Beranda / Romansa / Kontrak Pemikat CEO Dingin / BAB XCVIII SAHABAT "KUCING VS TIKUS"

Share

BAB XCVIII SAHABAT "KUCING VS TIKUS"

Penulis: Ilastriasanim
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-30 22:02:39

Setibanya di gerbang rumah sakit, Naira turun dari mobil Ken. Satu kecupan manis dari bibir Ken mendarat di dahinya, seolah ingin memberikan kekuatan. "Aku pamit ke kantor, ya. Kabari aku kalau ada apa-apa," ucap Ken, menatapnya penuh perhatian. Naira mengangguk, hatinya sedikit lebih tenang. Setelah mobil Ken melaju menjauh, Naira pun segera masuk ke dalam bangunan besar dua tingkat itu, menembus keriuhan koridor yang disibukkan para perawat, dokter, pasien, dan pengunjung yang sibuk dengan urusan masing-masing.

Kakinya melangkah gontai mendekati pintu kaca. Di baliknya, tubuh William terbaring tak berdaya, selang dan alat medis tampak menempel di mana-mana. Wajahnya yang biasanya penuh tawa kini pucat pasi, tak menunjukkan tanda-tanda gerakan sedikit pun. Sudah lebih dari tiga hari sejak kejadian, namun William masih enggan membuka matanya.

‘Mungkinkah papa akan koma dalam waktu yang lama? Bagaimana kalau papa tidak pernah bangun lagi?" batin Naira terusik, mencekiknya dengan ketak
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCIX HAMIL?

    "Cleo ...sebelum tante ke sini, tante mampir membeli makanan. Dari sejak pagi, tante melihatmu belum makan apapun." Roselina mengeluarkan kotak makanan dari paper bagnya. "Sekarang, makanlah ini. Kesukaanmu," ucap Roselina menyodrokan ke hadapan Naira. Namun, Naira hanya memandangnya kosong tanpa segera membukanya. "Kau kenapa? Apa kau sudah tak suka dengan makanan kesukaanmu?" tanya Roselina keheranan. Naira menggeleng. "Tidak, tan. Aku ...hanya sedang tidak berselera makan. Akhir-akhir ini tubuhku merasa mudah kelelahan," jawab Naira, mengembalikan kembali makanan itu pada Roselina. Mata Roselina menangkap mata yang layu, dan wajah Naira yang sedikit pucat. "Sepertinya kau kurang fit, Cleo. Bagaimana kalau kita periksa saja mumpung sedang di rumah sakit." "Eh, tidak perlu, Tan. Naira baik-baik saja. Naira ...mau ke toilet dulu," tolak Naira, perlahan bangkit berdiri. Sementara Roselina merasa Naira terlihat sedikit berbeda. Dan itu seperti

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCVIII SAHABAT "KUCING VS TIKUS"

    Setibanya di gerbang rumah sakit, Naira turun dari mobil Ken. Satu kecupan manis dari bibir Ken mendarat di dahinya, seolah ingin memberikan kekuatan. "Aku pamit ke kantor, ya. Kabari aku kalau ada apa-apa," ucap Ken, menatapnya penuh perhatian. Naira mengangguk, hatinya sedikit lebih tenang. Setelah mobil Ken melaju menjauh, Naira pun segera masuk ke dalam bangunan besar dua tingkat itu, menembus keriuhan koridor yang disibukkan para perawat, dokter, pasien, dan pengunjung yang sibuk dengan urusan masing-masing.Kakinya melangkah gontai mendekati pintu kaca. Di baliknya, tubuh William terbaring tak berdaya, selang dan alat medis tampak menempel di mana-mana. Wajahnya yang biasanya penuh tawa kini pucat pasi, tak menunjukkan tanda-tanda gerakan sedikit pun. Sudah lebih dari tiga hari sejak kejadian, namun William masih enggan membuka matanya. ‘Mungkinkah papa akan koma dalam waktu yang lama? Bagaimana kalau papa tidak pernah bangun lagi?" batin Naira terusik, mencekiknya dengan ketak

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCVII KALA ITU ...

