Share

BAB VI PENTHAUS

Author: Ilastriasanim
last update Last Updated: 2025-01-23 15:30:35

Sebuah taksi membawa Naira ke sebuah tempat yang belum pernah ia kunjungi. Tapi, tempat itu tak asing baginya karena sering melihat diberbagai brosur properti mewah.

"Sudah sampai nona," ucap sopir menyadarkan lamunan Naira.

Naira pun berterimakasih dan keluar mobil melanjutkan tujuannya. Kakinya segera melangkah memasuki gedung tinggi dan menaikinya dengan lift sampai tiba di sebuah apartemen paling atas.

Mata Naira takjub begitu sampai di tempat kediaman Ken di sebuah penthaus mewah tempat para eksekutif tinggal. Ia pun segera mengabari Ken lewat pesan singkat saat tiba di depan pintunya. Tak lama pintu terbuka menampakkan sosok Ken yang berbusana santai mengenakan kaos putih dan celana jeansnya. Naira yang saat itu memakai dress bodycon ditambah outer jeansnya merasa sedikit tersipu, lantaran dirinya merasa seperti seorang gadis menemui kekasihnya untuk jalan bersama. Namun pikirannya terbuyarkan saat tangan Ken dengan cepat menariknya ke dalam dan menahan tubuh Naira menempel di balik pintu. Mata keduanya saling bertemu, sejenak tubuh keduanya mematung. Naira yang menyadari tubuhnya terlalu dekat dengan Ken segera mendorong menjauhkannya, lalu mengibas-ibas pakaiannya. Ken yang melihat tingkah Naira, hanya tersenyum menyeringai.

"Harusnya kau tak perlu merasa jijik dekat denganku, karena kau sudah pernah menyentuh tubuhku bahkan tanpa sehelai benang!" ucap Ken mengejek.

Naira menatap tajam mata Ken, ia pun membalas senyum ejekan dari Ken, "Maaf jika saya berlebihan tuan, tapi hari itu saya juga sedang mabuk tak sadarkan diri, jadi saya pikir tuanlah yang mengambil kesempatan lebih banyak mencium aroma tubuh saya. Satu lagi, saya datang ke sini, bukan untuk menggoda Anda," balas Naira tak mau kalah.

"Oh,ya? Kalau begitu bagaimana kau bisa memotret saya tanpa pakaian bersamamu dan membuat kekacauan dengan berita palsumu?" tanya Ken mulai interogasi.

"Apa? Bukankah tempo hari saat artikel muncul itu adalah ulahmu? Kenapa kau malah mencurigaiku dan menghubungiku?" Naira bertanya balik. Ia mencoba bersikap victim agar rencananya hari ini bisa berhasil. Karena sejak hari itu, Ken memberikan alamat rumahnya dan meminta Naira untuk minta maaf. Ia menyetujuinya, tapi untuk tujuan lain.

Ken tertawa terbahak-bahak. "Kau ini gadis licik atau bodoh, hah? Mana ada seorang Ceo mau menghancurkan reputasinya hanya untuk gadis sepertimu! Artikel itu tak mungkin ada kalau bukan Andalah yang sengaja memancing saya untuk menghubungimu. Saya tahu kaulah yang memotretnya dan mengirimnya pada seorang wartawan. Saya bahkan sudah memegang data wartawan itu jika kau masih berkelit. Sekarang saya ingin kau minta maaf."

"Sejak kapan saya yang memotret? Apakah tuan terlalu sibuk untuk mengecek ponsel, sampai tak sadar kalau Andalah yang memotret?!" Naira mengalihkan topik untuk tidak langsung pada hal 'permohonan maaf' yang dipinta Ken.

"Justru sayalah yang ingin mendengar permintaan maafmu dan meminta kompensasi atas kejadian malam itu. Satu lagi, saya mau mengembalikan dompetmu sebagai jaminan saya saat itu," jawab Naira mencoba lebih santai, tidak mau gestur dan wajahnya terbaca oleh Ken, ia pun mengalihkan pandangannya ke arah ruangan Ken yang luas dengan beberapa furnitur yang lengkap dan mewah. Sambil melangkah dengan anggun mendekati ruang tamu dan duduk di sofa, ia mengibaskan rambutnya ke belakang saat melihat Ken masih terpaku dekat pintu setelah ucapan Naira sebelumnya.

'Yes, kena kau,' batin Naira merasa menang.

Ken yang mulai menyadari dirinya hanya mematung, menghampiri Naira dan duduk berhadapan di sofa yang terhalang meja. Ia menyilangkan kakinya, matanya mulai mengecek ponselnya dan sesekali mencuri pandang Naira yang gesturnya mencurigakan. Setelah mengecek galeri ponselnya, ternyata benar ucapan Naira. Mata Ken membelalak mendapati ada sekitar sepuluh foto bergambar mereka sedang tidur bersama yang tak ia sadari selama ini.

