Share

Bab 3

last update Last Updated: 2025-08-16 11:16:40

Bisikan Arkana masih terngiang di telingaku.

"Kalau kau menolak, aku punya cara lain untuk memastikan keluargamu hancur lebih cepat."

Tubuhku membeku. Aku menatap wajah dinginnya yang begitu dekat, napasnya bahkan menyentuh kulitku. Kata-katanya seperti belati yang menusuk jantungku.

“Arkana…” suaraku bergetar. “Kau tidak punya hati?”

Senyumnya tipis, dingin. “Dalam bisnis, hati hanya untuk orang bodoh.”

“Nadine!” Adrian meraih lenganku, menarikku menjauh dari Arkana. “Kau tidak perlu takut padanya. Kita bisa cari jalan lain, aku akan—”

“Lepaskan dia,” potong Arkana dengan nada berbahaya.

Adrian menatapnya dengan mata penuh perlawanan. “Aku tidak akan membiarkanmu mempermainkannya. Kalau perlu aku akan membawa kasus ini ke pengadilan.”

Arkana tertawa pendek, sinis. “Pengadilan? Kau kira siapa yang punya koneksi dengan hakim dan jaksa di kota ini? Coba saja, Adrian. Lihat siapa yang hancur lebih dulu: aku atau kau.”

Aku terengah, panik, terjebak di antara dua lelaki ini. Adrian menatapku dengan tatapan yang memohon, seolah ingin aku mempercayainya lagi. Arkana menatapku dengan tatapan dingin, seolah menantangku untuk melawan.

Aku menunduk, menatap kontrak di meja. Rasanya dadaku seperti diremas.

“Aku…” suaraku pecah. “Aku tidak bisa…”

Air mataku jatuh tanpa bisa kutahan.

Arkana langsung meraih tanganku, menempelkan pena ke dalam genggamanku. “Kau bisa, Nadine. Kau hanya perlu menandatangani, lalu semua masalah keluargamu selesai.”

Adrian menepis tangan Arkana dengan kasar. “Dia tidak akan melakukannya! Jangan paksa dia!”

Dalam sekejap, ketegangan pecah. Adrian mendorong Arkana, tapi Arkana hanya mundur setengah langkah, lalu berdiri tegak dengan tatapan tajam.

Suara meja bergetar ketika tangan Adrian menghantam permukaannya. “Aku sudah cukup melihat semua ini! Kau hanya monster, Arkana!”

Arkana tidak menjawab. Ia hanya menatap Adrian dengan pandangan menusuk, lalu beralih padaku. “Pilih, Nadine. Sekarang.”

Aku terdiam, tubuhku gemetar.

Adrian menggenggam kedua bahuku. “Nadine, dengarkan aku. Kau tidak harus tunduk padanya. Aku akan melindungimu, aku janji. Kali ini aku tidak akan meninggalkanmu lagi.”

Aku menatap mata Adrian. Ada ketulusan, ada rasa sesal, ada cinta yang dulu pernah kupercayai. Tapi di saat yang sama, ada rasa takut… takut ia akan kembali menghilang ketika semuanya jadi sulit.

Arkana melangkah maju, suaranya tegas dan dingin. “Dia hanya janji kosong. Kau tahu itu, Nadine. Kalau kau ingin keluargamu selamat, kalau kau ingin utang itu lunas… hanya ada satu jalan. Tandatangani kontrak.”

Aku hampir tidak bisa bernapas. Dua dunia, dua pilihan, dua laki-laki—dan aku terjebak di antaranya.

Tanganku kembali gemetar di atas pena.

“Nadine…” bisik Adrian. “Tolong, jangan lakukan ini. Kau akan menyesal seumur hidup.”

Arkana mendekat, membisikkan kalimat yang membuat jantungku berhenti sejenak.

“Kalau kau masih ragu, biar kukasih tahu sesuatu. Ayahmu sudah menandatangani surat jaminan. Artinya, aku bisa mengambil rumah kalian kapan saja. Hanya tanda tanganmu yang bisa menyelamatkan itu.”

Darahku terasa membeku. “Kau… kau tega sekali…”

Senyumnya tipis, nyaris tak terlihat. “Aku hanya melakukan apa yang perlu kulakukan.”

Aku menatap Adrian dengan air mata mengalir deras. “Kalau aku tidak menandatangani, keluargaku akan kehilangan segalanya…”

“Tidak, Nadine,” potong Adrian cepat. “Aku akan cari uang, aku akan cari cara. Aku bisa… aku bisa meminjam, menjual apa pun. Jangan tunduk padanya.”

Aku terisak. Suara hatiku terbelah dua.

