Share

Berlari di tempat yang sama

Sesaat, jari jemari tangan Naya terhenti. Ia melirik ke arah Alen yang meninggalkan dirinya tanpa menyapa sedikitpun terhadapnya.

"Kenapa dia marah? Bukankah ini keinginannya?" batin Naya bertanya. 

Naya menghela nafas panjang dan mencoba bersikap tenang.

"Kanaya," panggil bunda.

Naya menoleh. Senyum manisnyapun tertoreh saat bunda memanggil dirinya.

"Iya, Bun!" jawab Naya, ia mulai duduk seraya memegang makanan.

"Maafkan Alen, ya!" lirih bunda memegang tangan Naya.

Naya tersenyum. Perlahan, ia  menggenggam erat tangan yang berselangkan dengan infus itu.

"Iya, Bun. Kanaya baik-baik saja!" jawab Naya tersenyum."Naya suapi, ya?" pinta Naya yang membuat senyum bunda mulai tertoreh kembali.

"Iya, Sayang!" jawab bunda sumringah. Inilah momen indah yang di tunggu-tunggu oleh bunda Elena. Memiliki calon menantu yang bisa merawatnya hingga ia menghembuskan nafas terakhir.

Dari balik pintu, Alen terdiam terpaku melihat pemandangan yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Dua bola matanya yang hitam tak berhenti menatap ke arah mereka yang terlihat begitu akrab. 

Terlihat sangat jelas, raut wajah bunda yang biasanya pucat, perlahan mulai berbinar terimbangi dengan senyum manis yang menawan.

"Maafkan Alen, Bun. Dia hanya wanita kontrak belaka!" gumam Alen menutup kembali pintu itu secara perlahan.

Naya melirik ke arah tangan bunda yang memegang tangan kanannya begitu erat.

Sentuhan tangannya membuat Naya teringat akan belaian dari almarhum mama tercintanya.

"Kanaya, kamu yang kuat, ya? Dia memang kasar, tapi di balik sifatnya itu, dia memiliki perhatian yang luar biasa," tutur bunda menjelaskan tentang sifat Alen."Jadi, bunda mohon jangan tinggalkan putra bunda,Nay?" 

Naya melipat bibirnya yang mungil. Lagi dan lagi ia harus membuat janji yang memaksa dirinya untuk tidak menolak.

"Ya Tuhan, kenapa ini harus terjadi padaku?" batin Naya bertanya.

"Nay ...," kata bunda membuyarkan lamunannya.

"Iya, Bun!" 

"Kamu mau 'kan menuruti permintaan bunda?"

"Naya akan  mencobanya!" kata Naya memaksa untuk tersenyum.

*****

Semua karyawan tertunduk dan tak berani menatap ke arah Bu Ana, pemilik usaha butik "ANNA BOUTIQUE" yang terkenal di Jakarta. Ia mulai membuka cabang di kota Bandung agar ia dekat dengan keluarga yang telah lama ia tinggalkan.

"Masa' dia tak pernah menghubungi kalian?" tanya Bu Ana geram.

Semua terdiam. 

"Dea, coba kamu lacak gps Naya. Saya mau tau di mana dia sekarang? " perintah Bu Ana geram.

"Baik, Bu!" gegas Dea mencoba melacak gps milik teman kerjanya itu.

"Baru kali ini, dia tidak masuk tanpa ijin terlebih dahulu. Bukankah dia bilang hanya cuti dua hari?" tanya Bu Ana seorang diri.

Naya benar-benar tak menyangka jika ia harus masuk ke dalam kehidupan orang yang tidak ia kenal.

"Mas Alen itu sangat sayang sama bundanya, Mbak. Dia rela meninggalkan dunia balapnya demi menuruti keinginan bu Elena. Jadi, kalo mas Alen dan mbak Naya berantem, alangkah baiknya jika mbak deketin bunda. Surti yakin, mas Alen pasti tak berkutik lagi." Perkataan surti yang mulai terlintas dalam pikirannya.

"Menikah denganku? Apa ini juga keinginan dari bunda?" tanya batin Naya seraya memandang bunda yang sudah tertidur pulas.

"Kita pulang!" 

Suara khas Alen  mengagetkan Naya. Ia menoleh dan terkejut saat Alen tiba-tiba datang menghampiri.

