Dave mendelik ke arah sumber suara Laura yang berada tepat di belakangnya, melihat istrinya yang berlari kecil mengubah raut wajahnya menjadi muram. Sampai kedua alis tebalnya mengerut emosi. Karena kesal saat melihat Laura tampak ceroboh. "Laura! jangan la..." Belum sempat Dave menuntaskan perkatannya. "Mas Dave awas!" Laura memeluk suaminya dengan sangat erat, tanpa menghiraukan keselamatan dirinya sampai ia... DOR!!! Satu tembakan menebus tepat di punggungnya, sampai membuat semua orang kaget dan berteriak histeris ketakutan apa lagi Dave. "Laura! apa yang kamu lakukan?" Dave seketika mematung saat melihat Laura yang menatap nanar dirinya seraya memancarkan senyum getir penuh kecemasan padanya. "Ma-mas Dave kamu tidak apa-apa kan?" tanya Laura dengan nada rendah yang hampir tak terdengar karena menahan rasa sakit luar biasa di dalam tubuhnya. Rio yang begitu kaget, dengan cepatnya ia memanggil para rekannya untuk mengejar para pria berjas hitam yang sudah pergi s
Sesampainya di sebuah gedung tempat dimana pesta mewah di gelar, Dave yang baru turun lalu mengulurkan tangan pada Laura, membuat para wartawan yang selalu tak pernah absen untuk mengekspos acara amal para pebisnis itu segera menghampiri keduanya. "Tuan, nyonya. Selamat datang," Para penjaga menyambut hangat kedatangan Dave dan Laura penuh hormat. Dave hanya berjalan dengan wajah datar, dia mengulurkan lengannya membuat sedikit kaget sampai langkah kakinya terhenti. Sampai menelan saliva karena gugup. "Kenapa malah diam? Jangan membuat semua orang bertanya?" Dave mengingatkan. Laura tersentak kaget, saat melihat tatapan tajam Dave yang membuat nyalinya menciut lalu segera patuh. Mulai melingkarkan tangannya di lengan sang suami. Nafasnya terlihat tak beraturan, apa lagi saat para wartawan itu terus memburu mereka dengan beberapa hujaman pertanyaan. Tapi beruntung Rio dengan sigap bersama para rekannya segera memberi penjagaan yang ketat untuk mereka, terlebih lagi untuk Laura ya
Tring Dua gelas anggur merah saling beradu, saat Larisa dan Erland sudah melakukan sebuah kesepakatan untuk menjalankan rencana mereka. "Aku akan melakukan sesuai perintah mu, tapi aku ingin uang muka lebih dulu!" Tuntut Erland dengan terkekeh. Sembari menyimpan gelas kosong bekas cairan merah yang memabukkan itu. Larisa memutar kedua bola mata malasnya, saat mendengar permintaan Erland yang begitu haus akan uang. "Ck, oke. aku di muka lima belas juta dulu, baru sisanya setelah kamu selesaikan tugasnya!" Larisa melemparkan satu gepok uang tepat di atas meja. Kedua bola mata Erland melebar, senyuman serakah terpancar jelas di wajahnya. Bahkan dia berjanji akan melakukan semua perintah Larisa. "Kamu tenang saja Larisa, aku akan membuat kami seperti pacaran lagi," Ucap Erland dengan penuh keyakinan. Lalu segera pergi, membeli beberapa arang kesukaan "Okey! aku pegang kata-kata mu!" Larisa pergi dengan penuh keangkuhan. Setelah mereka berdua saling menukar nomor ponsel.
"Larisa! Kamu tenang nak!"Larisa mendelik, saat sang ibu berusaha untuk menenangkan dirinya. Bagaimana bisa dia tenang setelah tahu jika pria yang selama ini dia tolak ternyata begitu tampan dan sempurna."Ibu lihat sendiri kan, ternyata Dave tidak cacat benar-benar keterlaluan dia membohongi aku, aku tidak rela Laura malah hidup enak di keluarga Farmosa sementara karier ku hancur!" Larisa sangat kesal, dia mematikan televisi karena iri saat melihat Laura yang saat ini menyandang gelar istri Dave. Tapi bukan Larisa jika dia tidak bisa mengambil apa yang seharusnya menjadi miliknya. "Aku sangat suka dia Bu, ternyata dia tampan sekali," Cicit Larisa mengigit jemari lentiknya saat mendapatkan sebuah ide untuk mendekati Dave. Kening Widia mengerut rapat, saat melihat putrinya yang malah tersenyum tanpa alasan yang jelas. "Larisa! Apa yang kamu pikirkan?"Larisa menoleh, dia mulai membisikan sebuah ide brilian yang menurutnya akan bisa menjerat dan membuat Dave jatuh hati padanya. Seba
"Kondisi janinnya sangat baik dan kondisi nyonya muda sangat sehat, hanya perlu meminum vitamin tambahan saja untuk mengurangi rasa mual," Imbuh sang Dokter dengan hasil pemeriksaannya. Oma Nena dan juga Nyonya Marina menghela nafas lega, karena merasa ikut bahagia dan senang. "Syukurlah kalau tidak ada masalah dan keduanya sehat, kami sangat menantikan kelahiran calon pewaris utama kami menanti cicit pertama. "Tumbuh yang sehat ya sayang, Dave mengelus lembut perut Laura. Jantung Laura berdegup sangat kencang, saat mendengar perkataan Dave yang membuat dia sangat terharu. "Ya ampun, apakah aku tidak salah dengar? Barusan mas Dave mengajak bicara calon bayi kita," batin Laura menatap nanar sang suami. Kedua paruh baya itu pun saling menatap satu sama lain, lalu mereka mengantarkan Dokter Irma keluar. Suasana di dalam kamar terasa hening dan canggung, terlebih lagi saat Laura segera menutup kembali kancing kimononya. "Kau harus ikut dengan ku, hari ini nyonya Cristine
Laura lebih memilih untuk ke dalam, dari pada harus berdebat dengan suaminya yang selalu saja berpikiran negatif padanya. "Maaf mas, aku tidak sengaja," sesalnya. Dave mendengus kesal, saat melihat Laura yang malah pergi begitu saja sebelum dia selesai berbicara. "Laura! Kau harus berhati-hati jangan sampai terjatuh lagi!" Seketika Laura menyandarkan tubuhnya di balik pintu dengan dada yang masih mengembang kempis tak menentu. "I-iya mas!" Sahut Laura pelan dengan nada rendah yang hampir tak terdengar. Dave hanya menggelengkan kepala, dia tidak menyangka jika dirinya sudah sangat ceroboh karena identitas dirinya sudah terbongkar di depan Laura. "Ck, bodoh!" Geramnya merutuki diri sendiri, mengingat hari ini dia mendapat sebuah undangan dari koleganya nyonya Cristine dan Tuan Andrew membuat dia terpaksa harus mengajak Laura ke pesta penting peluncuran produk baru propertinya. Dave tidak ingin sampai terlambat dia segera bersiap untuk ke acara itu, tak lupa juga mengirim pesan