"Laura! Bagaimana apakah Dave sudah mengangkatnya?"Pertanyaan Oma Nena membuat Laura memutar badan, lalu terlihat membeku karena memang sampai saat ini belum ada jawaban dari suaminya. Kening Nyonya Marina pun berkerut, di saat dia masih sibuk menyiapkan beberapa bahan BBQ yang di sukai oleh menantunya itu. "Loh ko malah bengong Laura?" Timpal Nyonya Marina yang masih menatap heran. Laura memancarkan senyum, lalu duduk di sana tanpa ada rasa kecanggungan lagi. "Ibu, oma mas Dave tidak menjawab. Mungkin dia sibuk ya," kata Laura yang berusaha berpikir positif. Kedua wanita tua itu saling menatap, dan berusaha menenangkan. "Iya, pasti tapi nanti Dave pasti akan segera balas atau segera pulang lebih awal.""Iya, Oma benar. Ayo makan dulu. Sudah lama aku tidak makan bersama-bersama." Laura berusaha tetap tenang, walaupun dia masih tidak tenang hatinya. Ketika para pelayan sudah menyajikan beberapa menu makanan di depan taman, tiba-tiba saja ketika Laura duduk bersama dan baru saja
Laura sangat terkejut, saat ibu mertua dan sang Oma tiba-tiba datang secara mendadak tanpa memberitahukan lebih dulu. "ibu, Oma kenapa tidak bilang mau ke sini?" Kedua wanita tua itu pun mulai duduk dan memastikan luka di jemari Laura. "Kami sengaja ingin melihat mu nak, lihat buah-buahan ini sangat segar semoga kamu suka," Nyonya Marina memberikan parcel buah. Kedua bola mata Laura berbinar-binar saat melihat begitu banyak jenis buah-buahan yang membuatnya begitu ngiler. "Wah, makasih mah. Ini sangat enak sekali sepertinya," Laura meraih dan menerima itu di iringi senyuman yang mengembang di wajah manisnya. Terlihat seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru, apa lagi buah anggur adalah favorit Laura. "Dimakan yang banyak, jika suka." Imbuh Oma Nena sembari mengedarkan pandangannya di rumah baru Dave dan Laura. Terlihat beberapa ruangan yang masih kosong, bahkan di dinding pun masih belum ada foto pernikahan mereka yang terpajang membuat dia menggelengkan kepala.
Dave akhirnya sampai di sebuah gedung tua dan kumu, di dampingi beberapa pengawalnya. Karena sudah jengah dengan mantan sahabatnya Wiliam yang terus menerus menargetkan dirinya. "Rio! Apa kau yakin tempatnya ini?" Dave mendelik membidik tajam memastikan pada sang asisten. Rio terkesiap lalu dia mengiyakan semua pertanyaan sang bos dengan penuh keyakinan. "Kami sudah mengikuti mereka beberapa hari sebelumya. Dave sangat geram, dia berusaha menahan diri agar tidak merespon serangan Wiliam. Tapi mengingat dia sudah membahayakan Laura yang tidak bersalah. Membuat dia tidak bisa mentolerir lagi. "Wiliam! Keluar kamu, jangan jadi pengecut!" Teriak Dave yang begitu kesal dengan kedua bola mata yang berapi-api. Suasana di gedung kumu itu masih hening, belum ada tanda-tanda Wiliam muncul. "Sial! Kenapa dia belum keluar!" Rio mengedarkan pandangannya ke semua ruangan itu, lalu menyusun rencana agar musuh dari bosnya segera keluar. Wiliam yang berada di sebuah ruangan te
"Tapi Bu, tunggu ayah pastikan dulu kondisi Rayden!" Langkah Bastian di hentikan oleh Widia malam itu, lalu di ingatkan jika saat ini mereka lebih baik menjauh. "Biarkan kondisinya seperti itu, jadi semua orang mengira benar-benar kecelakaan!" Ajak Widia menyuruh suaminya masuk ke dalam mobil lagi. Bastian sempat ragu, tapi dia juga tidak ingin mengambil resiko jika sang Kaka melihat dirinya di sana. "Cepat jalankan mobilnya, biarkan mereka begitu dulu," Bentak Widia kesal, Bastian pun hanya patuh dan segera melajukan mobilnya dengan sangat cepat tanpa peduli di sana Rayden dan Laura yang masih kecil sesuai dua tahun terkapar di pinggir jalan dalam keadaan pingsan. Seketika Bastian terbuyar dari lamunannya, dia tidak ingin ada orang lain yang tahu tentang rahasia itu termasuk Laura. Pewaris satu-satunya Rayden Grup. "Ck, sudahlah. Semua sudah berlalu tidak mungkin ada orang yang tahu semua itu," Bastian menepis semua kecemasan dalam hati. Selama Laura tidak di ijinkan masuk ke
Hati Laura berdebar-debar saat merasakan pelukan hangat dari Dave, mengingat lelaki yang bergelar suaminya itu tidak suka padanya buru-buru ia segera melepas dan menjaga jarak. Karena lima menit baginya sudah cukup. "Ma-maafkan aku mas, karena sudah meminta hal yang membuat mas mungkin risih," Sesal Laura, wajahnya sampai memerah padam. Karena dia begitu canggung bahkan tidak berani menatap Dave. Dave masih terlihat datar, melihat wajah Laura yang semakin hari semakin cantik dalam pandanganya membuat jantungnya berdegup seolah ada perasaan yang aneh. Tanpa banyak bicara Dave perlahan menyapu rambut panjang Laura, hingga perlahan membelai pipi putihnya yang lembut seperti pantat baby. Laura sampai menelan saliva beberapa kali, dia sedikit terkejut saat melihat wajah suaminya yang perlahan maju dan semakin mendekat ke arahnya. "Ma-mas Dave mau apa ya?" Beberapa pertanyaan dalam hati Laura menyeruak sampai membuat dia salah tingkah. Sampai membuat seluruh bulu tubuhnya meremang, sa
Beberapa jam kemudian, Dave terlihat berjalan mondar-mandir saat Dokter Irma masih belum juga keluar dari kamar. Berharap kondisi Laura tidak kembali terbuka. "Astaga! Kenapa jadi seribet ini?" Dave memijat kening, penuh kecemasan. Meskipun dia tidak pernah menyukai Laura tapi setidaknya dia tidak ingin jika ada pesaing bisnisnya menargetkan Laura. Rio yang baru kembali, terlihat pria itu .menghampiri dengan mimik wajah yang cukup serius. "Tuan!" Kedua alis tebal Dave mengerut, saat melihat asisten kepercayaannya menghadap dengan nafas yang terengah-engah. "Ada apa?" Ketus Dave membidik tajam Rio. Rio sangat ragu saat akan menyampaikan, tapi dia berusaha memberanikan diri demi berita penting."Tu-tuan saya baru menemukan kedua orang yang sengaja ingin menargetkan anda," Jelas Rio terbata-bata. Dave terkejut sampai kedua matanya melotot lalu dia meminta Rio agar mengatakan cepat siapa orang yang berani berurusan dengannya. "Siapa katakan?" Dave tersulut emosi, sampai dia menarik