"Cih! Kau memang licik nona! Kau merampas hak privasi milik orang lain!" ucap Ken geram menggertakkan giginya. Naira yang menatapnya dengan kilatan mata yang menusuk, hanya menaikkan sudut bibirnya penuh dengan seringai kemenangan.

"Akhirnya terkuak juga siapa yang sebenarnya membuat skandal itu bisa bocor. Hm, kalau tahu begini, aku bisa menuntutmu lebih banyak." Naira mulai berusaha memojokkan dan bersikap victim.

"Saya sebagai perempuan merasa dirugikan atas kejadian ini. Anda bahkan memfitnah saya berkali-kali mengatakan saya gadis kotor dan murahan!"

Ken yang merasa dirinya terpojok dalam situasi yang tak bisa ia baca, akhirnya mencoba mengalah pada gadis licik di hadapannya. Ia menyadari betul bahwa gadis ini sudah menyusun strategi dengan banyak perhitungan menghadapi dirinya dan mencoba bermain-main dengannya.

"Oke, jadi apa yang Anda inginkan terhadap saya, nona?"

Mendengar tawaran pertanyaan Ken seperti itu, sontak menjadi angin segar bagi Naira, karena tujuannya sebentar lagi akan tercapai. Naira mulai mengeluarkan dompet Ken dan menyodorkannya di meja.

"Saya ingin Anda minta maaf di kaki saya! Dan saya minta ganti rugi atas tubuh saya yang sudah terekspos oleh mata dan ponsel Anda. Saya minta sejumlah uang yang tidak sedikit. Apalagi melihatmu tinggal di sebuah penthaus mewah ini, rasanya kau mampu menepatinya."

'Dasar gadis licik! Rupanya caramu sama saja seperti gadis lain kalau menyangkut uang,' batin Ken mengejek.

"Baiklah, saya akan memberikannya, tapi dengan satu syarat," ucap Ken yang tubuhnya sedikit condong mendekat ke arah wajah Naira yang sedikit memerah. Ken yang menyadari perubahan wajah Naira hanya tersenyum dalam hatinya.

"Sya-syaratnya apa?" tanya Naira tiba-tiba gugup.

Tubuh Ken mulai berpindah posisi duduk, sejajar dengan Naira di sofa yang sama.

"Karena kita pernah tidur bersama di malam itu, saya menawarkan diri ingin mencobanya sekali lagi dalam keadaan sadar bersamamu," bisik Ken menggoda dengan penuh senyum tersirat.

PLAKKK !!!

"DASAR BRENGSEK!" Maki Naira bangkit dari duduknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCVII KALA ITU ...

    "Sayang... selama Papamu belum sadar, kau tinggallah bersamaku. Nanti... aku akan menyewa perawat untuk menjaganya bergantian denganmu," Ken memulai pembicaraan saat Naira tengah menyiapkan beberapa lembar pakaian untuk dibawa ke rumah sakit. "Entahlah, Ken. Aku tak yakin akan setenang itu meninggalkan Papa di sana dan bisa pulang ke apartemenmu setiap hari." "Apa kau akan terus bermalam di sana sendirian?" tanya Ken hati-hati. Naira menoleh, menghentikan aktivitasnya sejenak seolah berpikir. Ia menghela napas, lalu menggelengkan kepalanya. Ken bangkit dari ranjang Naira, yang sempat ia tiduri sambil menunggu Naira membersihkan apartemennya setelah beberapa hari ditinggalkan. Kakinya melangkah ke arah bingkai foto yang memperlihatkan Naira kecil bersama William, keduanya tampak tersenyum berpelukan. Tangannya meraih satu bingkai foto lain di sampingnya, foto keluarga lengkapnya. Ia menghela napas dalam. "Apa kau tak ingin mencari tahu siapa ayah kandungmu yang sebenarnya, Nai?"

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCVI BERMALAM DI RUMAH SAKIT

    Malam itu, aroma tanah basah menyelimuti RS Sehat Sejahtera. Ken baru saja memarkir mobilnya, lalu melangkah cepat menuju ruang ICU tempat ayah mertuanya dirawat. Di lorong yang temaram, Naira dan Irene tampak duduk menunduk, terkantuk-kantuk. Ken melirik layar monitor kecil; suara bip ICU terdengar normal, namun rasa dingin menyusupi kulit siapa pun yang menunggu. Ken menghampiri Naira, lalu duduk perlahan di sampingnya agar tak membangunkannya. Ia meletakkan dua kantong makanan yang dibawanya dan melepaskan jaketnya, hendak menutupi punggung Naira yang hanya terbalut kemeja tipis. Rupanya Naira tersadar saat Ken sudah di sisinya. Lamat-lamat ia membuka mata, bergumam serak, "Ken?" Irene, yang juga di samping Naira, ikut terbangun dan menatap Ken. Keduanya pun meregangkan pinggang, bersandar di kursi besi. "Sayang, pakai ini. Kau kedinginan," bisik Ken lirih, memakaikan jaketnya ke tubuh Naira. Naira menerimanya. "Kalian pasti belum sempat makan malam. Ren, makanlah. Saya bawakan du

