Home / Rumah Tangga / Kontrak Nikah dengan CEO Kejam / Bab 7 (Kedatangan Bibi Grace)

Share

Bab 7 (Kedatangan Bibi Grace)

Author: Black_v
last update Last Updated: 2025-10-23 09:10:06

Bibi Grace datang ke apartemen Jonathan pagi itu dengan langkah mantap, membawa sebuah tas kecil berisi makanan yang ia masak sendiri. Namun, begitu pintu dibukakan oleh salah satu pelayan keluarga, ekspresi di wajahnya berubah menjadi bingung. Matanya menelusuri ruang tamu apartemen yang rapi namun tampak sepi.

“Jonathan dan Alya di mana?” tanya Bibi Grace dengan nada heran sambil menatap sekeliling, berharap melihat sosok pasangan muda itu muncul dari arah kamar.

“Nyony—nyonya muda sedang pergi keluar, nyonya,” jawab pelayan itu dengan suara hati-hati. “Sementara tuan Jonathan… seperti biasa, sudah berangkat ke kantor sejak pagi.”

“Apa?” seru Bibi Grace kaget, matanya membulat. “Ke kantor?”

Nada suaranya meninggi, membuat pelayan itu sedikit tersentak. Ia sama sekali tidak menyangka Jonathan akan kembali bekerja secepat ini. Baru tiga hari berlalu sejak pernikahan mereka — tiga hari! — dan seharusnya, dalam pandangan Bibi Grace, lelaki itu masih menikmati waktu sebagai pengantin baru bersama istrinya.

“Ya Tuhan… anak itu memang tidak bisa diam!” gerutunya dengan nada kesal sekaligus lelah. “Baru juga menikah, sudah memikirkan perusahaan lagi. Apa kata karyawan dan kolega bisnis keluarga Abigail kalau tahu dia langsung kerja tanpa jeda sama sekali?”

Bibi Grace memijit pelipisnya pelan, merasa pusing oleh kelakuan keponakannya yang keras kepala itu. Jonathan memang dikenal sebagai pekerja keras yang nyaris tak mengenal lelah. Tapi tetap saja, menurutnya, sekarang bukan waktunya untuk membenamkan diri dalam pekerjaan. Ia bahkan belum sempat benar-benar mengenal Alya, gadis sederhana yang tiba-tiba menjadi istri keponakannya.

“Nyonya, duduk dulu. Saya ambilkan air hangat untuk Anda,” ujar pelayan itu sopan sambil menunduk.

“Ya, baiklah,” jawab Bibi Grace lemah, lalu menjatuhkan diri ke sofa empuk di ruang tamu. Ia menatap kosong ke arah meja kopi, sementara jemarinya mengurut pelipis untuk meredakan rasa berdenyut di kepalanya.

“Kalau sampai Ibu tahu—” gumamnya dengan nada cemas, menyebut nenek Rosa, ibu Jonathan yang sudah lanjut usia. “Kalau beliau tahu Jonathan langsung kembali ke kantor padahal baru menikah, bisa-bisa penyakit jantungnya kambuh lagi…”

Bibi Grace menghela napas panjang. Ia menyandarkan punggungnya dan menatap langit-langit apartemen dengan perasaan campur aduk — antara kesal, khawatir, dan bingung. Dalam hati ia berpikir, mungkin memang sudah saatnya seseorang mengingatkan Jonathan bahwa hidup bukan hanya tentang pekerjaan dan tanggung jawab perusahaan, tapi juga tentang rumah, keluarga, dan seseorang yang menunggunya pulang.

“Ya ampun, Alya, semoga kau sabar menghadapi bocah keras kepala itu,” lirihnya pelan, sebelum menyeruput air hangat yang dibawakan pelayan.

“Terima kasih atas air hangatnya,” ujar Bibi Grace sambil menatap pelayan yang berdiri sopan di depannya.

“Sekarang kau bisa lanjutkan pekerjaanmu,” tambahnya dengan nada lembut namun tetap berwibawa.

Pelayan itu mengangguk hormat, lalu melangkah pelan meninggalkan ruang tamu. Setelah suasana kembali tenang, Bibi Grace menghela napas kecil. Ia meletakkan cangkir di meja, kemudian meraih ponsel dari dalam tas tangannya.