Tatapannya yang dingin membuat Naya bingung untuk menyikapinya.

Alen mendesah dan pergi begitu saja.

"Ya Tuhan, berikanlah aku kemudahan dan kekuatan untuk menghadapi orang seperti dia," kata Naya mengambil rantang makanan dan berlari mengikuti Alen.

Di mobil,  Naya melirik ke arah Alen yang sedari tadi terdiam tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya.

"Mas ...," kata Naya mengawali pembicaraan.

Masih terdiam dan acuh. Naya menghela nafas seraya menggigit bibirnya yang mungil.

"Kenapa kamu datang ke rumah sakit? Apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu itu?" Pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Alen.

Naya memaksa untuk tersenyum. Lagi-lagi, ia harus menghadapi sifat Alen yang terbilang sangat menjengkelkan. 

"Iya, ini sudah menjadi keputusanku!" jawab Naya yang membuat Alen menoleh ke arahnya.

"Mas Alen tenang saja, aku tidak akan kabur lagi sebelum kontrak itu berakhir."

"Bagus! Kalo kamu sadar diri." 

 "Tapi, jika sebelum kontrak itu berakhir aku mendapatkan uang, aku berharap mas Alen bisa melepaskan aku," ujar Naya berharap.

Alen berpaling dan kembali menatap  ke arah depan.

"Darimana dia mendapatkan uang sebanyak itu? Hal yang sangat mustahil untuk dia," gumam batin Alen memicing.

"Ok! aku akan menunggu uang 1 Miliyar darimu," ucap Alen sinis."Dan, ingat! Aku tak suka kebohongan ataupun pengkhianatan. Jadi, kamu jangan coba-coba untuk melakukannya padaku!" ketus Alen.

"Iya!" jawab Naya datar.

Sejenak, Naya terbelalak kaget saat Alen berhenti di depan butik, tempat dimana dia bekerja.

ANNA BOUTIQUE. 

"Bu Ana?" tanya Naya melihat atasannya yang sibuk dengan pekerjaan yang seharusnya menjadi tugasnya."Ya Tuhan, akhirnya aku bisa bertemu dengan Bu Ana," ucap Naya mencoba untuk membuka pintu mobil.

Ceklek

Naya terperangah saat Alen membuka pintu mobil itu terlebih dulu.

"Keluar!" perintah Alen datar.

Naya menegak salivanya dengan paksa. Ia mulai turun dari mobil seraya  mendesah  mengernyit saat sinar sang surya menyinari wajah cantiknya. 

"Pilihlah baju untuk mengganti baju kamu itu!" kata Alen menatap ke arah baju yang Naya kenakan."Aku tak mau jika semua orang menghina wanitaku mengenakan baju kemarin," kata Alen yang membuat Naya menegak salivanya dengan paksa.

"Wanitaku? Kenapa dia berbicara seolah-olah aku ini adalah wanitanya," kata batin Naya terkejut saat jentikan tangan membuyarkan lamunannya.

"Masuklah ke ANNA BOUTIQUE, pilih baju yang sesuai dengan gayamu!" kata Alen melangkah pergi sambil mengangkat telepon yang masuk.

Dari kejauhan, semua karyawan sangat heboh melihat kedatangan Alen.

"Bukankah itu Alen Towsar, pembalap itu?" tunjuk Dea yang begitu mengidolakannya.

"Ya ampun, benar itu Alen Towsar. Aduh, keren banget pake jas seperti itu," sahut Kinan seraya memegang kedua pipinya yang chubby.

Bu Ana mengernyit melihat dua karyawannya begitu heboh menatap ke arah luar.

"Dea, Kinan, apa yang kalian lakukan?" tanya Bu Ana mengagetkan mereka.

"Tidak, Bu. Kami hanya ...," kata Kinan terhenti.

"Alasan saja kalian ini! Kerja!" ujar ibu Ana seraya menopangkan kedua tangan di dada.

"Baik Bu. Tapi, kayaknya akan ada pembalap terkenal yang akan datang ke sini, deh!" kata Kinan berbisik.

Bu Ana mengernyit dan menatap ke arah luar. 

"Ibu pasti kesengsem melihat pembalap itu masuk ke butik kita ini. Orangnya sangat tampan dan idola semua kaum hawa. Termasuk saya," kata Dea percaya diri.