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCV KEDATANGAN LAURA

    Ken bergegas meninggalkan kantor papanya, pikirannya dipenuhi kekacauan setelah mendengar kebenaran tentang ayah kandung Naira. Rapat yang Keisya ingatkan seolah luput dari perhatiannya, namun ia tahu harus kembali. Langkahnya cepat, dorongan untuk segera memberi tahu Naira membakar, tapi kenyataan William masih koma menamparnya. Terlalu riskan. Naira tak akan percaya jika bukan William sendiri yang berterus terang—ayahnya, setidaknya untuk saat ini. Setibanya di depan pintu ruang kerja, Keisya menghentikannya tiba-tiba, seketika langkahnya terhenti dan menoleh. "Ada apa Kei?" tanya Ken keheranan. Keisya tampak gelisah, jari-jarinya meremas map di tangannya, sorot matanya menatap ragu ke arah pintu ruang kerja Ken. Jelas ada sesuatu yang mengganjalnya."Pak, ma-maaf ...tadi ...saat Anda keluar, ada seseorang yang memaksa masuk dan ...menunggu di dalam," ucapnya lirih dan hati-hati. Satu alis Ken terangkat, melirik ke arah pintu ruangannya. "Siapa?" tanyanya penu

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCIV PERTAMA KALI

    Naira masih duduk termenung di kursi besi rumah sakit, dinginnya menembus pakaian tipisnya. Siang itu, hujan kembali mengguyur kota, suara rintiknya berpadu dengan dengungan konstan peralatan medis di dalam. Suasana rumah sakit sibuk dengan para perawat yang bergegas lewat membawa buku pasien, dan suara derit kursi roda membawa pasien dengan berbagai riwayat terdengar melewatinya di depan. Tatapannya menoleh kembali ke arah ruang ICU (Intensive Care Unit) yang lengang dan sepi. Tampak di dalamnya sosok William terbaring lemah dengan semua selang infus dan peralatan medis lainnya yang terpasang di tubuhnya. Layar monitor pasien juga menampilkan tanda vital, garis-garis hijau yang berdenyut pelan, seolah menari di antara hidup dan mati. Tak berselang lama, suara ponselnya berdering menyadarkan lamunan Naira yang sendirian. Naira melihat layar ponsel, Irene meneleponnya. Ia pun mengangkatnya pelan, "Halo, Ren," "Nai, bagaimana keadaan papamu? Maaf sekali aku terlambat mengetahui, tad

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCIII RAHASIA WILSON

    "Halo, Ndrew, bagaimana hasilnya?" suara Ken terdengar renyah dari mode panggilan telepon, menggema di ruang kerjanya yang sunyi pagi itu. Ia menatap ke luar jendela, menanti jawaban."Ya, Ken. Mohon maaf, tadi pagi saya baru membacanya. Setengah jam lagi, stafku akan mengirimkan filenya via email langsung padamu," jawab Andrew di ujung sana, terdengar sedikit terburu-buru. "Baiklah, terima kasih," tutup Ken mengakhiri panggilan tersebut. Ia berjalan ke arah jendela, menatap pemandangan kota yang mulai sibuk. Tak lama, sosok Keisya masuk ke dalam ruangan, mengetuk pelan pintu sebelum masuk, lalu memberi hormat pada Ken."Pak Ken, Tuan Wilson ingin bertemu denganmu di kantornya. Tadi beliau meneleponmu, namun kau sepertinya tak mengangkatnya," lapor Keisya hati-hati, pandangannya sedikit waspada. Ken membalikkan tubuhnya menghadap Keisya dengan ekspresi wajah datar. "Katakan saja padanya, hari ini tak bisa menemuinya. Saya sedang sibuk," balasnya, kembali menghadap ke arah luar jend

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCII ASAS PRADUGA KEN

    Setibanya di rumah sakit sehat sejahtera, Naira dan Ken langsung berlari ke arah UGD. Seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan tersebut, menahan Naira yang hendak menerobos masuk ke dalamnya. "Mohon maaf Nona, Anda siapa?" tanya dokter itu sedikit terkejut dengan kedatangan mereka. "Saya Naira, putri dari pasien William Morgan, bagaimana keadaannya, dok?" ucap Naira dengan suara gemetar dan tampilan mata yang merah dan sedikit basah. Dokter itu pun menuntun mereka ke sebuah ruangan konseling yang lebih tenang dan duduk berhadapan dengan mereka, menatap satu per satu wajah yang dipenuhi kekhawatiran. "Baik, Nona Naira. Saya harus menyampaikan kondisi tuan William sejujurnya." Ia berhenti sejenak, mengumpulkan kata-kata. "Tuan William mengalami benturan yang sangat keras di kepala saat kecelakaan. Benturan itu menyebabkan pembengkakan pada otaknya dan juga ada pendarahan di dalam. Kami sudah melakukan operasi untuk mengurangi tekanan pada otaknya dan menghentikan pendarahan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status