Aku ingin percaya pada Adrian, tapi waktu berjalan terlalu cepat. Keluargaku tidak punya kesempatan menunggu.

“Cepat,” suara Arkana terdengar dingin. “Aku tidak punya waktu bermain drama lebih lama.”

Tanganku akhirnya bergerak. Pena menyentuh kertas. Garis pertama kutarik dengan tangan bergetar.

Adrian menjerit, “NADINE! HENTIKAN!”

Tapi aku sudah terlambat. Namaku tergores di atas kontrak itu.

Hening. Ruangan terasa beku.

Arkana menatap tanda tanganku, lalu tersenyum dingin. Ia meraih kontrak itu, melipatnya rapi, lalu memasukkannya ke dalam map kulit hitam. “Bagus. Mulai sekarang, kau milikku.”

Tubuhku goyah, lututku hampir tak mampu menopang berat badanku. Adrian meraihku, menahan agar aku tidak jatuh. “Kenapa, Nadine? Kenapa kau lakukan ini?” suaranya pecah penuh luka.

Aku menangis, suaraku serak. “Aku… tidak punya pilihan…”

Arkana berjalan ke arah pintu, lalu berhenti sejenak. Ia menoleh dengan tatapan penuh kuasa. “Persiapkan dirimu. Kontrak ini berlaku mulai sekarang. Aku akan menjemputmu besok.”

Dan begitu saja, ia pergi meninggalkan kami dalam keheningan yang mencekik.

Aku jatuh terduduk di lantai, tangisku pecah. Adrian berlutut di sampingku, memelukku erat.

“Tuhan… Nadine… kenapa harus begini…”

Aku hanya bisa menangis. Semua terasa hancur.

Tapi jauh di lubuk hatiku, aku tahu satu hal:

Sejak aku menandatangani kontrak itu, hidupku tidak akan pernah sama lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 25

    Aku bisa merasakan napasku sendiri tercekat. Setiap langkah terasa seperti langkah terakhir. Ketika kami hampir sampai ke pintu belakang, terdengar suara seretan besi. Seseorang berdiri menghadang di sana. Wajahnya separuh tertutup masker hitam, tapi mata itu… mata yang penuh kebencian. “Akhirnya kita bertemu, Nadine…” suaranya dingin menusuk, membuat darahku seolah berhenti mengalir. Aku membeku di tempat, tidak bisa bergerak. Arkana langsung berdiri di depanku, melindungi tubuhku dengan seluruh keberadaannya. “Kau tidak akan menyentuhnya.” Pria itu menyeringai tipis, menodongkan senjata ke arah Arkana. “Kita lihat saja siapa yang bertahan hidup malam ini.” Dan dalam detik berikutnya—suara tembakan kembali memecah malam.Suara tembakan meledak memekakkan telinga. Sekilas aku melihat percikan api kecil di udara, lalu tubuh Arkana bergerak cepat menahanku agar tidak terkena peluru.

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 24

    Arkana memasukkan ponsel ke saku, lalu menatapku dengan mata tajam penuh api. “Ya. Dan aku harus menghadapi mereka. Tapi kali ini… aku tidak sendirian. Kau ada di sisiku.” Aku menggenggam tangannya erat, meski tubuhku masih gemetar. Dalam hati aku tahu, apa pun yang menunggu di depan akan jauh lebih berbahaya. Tapi anehnya, ada kekuatan baru yang muncul—karena aku tak lagi hanya berjuang demi diriku sendiri, melainkan juga demi pria yang kini kucintai dengan seluruh hatiku. Malam itu, di balik ketakutan, aku sadar: pertarungan kami baru saja dimulai.Malam itu terasa panjang, lebih panjang daripada malam-malam sebelumnya. Aku tidak bisa tidur. Setiap suara kecil dari luar membuatku tersentak. Degup jantungku terus berpacu, seolah aku sedang berdiri di tepi jurang. Arkana duduk di ruang tamu, matanya tajam memperhatikan layar ponselnya. Sesekali ia berbicara singkat dengan orang-orangnya. Wajahnya tegas, penuh fokus, tapi aku bisa