"Dan dengar-dengar dia sekarang jadi pengusaha juga lho!" sahut Kinan.

"Sudah ngomongnya?" tanya Ibu Ana yang membuat mereka terdiam seketika."Lanjutkan kerja kalian! Dan pastikan, semua baju untuk calon menantu saya berjejer rapi di tempat ini!" perintah Bu Ana.

"Baik, Bu!" jawab mereka serempak. 

"Good!" Bu Ana pergi meninggalkan mereka.

Tepat di depan ruang kerjanya, langkah kaki Bu ana terhenti. Kedua matanya mengerling melihat Naya yang tiba-tiba memeluknya.

"Naya, ada apa? Kenapa kamu?" tanya Bu Ana penasaran.

Naya melepas pelukannya. Ia sangat bersyukur bisa bertemu dengan orang yang akan menolongnya dari pernikahan kontrak itu.

"Bu Ana, bukankah ibu pernah bilang, kalo ibu akan menolong saya jika design baju saya mencapai target?" 

Ibu Ana mengangguk pelan. Perlahan, ia membelai rambut Naya yang terurai panjang. Wajah cantik yang di miliki Naya begitu mengingatkan pada putrinya yang sudah tiada.

"Kita bicara di dalam!" ajak Ibu Ana seraya merangkul Naya.

Untuk pertama kalinya, Alen memasuki ANNA BOUTIQUE. Kedua matanya berputar melihat baju yang designnya memang cukup berkualitas.

Sesaat, langkah kakinya terhenti melihat dua orang karyawan menghampiri dirinya. Ia mengernyit saat mereka selalu tersenyum manis ke arahnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Kak?" tanya Kinan seraya memegang patung yang berdiri di samping Alen.

"Ya. Kebetulan saya sedang menunggu calon istri saya," kata Alen yang membuat mereka terkejut. Seketika senyum sumringah mereka memudar.

"Calon istri?" tanya mereka serempak.

"Iya. Apa dia sedang ganti baju?" tanya Alen yang membuat mereka semakin bingung.

Mereka menatap satu sama lain. Mereka bingung siapa orang yang di maksud oleh Alen.

"Maaf, tapi dari tadi belum ada orang yang masuk ke sini!"

Alen terbelalak kaget. Pikirannya  mulai mengarah kalo Kanaya akan kabur dari dirinya.

******

"What? Satu Milyar?" tanya Bu Ana tercengang dengan jumlah hutang keluarga Kanaya.

"Iya, Bu. Hanya ibu satu-satunya harapan Naya. Tolong Naya, Bu!  Naya mau bekerja seumur hidup tanpa di gaji, asal ibu mau menolong Naya," ucap Naya memohon.

"Naya, bukannya ibu tak mau bantu. Ibu baru saja membeli apartemen dan membeli tempat ini," kata ibu Ana yang membuat Naya tak bisa berharap lagi.

Ibu Ana merasa sangat kasian melihat Naya yang begitu banyak masalah. Ia tak menyangka di balik sifatnya yang ceria, memiliki masalah yang begitu berat.

"Naya, keponakan ibu 'kan nanti mau ke sini. Ibu akan coba bicara sama keponakan ibu. Siapa tau dia mau membantu kamu," ucap Ibu Ana melegakan hati Naya.

"Benarkah, Bu?" 

"Iya. Kamu jangan sedih lagi, ya! Kamu akan terbebas dari masalah kamu itu," kata Ibu Ana membelai rambut indah yang dimiliki Naya.

Ceklek 

"Nah, itu dia!" kata ibu Ana berdiri menghampiri keponakannya tersebut.

Naya mengusap air matanya dan mencoba untuk terlihat fresh di depan keponakannya ibu Ana tersebut.

"Semoga saja, hari ini aku terlepas dari masalah mengerikan ini!" gumam batin Naya membalikkan badannya.

Deg

Kedua bola mata Naya terbelalak kaget saat melihat keponakannya ibu Ana tersebut.

"Kamu di sini!" Suara khas yang dimiliki orang yang sudah dua kali menolongnya dari kejaran pak Lukman.

"Mas alen," kata Naya menegak salivanya dengan paksa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status