Ia menatap layar sejenak, ragu apakah perlu menelpon suaminya atau tidak. Namun karena ia datang ke apartemen menggunakan taksi — sementara mobil pribadinya sedang berada di bengkel untuk perawatan rutin — akhirnya ia menekan nama “Billy” di daftar kontak.

Suara di seberang terdengar hangat dan akrab. “Iya, sayang?” sapa Billy, suaminya, dengan nada lembut seperti biasa.

“Billy, tolong jemput aku di apartemen Jonathan, ya,” ujar Grace pelan tapi tegas. “Aku tadi datang pakai taksi, dan sepertinya butuh pulang lebih awal.”

“Baiklah, tapi tunggu sebentar ya, aku baru saja selesai rapat. Paling sebentar lagi aku ke sana,” jawab Billy dengan suara penuh pengertian.

Grace tersenyum tipis mendengar nada lembut suaminya. “Iya, aku tunggu,” ucapnya singkat.

Setelah sambungan telepon terputus, ia meletakkan ponsel di meja dan bersandar di sandaran sofa. Tatapannya menerawang ke luar jendela besar apartemen, di mana cahaya matahari siang menembus tirai tipis, menerangi ruangan yang terasa terlalu tenang.

Dalam hati, Grace kembali mengeluh pelan. Anak itu benar-benar tidak berubah… selalu menomorsatukan pekerjaan.

Ia kemudian tersenyum getir. “Untung saja Alya anak yang lembut dan sabar. Kalau tidak… entahlah,” gumamnya lirih.

Suasana sunyi menyelimuti ruangan, hanya terdengar dengungan lembut pendingin ruangan. Grace menatap cincin di jarinya, lalu berbisik pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri,

“Kadang cinta itu butuh waktu untuk tumbuh… semoga mereka berdua benar-benar bisa saling memahami.”

***

Di lain sisi, Alya baru saja tiba di kafe milik Riko. Begitu menapakkan kaki di depan pintu kaca besar bertuliskan “Caffè Lune by Riko”, matanya langsung membulat kagum. Tempat itu jauh lebih ramai dari yang ia bayangkan.

Suara tawa, dentingan cangkir kopi, dan musik akustik lembut bercampur menjadi satu, menciptakan suasana hangat yang hidup. Hampir semua meja terisi — beberapa oleh mahasiswa yang sibuk menatap layar laptop, sisanya oleh anak sekolah yang bercanda riang sambil menikmati minuman manis mereka.

“Wah…” gumam Alya pelan, tak bisa menyembunyikan rasa takjubnya. Ia tidak menyangka sahabatnya yang dulu hanya bekerja serabutan di kampung kini bisa memiliki tempat sekeren ini.

Seorang pegawai lelaki menghampiri sambil membawa buku menu. “Maaf, Mbak, kami sudah penuh. Kalau mau, bisa menunggu di luar dulu—”

“Tidak apa, dia teman saya,” sela suara familiar dari arah dalam.

Riko muncul dengan senyum ramahnya yang khas, mengenakan kemeja hitam dan apron cokelat tua.

Pegawainya langsung terlihat canggung. “Eh, maaf, Bos. Saya nggak tahu kalau ini teman Bapak.”

“Tak apa,” ujar Riko santai, melirik Alya sebentar dengan senyum kecil. “Ayo, Alya. Kita ke ruanganku aja. Lebih tenang di atas.”

Alya hanya mengangguk pelan, sedikit gugup. Ia bisa merasakan tatapan-tatapan penasaran dari para pelanggan yang memperhatikan mereka berdua. Beberapa di antaranya bahkan berbisik-bisik pelan.

Sambil menunduk, Alya mengikuti langkah Riko menaiki tangga menuju lantai dua. Tangga itu mengarah ke area kantor kecil yang dikhususkan untuk manajemen kafe — tempat di mana aroma kopi lebih pekat, bercampur dengan harum kayu dari interiornya.

Riko menoleh sesekali memastikan Alya tak tertinggal, sementara Alya berusaha menenangkan debaran di dadanya.

Kenapa rasanya canggung banget, ya… batinnya.

Begitu mereka tiba di ruang kerja Riko yang cukup sederhana namun rapi, lelaki itu mempersilakan Alya duduk.

“Maaf ya, suasananya agak ramai. Tapi lumayan, artinya usaha ini nggak sia-sia,” ucap Riko sambil menuangkan air putih ke dalam gelas.