    "Sayang... selama Papamu belum sadar, kau tinggallah bersamaku. Nanti... aku akan menyewa perawat untuk menjaganya bergantian denganmu," Ken memulai pembicaraan saat Naira tengah menyiapkan beberapa lembar pakaian untuk dibawa ke rumah sakit. "Entahlah, Ken. Aku tak yakin akan setenang itu meninggalkan Papa di sana dan bisa pulang ke apartemenmu setiap hari." "Apa kau akan terus bermalam di sana sendirian?" tanya Ken hati-hati. Naira menoleh, menghentikan aktivitasnya sejenak seolah berpikir. Ia menghela napas, lalu menggelengkan kepalanya. Ken bangkit dari ranjang Naira, yang sempat ia tiduri sambil menunggu Naira membersihkan apartemennya setelah beberapa hari ditinggalkan. Kakinya melangkah ke arah bingkai foto yang memperlihatkan Naira kecil bersama William, keduanya tampak tersenyum berpelukan. Tangannya meraih satu bingkai foto lain di sampingnya, foto keluarga lengkapnya. Ia menghela napas dalam. "Apa kau tak ingin mencari tahu siapa ayah kandungmu yang sebenarnya, Nai?"

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCVI BERMALAM DI RUMAH SAKIT

    Malam itu, aroma tanah basah menyelimuti RS Sehat Sejahtera. Ken baru saja memarkir mobilnya, lalu melangkah cepat menuju ruang ICU tempat ayah mertuanya dirawat. Di lorong yang temaram, Naira dan Irene tampak duduk menunduk, terkantuk-kantuk. Ken melirik layar monitor kecil; suara bip ICU terdengar normal, namun rasa dingin menyusupi kulit siapa pun yang menunggu. Ken menghampiri Naira, lalu duduk perlahan di sampingnya agar tak membangunkannya. Ia meletakkan dua kantong makanan yang dibawanya dan melepaskan jaketnya, hendak menutupi punggung Naira yang hanya terbalut kemeja tipis. Rupanya Naira tersadar saat Ken sudah di sisinya. Lamat-lamat ia membuka mata, bergumam serak, "Ken?" Irene, yang juga di samping Naira, ikut terbangun dan menatap Ken. Keduanya pun meregangkan pinggang, bersandar di kursi besi. "Sayang, pakai ini. Kau kedinginan," bisik Ken lirih, memakaikan jaketnya ke tubuh Naira. Naira menerimanya. "Kalian pasti belum sempat makan malam. Ren, makanlah. Saya bawakan du

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCV KEDATANGAN LAURA

    Ken bergegas meninggalkan kantor papanya, pikirannya dipenuhi kekacauan setelah mendengar kebenaran tentang ayah kandung Naira. Rapat yang Keisya ingatkan seolah luput dari perhatiannya, namun ia tahu harus kembali. Langkahnya cepat, dorongan untuk segera memberi tahu Naira membakar, tapi kenyataan William masih koma menamparnya. Terlalu riskan. Naira tak akan percaya jika bukan William sendiri yang berterus terang—ayahnya, setidaknya untuk saat ini. Setibanya di depan pintu ruang kerja, Keisya menghentikannya tiba-tiba, seketika langkahnya terhenti dan menoleh. "Ada apa Kei?" tanya Ken keheranan. Keisya tampak gelisah, jari-jarinya meremas map di tangannya, sorot matanya menatap ragu ke arah pintu ruang kerja Ken. Jelas ada sesuatu yang mengganjalnya."Pak, ma-maaf ...tadi ...saat Anda keluar, ada seseorang yang memaksa masuk dan ...menunggu di dalam," ucapnya lirih dan hati-hati. Satu alis Ken terangkat, melirik ke arah pintu ruangannya. "Siapa?" tanyanya penu

  • Kontrak Pemikat CEO Dingin   BAB XCIV PERTAMA KALI

    Naira masih duduk termenung di kursi besi rumah sakit, dinginnya menembus pakaian tipisnya. Siang itu, hujan kembali mengguyur kota, suara rintiknya berpadu dengan dengungan konstan peralatan medis di dalam. Suasana rumah sakit sibuk dengan para perawat yang bergegas lewat membawa buku pasien, dan suara derit kursi roda membawa pasien dengan berbagai riwayat terdengar melewatinya di depan. Tatapannya menoleh kembali ke arah ruang ICU (Intensive Care Unit) yang lengang dan sepi. Tampak di dalamnya sosok William terbaring lemah dengan semua selang infus dan peralatan medis lainnya yang terpasang di tubuhnya. Layar monitor pasien juga menampilkan tanda vital, garis-garis hijau yang berdenyut pelan, seolah menari di antara hidup dan mati. Tak berselang lama, suara ponselnya berdering menyadarkan lamunan Naira yang sendirian. Naira melihat layar ponsel, Irene meneleponnya. Ia pun mengangkatnya pelan, "Halo, Ren," "Nai, bagaimana keadaan papamu? Maaf sekali aku terlambat mengetahui, tad

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status