di atas meja. Jika aku menandatangani, maka aku akan terikat dengan pria ini… pria yang bahkan tidak pernah menoleh padaku sebelumnya. Aku memejamkan mata. Lalu, tepat saat ujung penaku menyentuh kertas, pintu ruangan terbuka keras. Aku tersentak, menoleh cepat. Seorang pria berdiri di ambang pintu dengan wajah terkejut. Darahku berdesir begitu menyadari siapa dia. Adrian. Mantan kekasihku. Matanya melebar melihatku duduk berhadapan dengan Arkana. Bibirnya bergetar, seolah tak percaya. “Nadine… apa yang kau lakukan di sini?”POV Nadira Alya RendraSuara motor itu berhenti tepat di depan pagar rumah.Udara malam mendadak dingin, tapi bukan karena angin.Aku bisa mendengar detak jantungku sendiri — keras, tidak beraturan, seperti berlari tanpa arah.“Arka…” suaraku nyaris berbisik.Tapi suamiku tidak menjawab. Ia hanya berdiri diam di dekat jendela, bahunya tegang, matanya fokus menatap ke luar seolah tahu siapa yang datang.Aku berjalan perlahan mendekat, menyentuh lengannya yang dingin. “Kamu kenal suaranya, ya?”Dia menoleh sekilas.Tatapan itu cukup untuk membuat dadaku bergetar — ada sesuatu yang ia sembunyikan, sesuatu yang berat.“Nadira,” katanya akhirnya, suaranya serak. “Apa pun yang terjadi nanti… jangan keluar dulu.”Aku mengernyit. “Kenapa? Arka, kamu bikin aku takut.”Dia tak menjawab, hanya melangkah ke arah pintu. Tangannya sempat menggenggam knop, tapi berhenti.Aku tahu tatapan itu — tatapan seseorang yang sedang menimbang antara masa lalu dan masa kini.Dan malam ini, keduanya bertemu di
Jejak yang Tak Pernah PadamPOV Arkana DirgantaraSudah lewat tengah malam.Tapi aku tidak bisa tidur.Pelukan Nadira di sebelahku terasa kaku malam ini — seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan. Aku bisa merasakannya dari cara dia menghindari pandangan mataku saat makan malam, dari cara jemarinya bergetar waktu aku genggam.Sudah tujuh tahun aku berusaha mengubur masa lalu itu.Pendakian sialan itu.Nama yang bahkan aku hindari untuk disebut lagi — Rafindra.Aku menatap langit-langit kamar yang redup. Dalam gelap, bayangan masa lalu itu seolah muncul kembali — suara teriakan, kabut dingin, batu yang longsor di sisi tebing, dan wajah Rafindra yang tergerus cahaya headlamp sebelum menghilang di balik kabut.Aku menutup mata erat-erat.Tapi semakin aku mencoba melupakan, semakin jelas suaranya di kepala.> “Kamu selalu menang, Arka… Tapi kali ini, lihat siapa yang bertahan.”Ucapan terakhir itu masih menusuk sampai sekarang.Aku duduk perlahan, melihat Nadira yang tertidur dengan wajah
Bayangan di PuncakPOV Nadira Alya RendraSuara rekaman itu masih berputar di kepalaku bahkan setelah aku mematikan laptop.Suara laki-laki yang samar, napasnya berat, disertai deru angin gunung yang menggigit.> “Kalau aku nggak turun, tolong bilang sama Arkana… aku nggak pernah benci dia. Aku cuma nggak mau kalah.”Rafindra.Nama itu saja sudah cukup membuat tenggorokanku tercekat.Aku menatap layar laptop yang kini gelap, pantulan wajahku sendiri terlihat kusam, mata merah karena begadang. Arkana belum pulang dari kantor, dan untuk pertama kalinya… aku bersyukur dia belum pulang. Karena kalau dia ada di sini, aku nggak tahu harus bersikap bagaimana.Selama ini aku mengira Arkana sudah berdamai dengan masa lalunya—dengan hilangnya Rafindra di pendakian tujuh tahun lalu. Tapi rekaman itu... baru dikirim tiga hari lalu. Dari alamat surel yang entah kenapa mirip dengan nama panggilan lama Rafindra: Rav_in_thewind.Dan yang lebih aneh lagi, file itu dikirim langsung ke email pribadiku,