Alya tersenyum kecil, menatap sekeliling ruangan yang penuh dengan aroma kopi. “Aku senang, Riko. Kamu hebat… tempat ini jauh di luar dugaanku.”

Riko tertawa kecil, suaranya hangat. “Ah, nggak juga. Semua ini berkat paman yang bantu modal. Aku cuma ngurusin jalannya aja.”

Alya tersenyum lembut. “Tetap aja, kamu kerja keras, aku tahu itu.”

Riko menatap Alya sejenak — ada kekaguman samar di matanya, tapi cepat ia alihkan dengan batuk kecil. “Jadi… soal pekerjaan yang kamu maksud kemarin, mau aku bantu atur sekarang?”

Alya mengangguk. “Iya, kalau boleh. Aku benar-benar butuh pekerjaan, Riko.”

alya menunduk sesaat ia merasa lega punya teman yang mau menolong nya, sungguh ia merasa sangat bahagia saat ini sebab memiliki teman yang sayang dengan nya.

TBC........

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Nikah dengan CEO Kejam   Bab 7 (Kedatangan Bibi Grace)

    Bibi Grace datang ke apartemen Jonathan pagi itu dengan langkah mantap, membawa sebuah tas kecil berisi makanan yang ia masak sendiri. Namun, begitu pintu dibukakan oleh salah satu pelayan keluarga, ekspresi di wajahnya berubah menjadi bingung. Matanya menelusuri ruang tamu apartemen yang rapi namun tampak sepi.“Jonathan dan Alya di mana?” tanya Bibi Grace dengan nada heran sambil menatap sekeliling, berharap melihat sosok pasangan muda itu muncul dari arah kamar.“Nyony—nyonya muda sedang pergi keluar, nyonya,” jawab pelayan itu dengan suara hati-hati. “Sementara tuan Jonathan… seperti biasa, sudah berangkat ke kantor sejak pagi.”“Apa?” seru Bibi Grace kaget, matanya membulat. “Ke kantor?”Nada suaranya meninggi, membuat pelayan itu sedikit tersentak. Ia sama sekali tidak menyangka Jonathan akan kembali bekerja secepat ini. Baru tiga hari berlalu sejak pernikahan mereka — tiga hari! — dan seharusnya, dalam pandangan Bibi Grace, lelaki itu masih

  • Kontrak Nikah dengan CEO Kejam   Bab 6 ( Cemo'ohan)

    Alya sudah siap dengan pakaian rapi yang sederhana namun tetap terlihat pantas. Setelah tadi mengantar Jonathan—suami kontraknya—hingga ke depan pintu mansion, gadis itu segera kembali ke lantai atas apartemen untuk berganti pakaian. Hatinya berdebar pelan, bukan karena takut, melainkan karena gugup memikirkan pertemuannya dengan Riko siang ini. Hari ini ia akan membahas pekerjaan di kafe milik lelaki itu, pekerjaan yang bisa menjadi langkah awalnya untuk kembali mandiri. Di dalam kamar, Alya berdiri di depan cermin, memeriksa penampilannya sekali lagi. Ia mengenakan kaos polos berwarna lilac muda yang memberi kesan lembut dan bersih, dipadukan dengan celana jeans cargo hitam yang nyaman namun tetap terlihat rapi. Rambut panjangnya ia biarkan terurai, hanya dikuncir setengah ke belakang agar tak mengganggu wajahnya. Ia tampak sederhana, namun ada ketenangan dan keanggunan yang sulit dijelaskan dari caranya berdiri. Alya mengambil tas kecil berwarna krem yang sudah terlihat agak kus

  • Kontrak Nikah dengan CEO Kejam   Bab 5 (Pekerjaan)

    Xelio akhirnya mundur beberapa langkah sambil mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Ia tahu, jika terus menggoda Jonathan, suasana kantor bisa berubah dingin seperti lemari es. “Baiklah, baiklah, aku pergi dulu. Tapi jangan lupa, makan siang nanti kau traktir aku. Anggap saja hadiah karena aku tidak datang ke pesta pernikahanmu,” ucap Xelio santai sebelum melangkah keluar dari ruangan. Jonathan hanya mendengus pelan tanpa menatap sahabatnya itu. “Keluar,” katanya singkat, tanpa menoleh sedikit pun dari layar laptopnya. Begitu pintu menutup, ruangan kembali sunyi. Hanya suara ketikan cepat di keyboard yang terdengar. Wajah Jonathan datar, tetapi sorot matanya tajam — seperti ada beban yang ia simpan di balik ketenangan itu. Alex, sekretarisnya yang setia, berdiri di dekat meja kerja sambil membawa beberapa berkas tambahan. “Tuan, ini laporan keuangan untuk proyek di Singapura. Perlu saya jadwalkan meeting dengan tim keuangan sore ini?” tanya Alex hati-hati. Jonathan meng