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 23

    Arkana menatapku serius. Tatapan yang biasanya menenangkan kini malah menambah rasa waswasku. “Mereka akan mencoba. Tapi aku sudah bersiap. Ada orang-orang yang masih berutang budi padaku, ada jaringan kecil yang kubentuk diam-diam. Selama ini aku memang menunggu waktu yang tepat. Dan mungkin… waktunya sudah tiba.” Aku menelan ludah. Menunggu waktu yang tepat? Jadi semua yang ia lakukan selama ini—menjadi CEO sukses, menutup diri, bersikap dingin—hanyalah bagian dari strategi untuk hari ini? “Tapi, Nadine…” suaranya menurun, agak serak. “Aku tak bisa melakukannya kalau kau tidak kuat. Kau harus bersiap. Mereka akan mencarimu. Mereka mungkin mencoba mendekatimu dengan cara yang paling tidak terduga. Bisa jadi dengan ancaman, bisa juga dengan tipu muslihat. Aku tidak bisa selalu di sisimu setiap detik.” Tubuhku seketika merinding. Bayangan mengerikan muncul di kepalaku. “Jadi… nyawaku benar-benar terancam?” Arkana mengangguk pelan. “Ya. Karena kau adalah satu-satunya yang bisa

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 22

    Ia mengangguk pelan. “Aku keluar. Aku mencoba meninggalkan semuanya, memulai hidup baru, menjadi orang biasa—seorang CEO, seorang pria normal yang bisa kau kenal tanpa curiga. Tapi ternyata, masa lalu tidak pernah benar-benar melepaskanku.” Aku terdiam. Tanganku gemetar hebat. Arkana melangkah mendekat, menatapku dengan penuh rasa bersalah. “Aku tahu kau pasti takut padaku sekarang. Aku bahkan tidak akan menyalahkanmu kalau kau pergi malam ini juga. Tapi satu hal yang harus kau tahu, Nadine… semua yang kulakukan setelah bertemu denganmu—setiap langkah, setiap keputusan—semua untuk melindungimu. Bahkan kalau aku harus menukar nyawaku.”Air mataku jatuh begitu saja. Rasanya ingin marah, ingin menamparnya karena menyembunyikan semua ini. Tapi di sisi lain, hatiku sakit melihat wajahnya yang penuh penyesalan itu. Aku menggeleng, lalu melangkah mendekat meski ia sempat mundur lagi. “Jangan berani-beraninya bilang aku harus pergi, Arkana. Aku sudah ada di sini. Kalau memang ada bahaya

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 21

    BRAK! BRAK! BRAK! Ketukan keras itu kembali terdengar, bahkan lebih keras, menggema ke seluruh rumah. Aku bisa merasakan lantai di bawah kakiku bergetar pelan. Tanganku refleks menutup mulut agar tidak bersuara. Dari balik pintu kamar yang hanya setengah terbuka, aku bisa melihat Arkana berdiri di ruang tamu. Tubuhnya tegap, matanya tajam penuh kewaspadaan. “Siapa di sana?” tanyanya dengan suara berat, penuh ancaman. Tidak ada jawaban. Hanya ketukan lagi—lebih keras, lebih mendesak. BRAK! Aku ingin sekali keluar, berdiri di sampingnya, tapi kata-katanya tadi masih bergema di kepalaku: “Masuk ke kamar, kunci pintu, dan jangan keluar sampai aku bilang aman.” Arkana melangkah mendekati pintu, tangannya sudah mengepal. Tepat sebelum ia membuka, suara asing terdengar dari luar. “Arkana Dirgantara! Aku tahu kau ada di dalam. Buka pintunya atau aku dobrak sekarang juga!” Aku membeku. Suara itu… dingin, berat, dan penuh amarah. Arkana hanya diam sejenak, lalu menarik napas

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 20

    Wajah Arkana berubah muram. Ada luka dalam sorot matanya, seolah ia ingin bicara tapi terhalang sesuatu. Ia menggenggam tanganku erat, suaranya bergetar. “Percayalah, aku tidak pernah ingin menyeretmu ke dalam ini. Aku ingin kau tetap bersih, tetap jauh dari dunia kotor keluargaku. Tapi… mungkin sudah terlambat.” Aku menatapnya, bingung dan marah sekaligus. “Terlambat? Apa maksudmu?” Arkana tidak menjawab. Ia hanya menarikku ke dalam pelukan yang hangat tapi penuh kepedihan. “Maafkan aku, Nadine. Maafkan aku…” Aku ingin menolaknya, ingin menendangnya pergi, tapi tubuhku lemah. Aku tetap berdiri dalam pelukannya, meski pikiranku penuh dengan pertanyaan. Satu hal yang jelas: mulai saat itu, aku tidak hanya jatuh cinta pada Arkana… aku juga jatuh ke dalam lingkaran bahaya yang mengelilinginya. Dan aku tahu, sekali aku masuk, tidak ada jalan keluar yang mudah.Pagi itu udara di rumah begitu tegang. Aku duduk di kursi ruang makan, menatap secangkir kopi yang sejak tadi tak tersentuh.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status