Di Balik Pesan Itu (POV Arkana)Pukul dua dini hari.Arkana terbangun bukan karena mimpi buruk.Melainkan karena suara notif yang terdengar samar dari ruang kerja Nadira.Ia pikir itu cuma pesan biasa. Tapi ketika ia membuka ponselnya sendiri, sesuatu membuat jantungnya berhenti sepersekian detik.📩 “Pesan terkirim ke Nadira Alya Rendra — 02:13”Isi: Jangan percaya aku, Nadira.Alis Arkana langsung mengerut.Tangannya refleks menekan detail pesan itu. Tapi anehnya — riwayatnya kosong. Tidak ada dalam chat history, tidak ada di Sent Items, bahkan Delivery Report-nya pun tidak menunjukkan pengiriman.“Mustahil,” gumamnya pelan.Ia menatap layar ponselnya lekat-lekat.Lalu tanpa sadar, jemarinya mengetuk ikon chat Nadira. Di sana, pesan itu ada.Terkirim dari nomornya sendiri. Lengkap dengan waktu, tanda centang biru, dan bahkan status online 3 menit lalu — padahal Arkana baru saja bangun.Dadanya terasa sesak.Ia meneguk ludah, mencoba logika.> “Nggak mungkin ini malware biasa… sistem
Suara di Balik Nafas (POV Nadira)Rumah itu terasa terlalu sepi malam itu.Setelah kejadian jaket basah di depan pagar, Arkana langsung memerintahkan satpam kompleks untuk berjaga semalaman. Tapi setelah semuanya tenang, Nadira justru tak bisa tidur.Ia duduk sendirian di ruang kerja kecilnya, lampu meja menyala temaram.Di depannya, ponsel itu masih bergetar pelan — entah karena tangan Nadira yang tak berhenti gemetar sejak tadi, atau karena perasaannya sendiri yang bergolak.“Nomor itu…” gumamnya lirih.Ia menatap layar.Riwayat panggilan masuk — satu kali, 00:17 menit.Lalu rekaman otomatis dari aplikasi Call Recorder aktif, seperti biasa, tanpa ia sadari.Tangannya ragu. Tapi jari telunjuknya akhirnya menekan tombol Play.> [Suara statis pelan…]“Nadira…”(hening panjang)“Kamu masih ingat aku?”“Rafindra?”“Akhirnya kamu ingat…”Nadira menggigit bibir bawahnya.Suara itu — lirih, dalam, dan bergetar. Terlalu nyata.Tapi sesuatu membuat alisnya berkerut. Ada suara lain. Samar. Ham
(POV Nadira)Langit malam tampak tenang, tapi hati Nadira justru bergejolak tanpa alasan.Sejak Arkana berangkat kerja pagi tadi, perasaannya aneh — seperti ada sesuatu yang menatapnya dari balik tirai rumah.Ia sudah mencoba menenangkan diri. Memasak, bermain bersama Alya, bahkan menyiram bunga di taman belakang. Tapi rasa itu tak mau hilang.Pukul delapan malam.Rumah sudah hening. Alya tertidur di kamar, sementara Nadira duduk di ruang tamu, menatap ponselnya yang tergeletak di meja.Layar tiba-tiba menyala. Nomor tak dikenal muncul.“Nomor tidak dikenal — +62 812….”Nadira menatapnya lama.Hatinya berdebar. Ia tahu ia seharusnya tidak menjawab. Tapi jari-jarinya bergerak sendiri.> “Halo?”Suara di seberang begitu lirih.Parau. Tapi… terlalu akrab.> “Nadira…”Dunia seperti berhenti sesaat.Nadira berdiri refleks. “Siapa ini?”> “Kamu masih mengingat aku?”Suara itu retak, seperti berasal dari jauh. Tapi getarannya — nada itu, intonasinya — Nadira tahu benar.Itu suara seseorang y












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
تعليقات