  • Kontrak Nikah dengan CEO Kejam   Bab 4 (Apartemen)

    Alya baru saja tiba di depan pintu apartemen milik Jonathan. Lelaki itu hanya mengantarnya sampai lobi, lalu menyerahkan kartu akses dan secarik kertas berisi nomor unit tanpa sedikit pun menatap wajahnya.“Cari saja sendiri. Aku tidak punya waktu mengantarmu ke atas,” ucap Jonathan dingin sebelum melangkah pergi begitu saja, meninggalkan Alya yang berdiri terpaku di depan lift dengan koper kecil di sampingnya.Perjalanan menuju lantai atas terasa sunyi. Hanya suara lembut dari musik instrumental lift yang menemani Alya. Jantungnya berdebar ketika ia menempelkan kartu akses ke pintu apartemen bernomor 2806 — unit milik suaminya, meski sebutan itu masih terasa asing di pikirannya.Begitu pintu terbuka, Alya tertegun.“Wow… besar dan mewah,” gumamnya tanpa sadar, matanya menelusuri setiap sudut ruangan yang tertata sempurna.Apartemen itu didominasi warna abu muda dan putih, dengan jendela besar menghadap langsung ke pemandangan kota. Cahaya matahari sore masuk menembus tirai tipis, men

  • Kontrak Nikah dengan CEO Kejam   Bab 3 (Batasan)

    Setelah makan malam selesai, Jonathan dan Alya kembali memasuki kamar mereka.Sesuai dengan apa yang telah Jonathan katakan sebelumnya, Alya tidak diperkenankan tidur di sebelah lelaki itu. Jonathan memang tegas soal batasan. Meskipun mereka baru saja resmi menjadi suami istri di mata hukum dan agama, hubungan mereka sama sekali belum layak disebut pernikahan yang sesungguhnya.Alya memandangi sofa panjang di sudut kamar — tempat yang akan menjadi ranjang tidurnya malam itu. Ia tidak mengeluh sedikit pun. Dalam hati kecilnya, ia justru merasa bersyukur. Setidaknya malam ini ia tidur di tempat yang layak, bukan di trotoar dingin seperti beberapa minggu lalu.“Nama aslinya memang Jonathan Abigail, kan?” gumam Alya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri. Dahi gadis itu sedikit berkerut, mengingat sesuatu. Saat pesta pernikahan tadi, ia sempat mendengar seseorang — mungkin rekan bisnis Jonathan — memanggil lelaki itu dengan sebutan Tuan Marvendo.Alya sempat bingung. Siapa sebenarny

  • Kontrak Nikah dengan CEO Kejam   Bab 2 ( Makan Bersama)

    Sekitar lima belas menit kemudian, suara air dari kamar mandi berhenti. Pintu terbuka perlahan, dan keluarlah Jonathan dengan hanya selembar handuk putih yang melilit di pinggangnya. Butiran air masih menetes dari rambutnya yang basah, menelusuri kulit dada dan perutnya yang bidang. Namun, alih-alih terlihat menggoda, aura yang terpancar darinya tetap dingin, kaku, dan tak bersahabat.Tatapannya langsung jatuh pada sosok Alya yang masih duduk di sofa panjang di depan ranjang. Gadis itu tampak begitu kecil dan gugup di antara megahnya kamar pengantin yang bernuansa putih dan abu-abu. Kedua tangannya saling menggenggam erat di pangkuan, matanya menunduk dalam, seolah takut hanya dengan mengangkat pandangan.“Mandi. Jangan lama,” desis Jonathan datar tanpa ekspresi. “Setelah ini ada makan malam keluarga.”Nada suaranya tajam, penuh tekanan. Alya spontan berdiri dengan tubuh kaku.“Ba… baik, Tuan,” jawabnya pelan, suaranya gemetar.Ia segera meraih gaun sederhana berwarna pastel yang tela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status